Serka H Waryono (tniad.mil.id)
Dream - Nama Serka H Waryono cukup dikenal di kalangan umat Islam Indonesia. Tugasnya sebagai anggota TNI tidak menghalanginya untuk mengabdi kepada umat Islam. Berbekal zikir sebagai terapi, Waryono turut serta dalam menyiarkan Islam yang penuh kedamaian di tanah air.
Dikutip Dream dari laman tniad.mil.id, Rabu, 18 Februari 2015, Waryono yang lahir pada tanggal 24 Februari 1970 ini merupakan anak dari pasangan petani kurang mampu asal Pegagan Kidul, Kapetakan, Cirebon, Rastia dan Mitari. Lantaran keterbatasan ekonomi, Waryono yang kala itu berusia 11 bulan dititipkan kepada kakek dan neneknya yang tinggal di Kertasura, Cirebon.
Masa kecil Waryono diisi dengan kegiatan keagamaan. Ia bersama teman-temannya belajar mengaji di bawah bimbingan Kyai Sirod di sebuah masjid setempat. Meski demikian, Waryono juga bersemangat untuk sekolah. Tetapi lantaran tidak punya biaya, sejak kelas empat SD ia memutuskan bekerja menjadi buruh penebang tebu.
Aktivitasnya dalam bekerja ternyata cukup menyita waktunya. Waryono sering terlambat sekolah dan selalu mendapat ganjaran dimarahi guru. Tetapi, para guru dan teman-temannya terharu saat Waryono menceritakan bagaimana ia harus bekerja keras untuk sekadar membayar biaya sekolah.
Alhasil, pihak sekolah pun membebaskan Waryono kecil dari biaya. Waryono bisa belajar dengan tenang tanpa harus bingung memikirkan biaya sekolah.
Kisah itu ternyata sampai ke telinga kepala desa yang juga merupakan seorang anggota TNI. Melihat keuletan Waryono, kepala desa itu mengangkatnya sebagai anak dan memintanya tinggal bersama sang kepala desa.
Saat menginjak usia 18 tahun, Waryono diminta mendaftar dalam seleksi tentara. Setelah menjalani tahapan seleksi, Waryono dinyatakan lulus dan resmi menjadi siswa Secata. Dia kemudian menjalani pendidikan di Rindam III/Siliwangi dan bertugas di Korem Cirebon.
Pada tahun 1989, Waryono ditugaskan ke Batalyon 303/SSM Cikajang, Garut. Saat bertugas di sana, Waryono mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi Pasukan Perdamaian Kamboja. Dia lulus seleksi dan masuk ke Kontingen Garuda 12D tahun 1993.
Hal itu dianggap sebagai berkah yang luar biasa bagi Waryono. Sehingga ia berjanji jika selamat dalam menjalankan tugas mendapat rezeki lebih, Waryono akan menunaikan ibadah haji. Syarat itu terbayar dan Waryono segera menunaikan janjinya setelah pulang bertugas dari Kamboja. Kala itu, usianya masih 24 tahun.
Saat berhaji, Waryono mengaku mendapat pengalaman batin luar biasa. Dia sempat merasakan kehadiran Rasulullah Muhammad SAW saat mencium aroma harum di Hajar Aswad. Pengalaman batin itu begitu membekas meski ia telah kembali ke tanah air. Bahkan pengalaman itu telah mengubah kepribadiannya yang cenderung pendiam menjadi suka berbicara kebaikan.
Melihat kondisi Waryono yang berubah, Danyon yang menjadi atasannya kemudian memintanya menjadi penceramah di kesatuannya sebulan sekali. Selang beberapa lama, Waryono mendapat tugas untuk memakmurkan masjid. Waryono menjalankan tugas itu dengan baik, hingga terbangun sebuah madrasah yang dihuni 400 orang santri.
Profesi yang dijalankan Waryono turut menyumbang kesuksesan karirnya di bidang militer. Tahun 1998, Waryono mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Secaba. Dia berhasil lulus pendidikan dan meraih gelar Bintara. Saat itu, dia tinggal di Asrama Nyantong Brigif 13 Kostrad Galuh, Kahuripan, Tawang, Kota Tasikmalaya.
Meski sudah naik pangkat, hal itu tidak menyurutkan niat Waryono untuk berdakwah. Tahun 2000, dia merintis Majelis Zikir Muda-Mudi Asrama dan warga sekitar. Setiap malam Jumat, Waryono menggelar zikir bersama, diikuti 60 anggota majelisnya.
Namun demikian, perjalanan Waryono dalam membina majelis tersebut tidak berjalan dengan mudah. Ia menghadapi sejumlah tentangan dari warga yang menyebut apa yang sudah dilakukannya itu salah. Tetapi, lantaran banyak anak muda yang menjadi anggota majelisnya sukses, warga sekitar kemudian memberikan dukungan.
Seiring berjalannya waktu, anggota majelis tersebut semakin banyak hingga tidak tertampung. Melihat kesulitan Waryono, sang komandan berinisiatif mengajaknya menemui MUI Kota Tasikmalaya. Di hapadan pengurus MUI, komandan menyampaikan niat baik Waryono agar mendapat fasilitas untuk menjalankan kegiatan majelisnya.
Gayung bersambut, MUI membolehkan Waryono untuk menggelar zikir di Masjid Agung Tasikmalaya. Persetujuan juga diberikan oleh Walikota Tasikmalaya. Waryono pun memanfaatkan izin tersebut dan menggelar Zikir Akbar.
Tak disangka, ternyata majelis zikir Waryono mendapat sambutan yang sangat besar dari warga Tasikmalaya. Mereka datang ke Masjid Agung Tasikmalaya untuk mengikuti kegiatan majelis itu. Melihat antusias masyarakat, akhirnya diadakan majelis dzikir satu bulan sekali di masjid tersebut.
Nama Waryono kemudian dikenal meluas tidak hanya di Tasikmalaya, melainkan juga Garut, Ciamis, Bandung, Kuningan, Banjar, Majalengka, Bekasi, Jakarta, Mojolaban, Purworejo, hingga Salatiga. Dia juga sering diminta mengisi majelis zikir di sejumlah institusi pemerintahan maupun swasta dan pondok pesantren.
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`