Ilustrasi/ Foto: Shutterstock
Dream - Anak-anak seringkali mendapat hadiah berupa uang atau benda mahal dan berharga dari kerabat atau saudara. Hal ini membuat anak memiliki harta yang sebenarnya adalah hak miliknya.
Banyak orangtua yang kerap menggunakan barang atau uang milik anak untuk keperluan rumah tangga atau pribadi. Lalu bagaimana hukumnya?
Dikutip dari Rumaysho.com, Imam Abu Daud yang memiliki nama lengkap Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajistani (202 – 275 H), menulisdalam kitab sunannya (Sunan Abu Daud),
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
© Rumaysho
Artinya: “ Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya. Anak itu adalah hasil usaha orang tua.” (HR. Abu Daud, no. 3528; An-Nasai dalam Al-Kubra, 4: 4. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam riwayat lain disebutkan,
© Rumaysho
Artinya: “ Anak seseorang itu adalah hasil dari usahanya, itu adalah sebaik-baik usahanya. Maka makanlah dari harta mereka.” (HR. Abu Daud, no. 3529. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata bahwa ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak. Namun orang tuaku membutuhkan hartaku. Rasulullah kemudian menjawab,
© Rumaysho
Artinya: “ Engkau dan hartamu milik orang tuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu.” (HR. Abu Daud, no. 3530; Ahmad, 2: 214. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi, sanad haditsnya hasan).
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyatakan dalam Al-Mughni (8: 272), boleh saja seorang ayah mengambil harta anaknya semaunya lalu ia miliki, apalagi sampai itu dibutuhkan oleh ayahnya. Begitu pula masih dibolehkan meskipun hal itu bukan hajat pentingnya. Ayah tersebut boleh mengambil harta tersebut dari anaknya yang masih kecil maupun dewasa. Pembolehan ayah mengambil harta anaknya asalkan memenuhi dua syarat:
1. Tidak memusnahkan harta dan tidak memudaratkan anak, juga bukan mengambil yang jadi kebutuhan penting anaknya
2. Tidak boleh mengambil harta tersebut dengan tujuan untuk memberikan pada yang lain
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Dream – Menjanjikan hadiah, jajanan atau hal yang disukai anak seringkali dilakukan orangtua untuk memberikan motivasi. Misalnya, ayah menjanjikan anak sepeda baru saat mendapat peringkat satu di sekolah.
Hal ini dalam Islam merupakan nazar kepada anak. Lalu jika orangtua sudah bernazar pada anak, apakah boleh membatalkan dan mencabut nazar tersebut? Dikutip dari BincangSyariah.com para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan orangtua membatalkan dan mencabut nazar yang dijanjikan pada anaknya. Dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyebutkan dua pendapat ulama dalam masalah ini.
Pertama, boleh bagi orangtua membatalkan dan mencabut nazar yang telah diucapkan pada anaknya. Ini karena nazar disamakan dengan status sedekah orangtua kepada anak. Sebagaimana orangtua boleh mengambil kembali sedekah yang telah diberikan pada anaknya, maka dia juga boleh membatalkan dan mencabut nazar yang telah diucapkan pada anaknya.
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat ini, ketika orangtua bernazar ingin membelikan sepeda motor jika anaknya berhasil rangking 1 di kelasnya, maka dia boleh membatalkan dan mencabut nazar tersebut, dan tidak memenuhi nazarnya tanpa harus membayar kafarah nazar.
Kedua, tidak boleh bagi orangtua membatalkan dan mencabut nazar yang telah diucapkan pada anaknya. Oleh karena itu, jika orangtua terlanjur bernazar kepada anaknya, maka dia wajib memenuhi nazar tersebut, dan jika dia tidak memenuhi, maka dia harus membayar kafarah nazar.
Pendapat kedua ini adalah pendapat yang diunggulkan oleh Imam Ibnu Hajar sendiri. Menurut beliau, nazar yang diucapkan oleh orangtua kepada anaknya statusnya menjadi wajib sehingga orangtua harus memenuhinya. Nazar orangtua pada anaknya tidak bisa dibatalkan dan dicabut sebagaimana halnya sedekah biasa. Ini karena sedekah sifatnya sunnah, sementara nazar sifatnya wajib, meskipun nazar orangtua terhadap anaknya.
Pendapat yang lebih kuat adalah adanya perbedaan antara nazar dan sedekah dari sisi kewajiban memenuhi nazar. Maka yang lebih unggul adalah tidak boleh mencabut nazar yang sudah diucapkan secara sah. Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Cara Beriman kepada Kitab-Kitab Sebelum Al-Quran, Ketahui Juga Setiap Ajaran di Dalamnya
Potret Rumah Polos Tanpa Cat dan Berlantai Bata, Desainnya Sederhana Namun Interiornya Menakjubkan!
Datangi Orangtua Angkat Setelah 34 Tahun, Sempat Tak Dikenali Sampai Menangis Haru
Ikuti Perubahan Pola Belanja, Departement Store Ini Terapkan Konsep Hybrid dan One Stop Shopping
Konser Tunggal di Singapura Terlihat Sepi Penonton, Begini Jawaban Krisdayanti
Trik Unik Bersihkan Bedak Padat yang Kotor, Cukup Pakai Lakban