Ilustrasi (Shutterstock)
Dream - Anggota Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan, pihaknya banyak menerima aduan dari masyarakat tentang iklan di sektor jasa keuangan yang kerap membodohi masyarakat agar produknya laku.
" Kita pasti sebel kalau lihat ada entitas-entitas yang melakukan segala cara untuk dapetin nasabah, segala cara untuk dapetin konsumen, karena itu akan merusak industri. Ini akan kami awasi," kata Friderica, dikutip dari Liputan6.com, Selasa 14 Maret 2023.
Oleh karena itu, dia menegaskan, OJK berkomitmen melakukan pengawasan terhadap perilaku pasar (market conduct) untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
" Objek dari market conduct ini lengkap. Dari mulai lifecycle product, dari mulai produk ini didesain sampai bagaimana terakhirnya format sales-nya, format penjualannya seperti apa pelayanannya, itu akan kami awasi. Itu semua sudah masuk ke ranah undang-undang (P2SK)," paparnya.
Berdasarkan hasil pantauan OJK terhadap 21.373 iklan pada 2022 melalui Sistem Pemantauan Iklan Jasa Keuangan (SPIKE), terdapat 460 iklan yang melanggar ketentuan perlindungan konsumen dan masyarakat.
Pelanggaran yang paling banyak ditemukan dalam pemantauan iklan, antara lain, iklan tidak mencantumkan frasa Syarat dan Ketentuan yang Berlaku, mencantumkan frasa Kuota Terbatas, Persediaan Hadiah Terbatas, atau kalimat lain yang bermakna sama tanpa informasi kuota/hadiah yang disediakan.
Lalu juga, tidak mencantumkan informasi yang dapat membatalkan janji manfaat. Contoh, periode program dan minimum pembelian pada badan iklan.
" Contohnya, misalnya, kalau kita melihat (iklan) investasi yang menawarkan return jauh lebih besar daripada kenyataannya. Itu juga masalah conduct," sebut Friderica.
" Yang kemarin baru-baru ramai, masalah debt collector yang tidak manusiawi, itu masalah conduct juga. Asuransi misalnya juga banyak kasus, karena agen, itu juga masalah conduct," paparnya.
OJK juga sudah mengatur sanksi bagi pelaku usaha sektor keuangan yang melanggar soal perlindungan konsumen. Adapun ketentuan ini tercantum dalam Pasal 306 UU P2SK.
" Untuk pelanggaran market conduct, ini sangat jelas sanksinya. Mulai dari sanksi administratif sampai dengan dicabutnya izin usaha. Kemudian ada sanksi pidana, ancamannya 2-10 tahun. Dan, ada pidana denda sampai Rp 250 miliar," jelasnya.
Friderica juga mengatakan pihak otoritas bersungguh-sungguh memberantas siapa pun yang menghimpun dana masyarakat tanpa izin. Termasuk entitas yang menawarkan pinjaman online, atau pinjol Ilegal tak terdaftar di OJK.
" Tolong disosialisasikan juga dengan UU P2SK, kegiatan tanpa izin di sektor jasa keuangan itu hukumannya sudah sangat berat. Pertama, denda uang bisa sampai Rp 1 triliun sampai dimiskinkan lah. Yang kedua, pidana penjara," katanya.
Oleh karenanya, Friderica meminta oknum seperti pelaku pinjol ilegal menghentikan tindak nakalnya, dan patuh terhadap ketentuan di UU P2SK.
" Tolong orang-orang yang suka main-main dengan ini sekarang sudah eranya berubah. Kalau kemarin delik umum, jadi mungkin hukumannya ringan tidak semua disita. Tapi ini juga tentu kami akan koordinasi dengan kepolisian. Karena korbannya itu saudara kita, orang terdekat juga," pintanya.