Ilustrasi
Dream - Di tengah euforia kabinet baru, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dihadapkan pada permasalahan kenaikan beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), karena melemahnya rupiah meski harga minyak dunia mengalami penurunan.
Beberapa negara, seperti Malaysia tengah mengaji kembali skema subsidi BBM karena terjadinya kenaikan beban subsidi itu. Sebagai negara yang sama-sama masih memberikan subsidi BBM kepada masyarakat, apakah saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengurangi beban subsidi BBM dengan langkah menaikkan harga BBM bersubsidi?
Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai, tidak ada alasan pemerintah untuk menunda meluncurkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi guna menekan beban subsidi yang sudah terlalu besar.
" Mengenai keputusan menaikkan harga itu sebenarnya sudah final, harus naik dari berbagai alasan. Dari sisi bisnis, tidak ada alasan tidak naik, tapi kan ini masalah politik," tegasnya saat dihubungi Dream.co.id.
Sayangnya, lanjut Komaidi, masalah subsidi BBM ini bukan hanya sekadar hitung-hitungan matematika. Pasalnya, ada keputusan politik yang mewarnai penentuan kebijakannya.
" Kalau referensi dari negara lain kan sudah dari dulu mereka menaikkan (harga BBM), tapi itu pilihan negaranya. Kalau itu (belum menaikkan harga BBM bersubsidi) merupakan keputusan pemerintah Indonesia maka hasilnya ya dipanen bersama-sama," ujarnya.
Apa dampak ditundanya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi? Menurut Komaidi, dampak dari penundaan tersebut adalah beban subsidi BBM yang semakin besar karena harus membayar defisit neraca pembayaran yang semakin melebar akibat membayar impor BBM dan menomboki konsumsi BBM bersubsidi yang semakin meningkat. Peningkatan penggunaan BBM bersubsidi ini karena harganya yang terlalu murah jika dibandingkan dengan harga BBM non subsidi.
" Neraca pembayaran defisit karena impor semakin besar karena harga BBM bersubsidi murah, konsumsi tak terkendali malah makin besar ke anggarannya," jelasnya.
Mengenai besaran kenaikan harga BBM yang ideal, Komaidi menyatakan keputusannya ada pada pemerintah. Hal ini karena pemerintah perlu memperhitungkan antisipasi dari dampak kenaikan harga BBM bersubsidi itu, seperti dari sisi kemiskinan dan daya beli masyarakat.
" Besarannya bukan jadi masalah yang jelas jika fiskal kita aman, semakin besar maka akan semakin baik, karena kan perlu diperhitungkan juga dampaknya kepada kemiskinan dan inflasi," pungkasnya. (Ism)
Advertisement
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya