Keluarga Tora Sudiro Dan Mieke Amalia
Dream - Sikap remaja memang sulit ditebak, kadang mereka sangat manis, tapi keesokan harinya jadi sangat sulit untuk diajak bicara. Tak hanya itu, kadang melanggar aturan dan sampai membuat orangtua kewalahan.
Apapun kondisi anak, peran orangtua adalah mendampingi dan memberi arahan. Prinsip tersebut tampaknya dipegang betul oleh pasangan aktor dan aktris, Tora Sudiro dan Mieke Amalia.
Tora bercerita pada seorang komika, Kemal, di YouTube Kemal Palevi, kalau dirinya dan Mieke berada di situasi, putri mereka pulang dalam keadaan mabuk. Mau tak mau, sebagai ayah Tora harus turun tangan memberi peringatan. Bukan memarahi, apalagi memberi hukuman, ia punya cara khusus.
" Gue ada anak gw yang tiba-tiba pulang kemabokan, emaknya suruh gw marahin, 'marahin tu anaknya tuh, semalem pulang kemabokan'," ungkap Tora pada Kemal.
" Terus gw panggil, 'eh kamu, kalau minum udah dari satu, abisnya juga satu ini jadi lo mulai pakai vodka endingnya harus pakai vodka jangan lo ganti-ganti minuman, tumbang lo yang ada'. Malah gw ajarin, karena gw mempelajari itu bertahun-tahun," ujar Tora melanjutkan.
Mieke juga memberi pesan khusus pada putrinya. Menurutnya, perempuan tak perlu minum sampai mabuk.
" Terus emaknya nambahin, 'kalau cewek, ga usah mabok, pura-pura mabok aja cowok udah seneng," cerita Tora.
Menurutnya hal itu dilakukan Tora karena tak mau putrinya sembunyi-sembunyi di belakang, saat melakukan sesuatu. Lebih baik, ia dan Mieke tahu sendiri.
" Daripada kita larang-larang ntar di belakang kita, kita gak tau, kan lebih sakit hati," ungkapnya.
Dream - Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib, punya pesan penting untuk para orangtua saat mengasuh dan mendidik anak. Hingga kini, pesan tersebut masih sangat relevan dan penting untuk diingat seluruh orangtua.
" Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu," pesan Ali bin Abi Thalib.
Banyak orangtua yang menganggap anak sekarang tidak memiliki sopan santun yang baik, tak seperti zaman dulu yang mendengar derap sepatu orangtuanya dari jauh saja sudah takut. Dulu, saat anak diajak bicara bahkan tak berani menatap mata orangtua dan tak pernah membantah.
Keluhan pun bermunculan, salah satunya karena pikiran kritis anak yang menanyakan soal eksistensinya di dunia. Pertanyaan yang mungkin bisa bikin kepala orangtua 'mendidih', yaitu " kenapa sih aku dilahirin ke dunia? aku kan gak minta dilahirin" .
Mendengar remaja menyatakan hal tersebut dan menanyakan soal eksistensinya setelah lahir, seringkali membuat orangtua emosi. Terutama jika sebelumnya muncul perdebatan sengit antara orangtua dan anak.
Pertanyaan tersebut sebenarnya merupakan hal normal bagi anak remaja, ketika pikirannya berkembang dan menjadi sangat kritis. Anastasia Satriyo, seorang psikolog anak dan remaja dalam akun Instagramnya @anassatriyo menjelaskan kalau itu merupakan tahap perkembangan remaja secara kognifitf dan psikologis.
" Berpikir/ tahap perkembangan kognitif anak yang otaknya masuk fase remaja. Maka penting untuk orangtua berlatih menjadi teman diskusi/ teman ngobrol anak remaja sehingga anak remaja bisa merasa punya teman diskusi untuk eksplorasi pikiran dan pertanyaan," ungkap Anas.
Menurut Anas, dalam situasi tersebut justru anak sebenarnya butuh teman diskusi. Kemampuan berpikir kritisnya sudah sangat berkembang baik dan mempertanyakan maksud dirinya lahir ke dunia.
Memarahi, mengatakan " anak tak bersyukur" , apalagi melarangnya bertanya dan berpikir justru sangat fatal.
" Dilarang bertanya dan berpikir = mematikan keberhargaan diri remaja," tulis Anas.
Saat menghadapi pertanyaan yang kritis dari anak remaja, orangtua seringkali tak siap. Respons yang muncul adalah penuh emosi dan menyalahkan. Bila memang menghadapi situasi ini, coba semaksimal mungkin untuk menempatkan diri di posisi si anak remaja.
Jika kepala sudah dalam keadaan dingin dan bisa membuka diskusi, akan sangat baik. Menurut Anas, hal yang bisa dilakukan coba pancing dengan pertanyaan yang bisa memicu diskusi.
" Satu pertanyaan remaja, misalnya 'kenapa sih aku harus lahir?'. Bisa direspons dengan pertanyaan lanjutan dengan nuansa rasa ingin tahu (curiousity) dan empati, 'hoo kenapa kok bisa berpikiran begitu?, 'kalau kamu nggak lahir jadi anak papa mama, kamu kebayangnya sekarang lagi ngapain?', 'apalagi pertanyaan yang ada di pikiran kamu?," ungkap Anas.
Menurut Anas, mengasuh anak remaja sangat bisa memicu pengalaman emosi orangtua saat remaja. Penting bagi ayah dan bunda untuk memproses diri, bertumbuh dan belajar terus menerus.
Hal itu agar bisa berkomunikasi dengan remaja, mampu mengelola emosi menghadapi sikapnya, juga mampu menemaninya berdiskusi dalam hal-hal kritis ketika ia menanyakan eksistensi dirinya. Bukan dengan memintanya diam.
Sumber: Instagram @anassatriyo
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib