Prinsip Penting Keluarga Islam, Bisa Menenangkan

Reporter : Mutia Nugraheni
Senin, 6 Februari 2023 11:24
Prinsip Penting Keluarga Islam, Bisa Menenangkan
Membangun keluarga yang menenangkan bukan hal mudah, untuk itu dibutuhkan dasar penting dalam membentuknya, yaitu ilmu dan nilai-nilai Islam.

Dream - Pernikahan dan membangun sebuah keluarga, merupakan sebuah ibadah yang sangat disukai Allah SWT. Setiap umat Nabi Muhammad SAW, dianjurkan untuk membentuk keluarga dan menemukan pasangan agar bisa saling menenangkan, bukan hanya di dunia, tapi juga kelak di akhirat.

Juga bisa menghasilkan keturunan yang soleh dan soleha yang kelak jadi penerus pengikut Nabi Muhammad SAW. Membangun keluarga yang menenangkan bukan hal mudah, untuk itu dibutuhkan dasar penting dalam membentuknya, yaitu ilmu dan nilai-nilai Islam.

Dikutip dari BincangSyariah, di dalamnya tertanam nilai-nilai yang ditargetkan oleh Islam. Meliputi ketenangan, mawaddah dan rahmah, sebagaimana difirmankan dalam Alquran surah al-Rum ayat 21 berikut:

Ar Rum ayat 21© Ar Rum ayat 21

Artinya: “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui" .

Prinsip lainnya yang sangat penting adalah suami dan istri harus saling menjaga. Seperti selimut dan pakaian yang melindungi. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 187:

Albaqarah 187© Bincang Syariah


Artinya: " Istri-istri adalah pakaian untuk kalian. Demikian pula kalian merupakan pakaian untuk mereka”.

 

 

1 dari 8 halaman

Untuk membentuk keluarga yang menenangkan dan penuh cinta, ada langkah yang penting untuk dilakukan. Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam Bukunya al-Khashaish al-‘Ammah Fi al-Islam. Suami istri wajib tahu.

Keluarga muslim© Shutterstock

Saling Ridho
Hubungan dalam keluarga tak selalu berjalan mulus. Konflik bisa datang kapan saja, dan perbedaan kadang tak bisa begitu saja diterima dengan baik. Akan tetapi jika didalamnya terdapat prinsip saling mengerti dan saling merelakan tentunya perbedaan-perbedaan yang ada menjadi keindahan bukan tekanan.

 

2 dari 8 halaman

Interaksi yang baik (al-mu’asyarah bil ma’ruf)

Usahakan untuk selalu berinteraksi dengan baik, dengan pasangan dan anak-anak. Suami belajar lebih peka pada kondisi istri serta anak-anaknya. Begitu juga istri, gunakan jurus perasaan untuk lebih dalam melihat keberadan suami sehingga akan lahir sebuah interaksi yang baik antar satu dengan yang lainnya.

Menjaga hak dan kewajiban
Lakukan kewajiban-kewajiba sesuai yang sesuai dengan ajaran Islam sebagai pasangan suami istri. Hak bagi istri merupakan kewajiban bagi suami begitupun sebaliknya, hak bagi suami menjadi sesuatu yang diwajibkan bagi istri untuk selalu dijaga dengan baik.

Suami memegang stabilitas keluarga
Seorang suami merupakan pemimpin keluarga harus betul-betul membimbing dan bertanggung jawab. Suami bertanggung jawab atas segala macam kewajiban serta perintah Allah SWT demi terciptanya stabilitas keluarga. Tidak mudah memang menjalankan tugas seorang suami, tapi Allah sudah menanamkan potensi al-qawwamah (sifat-sifat kepemimpinan) didalam dirinya untuk dijadikan modal utama.

Penjelasan selengkapnya baca di sini.

3 dari 8 halaman

Jaga Kesehatan Mental Anak, Ikuti Tuntunan Islam

Dream - Menjaga kesehatan mental anak sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Sayangnya, banyak orangtua tak terlalu memperhatikan aspek tumbuh kembang psikologis anak.

Fokus perhatianya lebih pada memenuhi kebutuhan gizi, materi, dan akademik. Terkait hal ini sebenarnya Islam memberikan tuntunan bagi para orangtua untuk menjaga kesehatan buah hatinya.

Apa saja? Dikutip dari SanadMedia, berikut ulasannya.


Pilih Pasangan Hidup yang Baik
Kepedulian dan perhatian Islam terhadap kesehatan psikologis anak dimulai jauh sebelum ia dilahirkan. Islam mendorong laki-laki memilih calon ibu yang saleha bagi anaknya (calon istrinya). Begitu pula wanita didorong agar memilih calon ayah yang saleh bagi anaknya (calon suaminya). Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda:

Hadis memilih wanita© Sanad Media

Artinya: “ Wanita dinikahi karena empat hal: hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari)

Beliau juga bersabda:

Memilih pasangan© Sanad Media

“ Jika ada yang datang kepada kalian hendak meminang, seseorang yang kalian ridhai agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Karena jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan juga kerusakan yang meluas.” (HR. At-Tirmidzi)

 

4 dari 8 halaman

Tak boleh pesimis dengan anak perempuan

Alquran mengkritik orang-orang jahiliyah ketika bayi yang terlahir perempuan, mereka menyambutnya dengan penuh kesedihan dan rasa pesimistis. Sikap tersebut terhadap lahirnya anak perempuan termasuk perkara yang diharamkan. Allah SWT berfirman:

AnNahl 58-59© Sanad Media

Artinya: “ Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) wajahnya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl: 58-59)

 

5 dari 8 halaman

Jangan Pilih Kasih

Beberapa orangtua memperlakukan anak-anak mereka secara berbeda (pilih kasih). Hal ini tentunya akan sangat berdampak negatif pada kondisi psikologis anak bahkan hingga dewasa.

Oleh karena itu Islam memerintahkan agar orang tua bersikap adil kepada anak-anaknya dalam hal pemberian maupun interaksi dan perlakuan yang mencerminkan rasa kasih sayang.Diriwayatkan dari Al-Hasan, ia berkata:

Riwayat Ibnu Abi© Sanad Media


Artinya: Suatu ketika Rasulullah saw. sedang berbincang-bincang dengan para sahabat. Tiba-tiba ada seorang anak kecil laki-laki datang menghampiri ayahnya yang berada di tengah-tengah kaum, lalu sang ayah mengusap-usap kepalanya dan mendudukkannya di atas paha kanannya.

Tidak lama kemudian, datanglah putrinya dan menghampirinya, lalu ia mengusap-usap kepalanya dan mendudukkannya di tanah.

Maka Rasulullah saw. bersabda, “ Bisakah kamu mendudukkannya di atas pahamu yang lain (kiri)?”

Lalu lelaki tersebut mendudukkannya (memangkunya) di atas pahanya yang lain. Kemudian Nabi bersabda: “ Sekarang kamu telah berbuat adil.” (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya dalam An-Nafaqah ‘ala Al-‘Iyal).

Penjelasan selengkapnya baca di sini.

6 dari 8 halaman

Islam Anjurkan Akikah di Usia 7 Hari, Bagaimana Jika Saat Anak Sudah Besar?

Dream - Kelahiran buah hati dengan sehat dan selamat, termasuk sang ibu tentunya patut disyukuri. Allah SWT memberikan karunia dan amanah yang begitu besar ketika menganugerahkan seorang anak.

Salah satu cara bersyukur yang sangat dianjurkan dalam Islam atas kelahiran anak adalah dengan menggelar akikah. Memotong satu kambing jika yang lahir adalah anak perempuan, dan dua kambing bila yang lahir bayi lelaki.

Akikah sebenarnya dianjurkan digelar pada hari ke-7 kelahiran anak. Untuk di Indonesia, beberapa orangtua lebih memilih menggelarnya setelah bayi berusia 40 hari atau lebih. Biasanya karena pertimbangan ibu yang masih butuh pemulihan serta ayah yang mendampingi butuh banyak persiapan.

Lalu bagaimana hukumnya jika menggelar akikah saat anak sudah lebih dari 40 hari? Dikutip dari BincangSyariah.com, menurut ulama Syafiiyah, melakukan akikah setelah anak berumur lebih dari 7 hari hukumnya boleh dan sah.

 

7 dari 8 halaman

Saat Dewasa dan Mampu

Mereka berpendapat bahwa waktu akikah dimulai sejak anak baru dilahirkan hingga anak tersebut baligh. Jika anak sudah baligh dan belum diakikahi oleh orangtuanya, maka tanggung jawab untuk melakukan akikah bukan lagi dianjurkan pada orangtuanya, melainkan dianjurkan pada dirinya sendiri.

Sehingga jika orangtua mengakikahi anaknya setelah berumur lebih 7 hari, maka hukumnya boleh dan sah. Begitu juga boleh dan sah melakukan akikah setelah anak berumur lebih dari 40 hari sampai anak tersebut baligh. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu berikut;

kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu© Bincang Syariah

Ulama Syafiiyah dan Hanabilah menegaskan bahwa andaikan akikah dilakukan sebelum anak berumur tujuh hari atau setelahnya, maka akikah tersebut tetap sah.

 

8 dari 8 halaman

Waktu Akikah

Menurut sebagian ulama Hanabilah, waktu akikah dimulai sejak anak dilahirkan hingga anak tersebut diakikahi oleh orangtuanya atau anak tersebut melakukan akikah sendiri. Mereka berpendapat bahwa tidak ada waktu batas akhir bagi orangtua untuk mengakikahi anaknya.

Selama anak tersebut belum diakikahi, atau anak tersebut melakukan akikah sendiri, maka orangtua tetap dianjurkan untuk mengakikahi anaknya, meskipun anaknya sudah baligh atau sudah dewasa. Dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menyebutkan sebagai berikut;

kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu© Bincang Syariah

Sekolompok ulama Hanbali berpendapat bahwa disunnahkan bagi seseorang menunaikan akikah untuk dirinya sendiri. Akikah tidak hanya khusus dilakukan ketika masih kecil, sehingga bapak tetap dianjurkan melakukan akikah terhadap anaknya meskipun anak tersebut sudah dewasa. Hal ini karena waktu akikah sendiri tidak ada batas akhirnya.

Selengkapnya baca di sini.

Beri Komentar