Haji (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Haji merupakan ibadah yang mulia bagi umat Islam. Mengerjakan haji tidak hanya butuh fisik yang kuat, melainkan harta yang tidak sedikit.
Dua hal ini (kemampuan fisik dan harta) merupakan syarat wajib dipenuhi jika ingin melaksanakan haji. Dua syarat ini merupakan penunjang agar haji seseorang terlaksana dan berbuah kemabruran.
Kita mungkin pernah mendengar atau mengetahui sendiri orang menjual tanahnya untuk bisa menunaikan ibadah haji. Jika memiliki tanah cukup luas dan banyak mungkin hal itu tak jadi masalah.
Namun apa jadinya jika tanah itu satu-satunya harta yang dimiliki. Apalagi jika tanah itu biasa dimanfaatkan untuk mencari nafkah bagi diri dan keluarganya.
Terkait hal ini, bagaimana ulama menghukumi praktik tersebut?
Dikutip dari rubrik Bahtsul Masail NU Online, Abul Hasan Al Mawardi dalam kitab Al Hawi Al Kabir menyinggung persoalan ini.
" Seseorang memiliki kemampuan harta dan fisik ketika berangkat dan pulangnya. Tetapi orang yang tidak mempunyai biaya nafkah untuk keluarga –ketika ia berhaji– tidak ada kewajiban haji padanya sesuai hadis riwayat Abdullah bin Amr bin 'Ash. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Seseorang cukup dianggap berdosa karena menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.' Kedudukan ada pada keluarga. Menafkahi keluarga lebih utama daripada haji."
Penjelasan Al Mawardi menyatakan seseorang berhaji memiliki keharusan untuk meninggalkan nafkah bagi keluarganya selama ia beribadah. Nafkah tersebut tidak hanya soal kebutuhan pangan, namun juga sandang dan pengobatan yang memadai.
Tidak boleh berangkat orang yang tidak dapat memenuhi hal itu. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Syeikh Sulaiman Jamal dalam kitabnya Hasyiyatul Jamal alal Manhaj.
" Termasuk ongkos itu adalah biaya kebutuhan yang menjaga wibawa orangtuanya (dari meminta-minta), ongkos dokter, biaya obat, dan biaya sejenisnya bila diperlukan agar mereka tidak sia-sia. Rasulullah SAW bersabda, 'Seseorang cukup dianggap berdosa karena menyia-nyiakan keluarganya.' Orang yang tidak mampu menanggung ongkos itu haram untuk berhaji."
Kita tahu, Indonesia dan Arab Saudi terpaut jarak yang sangat jauh. Butuh biaya besar untuk bisa pergi ke Tanah Suci. Tetapi, tentu bukan dengan menjual harta satu-satunya jika tetap ingin berhaji. Ada baiknya kita memperhatikan pendapat Syeikh An Nawawi Al Bantani dalam kitabnya Nihayatuz Zain.
" (Ia) harus menyerahkan harta usaha ke dalam biaya bekal, ongkos kendaraan, dan yang terkait keduanya. Tetapi ia tidak mesti menjual alat-alat kerja, buku-buku fiqih, ternak untuk bajak sawah, atau seumpama itu."
Pendapat Syeikh An Nawawi menyiratkan seseorang berhaji menggunakan biaya yang didapat dengan menyisihkan sebagian hasil dari usahanya. Tidak perlu seseorang menjual hartanya atau apapun demi menunaikan rukun Islam kelima itu.
Advertisement
4 Komunitas Jalan Kaki di Indonesia, Perjalanan Jadi Pengalaman Menyenangkan
Mau Liburan? KAI Wisata Tebar Promo HUT ke-16, Ada Diskon Bagi yang Ultah Bulan September
Si Romantis yang Gampang Luluh: 4 Zodiak Ini Paling Cepat Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama
Lebih dari Sekadar Bermain, Permainan Tradisional Ajak Anak Latih Fokus dan Kesabaran
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta
Nyaman, Tangguh, dan Stylish: Alas Kaki yang Jadi Sahabat Profesional Modern
4 Komunitas Jalan Kaki di Indonesia, Perjalanan Jadi Pengalaman Menyenangkan
Mau Liburan? KAI Wisata Tebar Promo HUT ke-16, Ada Diskon Bagi yang Ultah Bulan September
Sosok Ferry Irwandi, CEO Malaka Project yang Mau Dilaporkan Jenderal TNI ke Polisi