Bagaimana Hukumnya jika Berharap Meninggal di Tanah Suci?

Reporter : Widya Resti Oktaviana
Selasa, 4 Juli 2023 17:00
Bagaimana Hukumnya jika Berharap Meninggal di Tanah Suci?
Meninggal di Tanah Suci ada keistimewaan yang akan didapatkan.

Dream - Ketika musim haji tiba, umat Islam dari berbagai negara berbondong-bondong untuk menjalankan ibadah haji di Tanah Suci. Calon jemaah haji pun harus ikhlas melepaskan keluarga dan sanak saudaranya di tanah air. Karena niat ke Tanah Suci adalah untuk beribadah semata-mata untuk Allah SWT.

Tak jarang, dalam proses ibadah haji ada beberapa jemaah yang akhirnya meninggal dunia di Tanah Suci. Jemaah tersebut pun tidak bisa dibawa pulang ke tanah air, namun dimakamkan di Tanah Suci. Meski begitu, hal tersebut umumnya menjadi cita-cita bagi sebagian besar jemaah haji.

Hal ini karena ada berbagai keistimewaan ketika meninggal di Tanah Suci. Tapi, bagaimana hukumnya jika berharap meninggal dunia di tanah suci? Apakah hal seperti ini diperbolehkan?

Untuk mengetahui penjelasannya, sebagaimana dirangkum Dream melalui berbagai sumber.

1 dari 3 halaman

Keistimewaan Meninggal di Tanah Suci

Tidak sedikit umat Islam yang berharap meninggal di Tanah Suci. Hal ini karena ada beberapa keistimewaan yang bisa didapatkan sebagai berikut:

Syahid

Keistimewaan yang pertama adalah mati syahid. Mati syahid sendiri adalah mati yang dalam kondisi di jalan Allah SWT, seperti halnya saat sedang menjalankan ibadah haji. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw berikut:

" Barangsiapa yang meninggal dunia dalam perjalanan haji, ia seperti orang yang mati di jalan Allah." (HR. Muslim)

Diperkenankan Memberi Syafaat untuk Kerabat

Keistimewaan yang kedua meninggal di Tanah Suci adalah diperkenankan memberi syafaat untuk kerabat. Hal ini dijelaskan dalam hadis berikut:

" Dengan mendapatkan keistimewaan yang dijanjikan, seperti diampuni dosanya, melihat tempatnya di surga, dilindungi dari azab kubur, merasakan manisnya iman, dinikahkan dengan bidadari surga, dan diperkenankan memberikan syafaat bagi 70 orang kerabatnya." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

2 dari 3 halaman

Dibangkitkan di Hari Kiamat dalam Keadaan Bertalbiyah

Keistimewaan yang ketiga adalah dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah. Hal ini dijelaskan dalam hadis berikut:

" Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arafah, tiba-tiba terjatuh dari hewan tunggangannya lalu hewan tunggangannya menginjak lehernya sehingga meninggal. Maka, Nabi shalallahu alaihi wassalam bersabda: 'Mandikanlah dengan air yang dicampur daun bidara lalu kafanilah dengan dua potong kain'-dan dalam riwayat yang lain: 'dua potong kainnya'--dan jangan diberi wewangian. Jangan ditutupi kepala dan wajahnya. Sesungguhnya, ia akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan bertalbiyah." (HR Bukhari dan Muslim)

Pahala Hajinya Ditulis sampai Hari Kiamat

Keistimewaan yang terakhir adalah pahala hajinya ditulis sampai hari kiamat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:

" Barangsiapa keluar untuk berhaji lalu meninggal dunia, dituliskan untuknya pahala haji hingga hari kiamat. Barang siapa keluar untuk umrah lalu meninggal dunia, ditulis untuknya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barang siapa keluar untuk berjihad lalu mati maka ditulis untuknya pahala jihad hingga hari kiamat." (HR Abu Ya'la)

3 dari 3 halaman

Hukum Mengharapkan Meninggal di Tanah Suci

Lalu, bagaimana hukumnya bagi orang yang mengharapkan meninggal di Tanah Suci? Sedang di sisi lain, Nabi Muhammad saw melarang umatnya untuk mengharapkan kematian karena suatu musibah yang menimpanya.

Beliau mengajarkan agar selalu berdoa untuk diberikan yang terbaik, baik itu hidup atau meninggal, dan bukanlah mengharapkan kematian. Hal ini dijelaskan dalam sabda beliau melalui hadis berikut:

Sungguh janganlah kalian berharap kematian karena bahaya yang menimpa. Bila tidak bisa menghindar, maka berdoalah, ya Allah hidupkanlah aku bila kehidupan lebih baik bagiku, matikanlah aku bila kematian lebih baik bagiku,” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Melalui hadis di atas, para ulama Fikih menetapkan bahwa mengharapkan kematian karena suatu musibah yang menimpa, maka hukumnya adalah makruh.

Meski begitu, mengharapkan kematian juga bisa hukumnya sunah jika tujuannya baik. Misalnya saja berharap meninggal secara syahid, meninggal di tiga kota suci, yakni Makkah, Madinah, dan Baitul Maqdis. Selain itu, bisa juga karena khawatir terfitnah agamanya.

Dengan begitu, para ulama pun telah bersepakat bahwa mengharapkan meninggal di Tanah Suci hukumnya adalah sunah. Para ulama hanya memiliki perbedaan pandangan tentang istilah 'harapan kematian'. Meski begitu, mereka tetap sepakat bahwa hukumnya adalah sunah.

Beri Komentar