Kisah Tan Ek Tjoan, Roti Legendaris yang Pernah Dibeli Wapres RI Pertama Rp3,75

Reporter : Alfi Salima Puteri
Rabu, 1 Desember 2021 09:35
Kisah Tan Ek Tjoan, Roti Legendaris yang Pernah Dibeli Wapres RI Pertama Rp3,75
Rasanya yang melegenda, roti jadul ini masih jadi favorit masyarakat.

Dream - Roti Tan Ek Tjoan sudah memiliki tempat di hati penggemarnya. Bukan sekadar rasa manis tercampur dalam roti, di setiap lapisan roti tercampur berbagai proses sejarah hingga membuat Tan Ek Tjoan melegenda.

Melihat namanya, pemilihan merek roti Tan Ek Tjoan diambil dari nama pendirinya yang merupakan seorang pemuda keturunan Tionghoa. Istrinya, Phia Lin Nio, pandai membuat roti. Sedangkan Tan Ek Tjoan membantu penjualan roti dari segi bisnis.

Berkat keterampilan membuat roti dan kerja kerasnya, toko bakery pertama Tan Ek Tjoan berdiri di Bogor pada tahun 1921. Kala itu banyak orang Belanda yang menjadi pelanggan sehingga bisnis Tan Ek Tjoan dapat cepat berkembang.

Horst Henry Geerken, pria asal Jerman yang tinggal 18 tahun di Indonesia menyebutkan dalam bukunya A Magic Gecko. Sekitar tahun 1950-an, Geerken harus menempuh perjalanan 40 kilometer dari Jakarta ke Bogor hanya untuk membeli roti di Tan Ek Tjoan.

Roti dengan tepung impor ini membangkitkan kembali cita rasa roti yang sama dengan kampung halamannya.

1 dari 5 halaman

Wapres Pertama Pernah Beli Roti Seharga Rp3,75

Ilustrasi© shutterstock

Dalam perjalanan dari Jakarta menuju kawasan Puncak, Bogor, tepatnya di Megamendung, Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta juga menyempatkan membeli roti tersebut.

Ia meminta sopirnya, Sardi untuk berhenti di toko roti Tan Ek Tjoan. Diberikannya uang Rp5 dan Sardi membelikan roti seharga Rp3,75.

Ketika Tan Ek Tjoan meninggal pada tahun 1950, bisnis rotinya semakin berkembang. Tahun 1953 pertama kali toko roti Tan Ek Tjoan membuka cabang di daerah Tamansari, yang merupakan rumah keluarga yang cukup besar.

Setelah itu pada tahun 1955, Phia Lin Nio membuka cabang baru lagi di kawasan elit tengah kota, yakni Cikini. Pada saat itu mayoritas yang tinggal di Cikini adalah ekspatriat Belanda dan juga merupakan pusat kuliner. Bisnis roti Tan Ek Tjoan semakin maju.

2 dari 5 halaman

Berkembang Sampai ke Bogor

Sepeninggal Phia Lin Nio tahun 1958, bisnis roti Tan Ek Tjoan diwariskan kepada kedua anaknya, Tan Bok Nio dan Kim Tamara alias Tan Kim Thay.

Cabang toko roti di Cikini diberikan kepada Kim Thay, sementara Tan Bok Nio memegang outlet Tan Ek Tjoan Cabang Bogor. Kedua usaha itu memiliki manajemen yang terpisah.

Ilustrasi© shutterstock

 

3 dari 5 halaman

Awal Mula Dijual Pakai Sepeda Gerobak

Di bawah kepengurusan Tan Kim Thay, roti Tan Ek Tjoan mulai menggunakan jasa pedagang gerobak untuk pemasaran sekaligus bermitra dengan masyarakat sekitar pabrik.

Di Cikini, pabriknya berada di belakang toko. Sebagian besar roti-roti itu disebar dengan menggunakan sepeda gerobak. Pada masa jayanya sebelum keran investasi asing dibuka masuk ke Indoensia, Tan Ek Tjoan memiliki 300 sepeda gerobak.

Para pedagang itulah yang menjual roti kepada orang-orang Belanda yang berada di sekitar Cikini, dan kemudian meluas ke daerah-daerah lain, seperti Ciputat, Tangerang, Cinere, dan Bekasi. Saat ini ada 100 sepeda gerobak yang beredar di sekitar Jabodetabek.

 

 

4 dari 5 halaman

Sempat Tak Terurus

Kim Thay menikah dengan warga Belanda, Elisabeth Tamara Arts. Dari pernikahannya, lahir Robert dan Alexandra Salinah Tamara.

Alexandra dan Robert tumbuh besar dan lebih banyak menghabiskan waktu di negeri Belanda. Keduanya nyaris tak banyak ikut campur dengan bisnis roti keluarga.

Setelah ayah Alexandra meninggal, usaha roti ini sempat diserahkan kepada pegawainya yang sudah lama bekerja di tempat tersebut. Sementara Alexandra dan Robert tinggal di Belanda. Sehingga toko roti itu tak terurus.

Alexandra akhirnya menawarkan sahabatnya, Josey, untuk mengelola usaha roti tersebut ketika bertemu di sebuah acara reuni sekolah dasar. Meski keduanya keturunan Tionghoa, Josey dan Tamara sempat menempuh pendidikan sekolah Belanda di Jakarta.

Josey yang sudah lama berbisnis properti dan tambang, sempat ragu saat Alexandra menawarinya untuk mengelola bisnis Tan Ek Tjoan. Bisnis roti jadul tak pernah terlintas di pikirannya. Apalagi dalam bayangan Josey, menjual roti dengan gerobak tidak menguntungkan.

 

 

5 dari 5 halaman

Pontang-panting Kembalikan Kejayaan Tan Ek Tjoan

Karena diminta Alexandra, Josey memeriksa pengelolaan pabrik Tan Ek Tjoan. Ia penasaran mengapa sejak bisnis roti itu diurus pegawainya yang sangat loyal malah lebih banyak mengalami rugi bersih daripada mengalami peningkatan penjualan dan untung.

Rupanya manajemen yang diterapkan sang pegawai memang sangat amburadul.

Meskipun Josey tak mengerti tentang bisnis roti, ia memberanikan diri untuk mengelolanya karena melihat peluang besar dalam bisnis itu.

Josey yang mengambil alih bisnis Tan Ek Tjoan manggandeng seorang temannya bernama Kennedy Sutandi yang kini menjabat sebagai Direktur Operasional Tan Ek Tjoan Bakery.

Bertahun-tahun Josey harus pontang-panting menerapkan strategi untuk mengembalikan kejayaan bisnis roti Tan Ek Tjoan.

Kini toko roti Tan Ek Tjoan pindah ke Jalan Paglima Polim 9 No 18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Roti Tan Ek Tjoan masih mempertahankan resep lama yang sudah diturunkan kepada anak-anaknya, yang kini sudah generasi ketiga menjalankan usaha tersebut.

Harga roti Tan Ek Tjoan bervariasi, mulai dari Rp6 ribu hingga Rp15 ribu.

Harga ditentukan dari rasa dan ukuran roti. Roti gambang yang bertekstur keras, berwarna cokelat, dan bertabur wijen, menjadi salah satu ciri khas Roti Tan Ek Tjoan yang melegenda.

Beri Komentar