Dulu Dihina Guru, Kini Pemuda Itu Jadi Doktor Bergelar PhD

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 3 Juli 2019 12:00
Dulu Dihina Guru, Kini Pemuda Itu Jadi Doktor Bergelar PhD
Hinaan itu mengubah hidup Levan Lee

Dream - Marah dan dendam mungkin jadi reaksi yang wajar bagi seseorang yang jadi korban penghinaan. Meskipun tentu sebisa mungkin reaksi ini harus dihindari.

Tetapi, apa yang dilakukan Levan Wee ini justru sebaliknya. Pria asal Singapura ini tidak mendendam dan justru mengucapkan terima kasih pada orang yang telah menghinanya.

Dikutip dari World of Buzz, Levan saat ini menyandang gelar PhD setelah lulus sebagai mahasiswa gelar doktoral filsafat terbaik. Selain itu, dia juga memimpin dua grup band rock tersohor Singapura, Ronin dan Astroninja, sekaligus menjalani profesi sebagai social media strategist.

Semua bermula pada 21 tahun lalu. Dia menjadi korban hinaan gurunya hanya karena Levan seorang albino.

Tetapi, apa yang dia alami tidak menjadikannya pendendam. Levan justru menyampaikan terima kasih lewat surat kepada gurunya.

Sebab, hinaan itu menjadi motivasi bagi Levan untuk melampaui penilaian orang. Meski cara yang dipakai si guru tidaklah tepat.

1 dari 5 halaman

Tulis Surat untuk Sang Guru

Levan mengunggah sejumlah foto berisi surat yang dia kirimkan ke guru penghinanya. Dia juga mendapat perlakuan diskriminatif dari sang guru hanya karena terlahir berbeda.

" Sepucuk surat yang saya kirimkan ke guru tua saya, yang telah memandang rendah saya, pada 21 tahun lalu," tulis Levan.

" Andalah yang menentukan siapa diri Anda, jangan sampai orang lain," tulis dia melanjutkan.

Levan mengatakan sebenarnya dia tidak ingin pamer. Tetapi, khusus untuk gurunya, dia tidak bisa tidak pamer.

" Saya benar-benar ingin menulis surat ini sejak beberapa dekade lalu. Saya pakai gelar 'Dr' saya hanya untuk menimbulkan efek dramatis, tolong jangan panggil saya seperti itu (Doktor)," tulis Levan. 

2 dari 5 halaman

Melampaui Pandangan Sinis

Dalam surat tersebut, Levan ingin menunjukkan pandangan gurunya dalam menilai orang selama ini salah. Dia Juga ingin menunjukkan pada sang guru bahwa kini dia jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Levan mengawali suratnya dengan mengingatkan sang guru tentang kejadian 21 tahun lalu. Kejadian itu telah mengubah hidup Levan.

Intinya, sang guru ternyata memilih Levan sebagai sasaran kemarahan ketika seisi kelas tidak bisa diatur. Lewat amarahnya, guru itu ternyata hendak mendorong Levan untuk berusaha lebih keras agar meraih apa yang tidak bisa didapat oleh teman-temannya.

Levan juga mencatat semua capaian yang sudah diraihnya sejauh ini, yang tidak bisa dicapai oleh gurunya. Levan telah membuktikan kepada orang yang merendahkannya, bahwa pandangan mereka selama ini salah.

Sumber: worldofbuzz.com

3 dari 5 halaman

Dulu Bocah Pemulung, Kini Jadi Mahasiswi Cantik Kampus Ternama

Dream - Akhir Mei lalu jadi momen penuh bangga bagi Sophy Ron. Gadis asal Kamboja ini merayakan kebahagiaan diterima menjadi mahasiswi di University of Melbourne, Australia.

Tidak ada yang menyangka gadis lulusan Trinity College ini dulunya adalah bocah pemulung. Sophy bahkan hampir kehilangan mimpi bisa menempuh pendidikan.

Dikutip dari World of Buzz, Senin 17 Juni 2019, Sophy melewatkan masa kecilnya di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Kota Phnom Penh. Dia bekerja sebagai pemulung sejak kecil hingga berusia 11 tahun.

Sophy Ron

Waktunya habis untuk memungut sampah. Dia hampir tidak punya kesempatan merasakan bangku sekolah.

4 dari 5 halaman

Membanggakan

Berkat Cambodian Children's Fund (CCF), Sophy akhirnya bisa tersenyum bangga. Dia akhirnya bisa mewujudkan mimpi untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya lewat beasiswa dari lembaga donor tersebut.

Dulu, Sophy menghabiskan tujuh hari sepekan untuk duduk dan memilah-pilah sampah. Dia pun terpaksa menghirup asap beracun demi membantu kedua orangtuanya mengumpulkan uang untuk kebutuhan hidup.

Gadis ini dan keluarganya harus bertahan dengan hidup yang keras. Tidak jarang mereka makan makanan sisa yang didapat dari tumpukan sampah.

Sophy Ron

5 dari 5 halaman

Tak Lupa Masa Kecil

Kini, Sophy berdiri dengan bangga di panggung di hadapan teman-temannya. Dia pun memberikan pidato dalam bahasa Inggris yang lancar, berbeda jauh dengan masa lalunya yang menyakitkan.

Meski begitu, Sophy tidak melupakan masa kecilnya. Dia telah kembali ke lingkungannya untuk sementara waktu, merayakan keberhasilan bersama orang-orang sekitarnya, untuk kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Sumber: worldofbuzz.com

Beri Komentar