Warga Rusia Panik Dan Menarik Semua Uang Di Tabungan (Foto Ilustrasi: Shutterstock)
Dream - Warga Rusia dilanda kepanikan setelah banyak negara merespons invasi yang dilakukan Presiden Vladimir Putin ke Ukraina. Perlawanan lewat sanksi ekonomi dari sejumlah negara menyebabkan nilai tukar rubbel terhadap mata uang dunia tertekan ke level terendahnya.
Pada perdagangan awal pekan ini, ruble Rusia dilaporkan terjun bebas 30 persen terhadap Dollar AS menjadi 120 rubel/US$. Kondisi ini berarti satu rubel Rusia tak lebih dari satu sen dollar AS.
Melemahnya mata uang rubel disertai ancaman sanksi ekonomi membuat warga Rusia dilanda kepanikan. Mengutip laman nypost.com, warga negara Beruang Merah ini ramai-ramai mengantre di mesin ATM untuk menarik uang di tabungannya.
Fenomena ini muncul setelah muncul kekhawatiran bank akan membatasi penarikan uang tunai. Bahkan muncul kecemasan kartu kredit dan debit takkan bsia digunakan sama sekali.
" Saya berdiri di antrean ini selama satu jam, namun mata uang negara lain telah hilang, hanya rubel," ungkap Vladimir, seorang programer yang telah mengantre online di sebuah ATM di Moskow.
" Saya terlambar karena saya tak mengira hal ini akan terjadi. Saya syok."
Sementara warga lain yang tak mau disebutkan namanya di ST Petersburg mengungkapkan banyak warga lokal bergegas ke ATM untuk mengambil uang.
" Beberapa ada yang beruntung, yang lainnya tak terlalu," katanya.
Bank Sentral Rusia dilaporkan telah menaikan suku bungan acuan menjadi 20 persen dari 9,5 persen sebagai upaya mencegak kurs rubel berantakan. Selain itu perdagangan di bursa saham Moscow Stock Exchange dihentikan sehari sebagai respons terhadap krisis ekonomi yang semakin meluas.
Krisis yang dihadapi Rusia merupakan dampak dari langkah AS dan negara di seluruh dunia yang berusaha melemahkan perekonomian Rusia.
Departemen Keuangan AS dan Uni Eropa dilaporkan membekukan aset Bank Sentral Rusia di luar negeri. Sementara AS menargetkan bank-bank terkemuka Rusia untuk mendapatkan sanksi.
Dream - Perusahaan Migas yang berkantor pusat di Belanda dan terdaftar di Inggris, Royal Dutch Shell plc, memutuskan untuk menarik seluruh bisnisnya di Rusia. Shell mengambil keputusan keras tersebut sebagai respons atas kebijakan Rusia menginvasi Ukraina.
Melansir CNN Business, Selasa, 1 Maret 2022, Shell memutuskan untuk keluar dari usaha patungannya dengan Gazprom, termasuk keterlibatannya dengan pipa gas alam Nord Stream 2 yang hampir mati.
Perusahaan minyak yang berbasis di Inggris itu mengatakan bahwa pihaknya akan melepas 27,5 persen sahamnya di fasilitas gas alam cair Sakhalin-2, 50 persen sahamnya dalam proyek untuk mengembangkan ladang Salym di Siberia barat dan 50 persen sahamnya dalam proyek eksplorasi di semenanjung Gydan di barat laut Siberia.
" Kami terkejut dengan hilangnya nyawa di Ukraina, yang kami sesalkan, akibat tindakan agresi militer yang tidak masuk akal yang mengancam keamanan Eropa," kata CEO Shell, Ben van Beurden dalam sebuah pernyataan.
Langkah Shell mengikuti pengumuman BP hari Minggu lalu yang memutuskan meninggalkan salah satu investasi asing terbesar di Rusia. Mereka melepas 19,75 persen sahamnya di Rosneft dan usaha patungan terkait.
Menurut para analis, BP mengalami kerugian lebih dari US$26 miliar atau setara dengan Rp372 triliun saat meninggalkan bisnisnya di negara tersebut.
" Keputusan kami untuk keluar adalah keputusan yang kami ambil dengan keyakinan," kata van Beurden.
Shell sendiri memperoleh sekitar US$700 juta pada tahun 2021 dari usaha patungan Sakhalin dan Salym. Proyeknya di Rusia bernilai sekitar US$3 miliar atau sekitar Rp40 triliun pada akhir tahun, dan perusahaan mengatakan mengabaikan proyek Gazprom mungkin akan menyebabkan penurunan nilai.
Perusahaan ini adalah salah satu dari lima yang menyediakan 50 persen dari pembiayaan dan jaminan senilai US$10,6 miliar untuk membangun pipa Nord Stream 2 Gazprom di bawah Laut Baltik antara Rusia dan Jerman.
Proyek itu secara efektif dihentikan minggu lalu ketika Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan negara itu akan menghentikan sertifikasi pipa.
Perusahaan energi Barat lainnya terus hadir di Rusia, termasuk ExxonMobil (XOM), yang telah aktif di sana selama lebih dari 25 tahun.
Anak perusahaannya, Exxon Neftegas Limited, memiliki 30 persen saham di Sakhalin-1, proyek minyak dan gas alam besar yang terletak di lepas Pulau Sakhalin di Timur Jauh Rusia.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?