Menaker Ungkap Fakta Sarjana Dominasi Pengangguran Justru Lulusan SMP yang Bekerja

Reporter : Editor Dream.co.id
Rabu, 18 Januari 2023 18:30
Menaker Ungkap Fakta Sarjana Dominasi Pengangguran Justru Lulusan SMP yang Bekerja
“Tantangan hopeless of job cukup tinggi. Mereka sudah tidak punya harapan lagi,” kata Ida.

Dream – Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, mengaku tidak mudah untuk menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Sebab, kata dia, yang menadi tantangan saat ini adalah angkatan kerja merasa kehilangan harapan untuk bekerja.

“ Tantangan hopeless of job cukup tinggi. Mereka sudah tidak punya harapan lagi,” kata Ida, dikutip dari merdeka.com, Selasa 17 Januari 2023.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran di Indonesia hingga Agustus 2022 mencapai 8,42 juta orang. Angka itu turun 0,02 juta orang dibandingkan Februari tahun yang sama.

Angka pengangguran sempat naik menjadi 7,2 persen di tahun 2021 karena pandemi Covid-19. Namun, dalam waktu satu tahun pemerintah mengklaim berhasil menekan angka pengangguran ke level 5,82 persen atau sekitar 8,4 juta orang.

1 dari 3 halaman

Menurut Ida, sepertiga pengangguran di Indonesia saat ini berada dalam fase tidak memiliki harapan untuk bisa bekerja. “ Dari 8,4 juta pengangguran, 33,45 persen mengalami hopeless of job,” kata Ida.

Artinya, 2,8 juta pengangguran terjebak dalam hopeless of job karena sebagian besar mereka masih berpendidikan rendah.

“ 2,8 juta pengangguran mengalami situasi tersebut. Itu 76,96 persen berpendidikan rendah,” tutur Ida.

Tingkat pendidikan rendah terbukti menjadi penyebab angkatan kerja tidak memiliki harapan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga kehilangan harapan untuk bersaing di pasar kerja.

“ Ini mengindikasikan mereka kehilangan harapan memiliki pekerjaan karena tingkat pendidikan tidak mampu menyiapkan mereka untuk masuk di pasar kerja,” kata dia.

2 dari 3 halaman

Ida mengatakan, tingkat pengangguran di Indonesia dominasi kelompok usia muda yang telah menyelesaikan pendidikan SMA, SMK, Diploma, hingga S1. Angkatan kerja yang banyak terserap justru pendidikannya hanya tamatan SMP ke bawah.

“ Ironi yang bekerja adalah saudara-saudara kita yang tingkat pendidikannya SMP ke bawah. Sementara yang nganggur didominasi yang tingkat pendidikannya lebih baik SMA, SMK, Diploma dan S1,” sambung Ida.

Dilihat berdasarkan wilayah perkotaan dan pedesaan, terjadi paradoks. “ Yang nganggur lebih banyak di kota tapi kemiskinan lebih banyak di desa,” kata Ida.

3 dari 3 halaman

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz Wuhadji, meminta pemerintah, termasuk perguruan tinggi, membekali mahasiswa dengan kemampuan dasar masuk dunia kerja.

Menurut Adi, kemampuan dasar kerap luput dalam pembekalan mahasiswa, di luar kemampuan teknikal sesuai dengan jurusan kuliahnya. Sebagai contoh, kemampuan dalam berperilaku untuk memanfaatkan skill yang dimiliki.

“ Anak-anak kita itu siap latih, bukan siap kerja. Persepsi itulah yang harusnya kita bangun bersama. Makanya perlu kita ketahui bersama kenapa adik-adik banyak nganggur, karena orientasinya hanya diklasifikasi usaha besar-menengah yang jumlahnya hanya 29.000 saja,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Panja Komisi X DPR.

Dengan minimnya pembukaan kerja di sektor formal itu, maka diperlukan kemampuan khusus mahasiswa. Di sisi lain, mahasiswa yang akan lulus pun diharapkan bisa menyasar ke sektor-sektor yang lebih luas.

Dalam hal ini adalah sektor UMKM sebagai penggerak ekonomi nasional. Sektor ini punya peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak ketimbang sektor formal.

Beri Komentar