Mensos Juliari P Batubara (Foto: Merdeka.com)
Dream - Menteri Sosial Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan ini terkait kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) untuk masyarakat terdampak Covid-19 yang berjalan di kementeriannya.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) ini, KPK mendapatkan barang bukti berupa pecahan mata uang rupiah senilai Rp11,9 miliar dan mata uang asing masing-masing US$171.085 dan 23.000 dolar Singapura.
Penangkapan dan penahanan sang menteri membuat masyarakat merasa kecewa. Apalagi saat mereka membandingkan kehidupan para rekan menteri di sejumlah kementerian pemilik 'proyek basah' namun tetap hidup sederhana.
Beberapa enteri bahkan hidup di dalam rumah yang begitu reot. Bahkan, ada yang dijuluki sebagai 'Menteri Termiskin'. Penasaran siapa sajakah Menteri 'Proyek Basah' yang tetap hidup sederhana tersebut? Berikut ulasannya.
Menteri pertama yang hidup sederhana meski memiliki banyak 'Proyek Basah' adalah Sutami. Beliau adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.
Sutami juga menjadi salah satu sosok yang paling dikagumi. Bahkan saking sederhananya kehidupan beliau, Sutami dijuluki sebagai 'Menteri Termiskin'. Perangainya yang mengagumkan membuat dirinya banyak dihormati oleh orang-orang.
Tidak tanggung-tanggung, saat itu Sutami juga sangat disayang oleh Presiden Soekarno dan Soeharto. Sutami menjabat sebagai Menteri sekitar 14 tahun sejak 1965-1978. Beragam proyek berhasil dibangun olehnya seperti Gedung DPR, Jembatan Semanggi, Waduk Jatiluhur dan Bandara Ngurah Rai.
Seperti yang dilihat, banyak proyek besar yang dipimpinnya kala itu. Di mana proyek-proyek tersebut mampu menjadi lahan basah jika ingin dikorupsi. Alih-alih tergiur, Sutami justru enggan untuk melakukannya dan memilih hidup begitu sederhana.
Di posisi Menteri hebat lainnya ada sosok Menteri Luar Negeri ke-3 Republik Indonesia, H. Agus Salim. Kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia membuat beliau sempat ditangkap serta diasingkan Belanda.
Agus Salim dikenal sebagai sosok yang cerdik, pintar dan mampu menguasai sedikitnya 9 bahasa. Meski begitu, Agus tidak silau akan harta. Bahkan, sebagai tokoh Sarikat Islam dan mantan anggota dewan juga, Agus Salim seharusnya hidup layak.
Namun tidak, Agus Salim hanya tinggal di sebuah rumah sangat sederhana yang berada di sebuah gang di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Memutuskan pindah ke Gang Toapekong, rumah Agus Salim lagi dan lagi sangat sederhana. Di ruang depan hanya ada meja serta kursi saja, sisanya kosong melompong.
Belum berhenti di sana, Agus Salim dan keluarga kemudian pindah menumpang di Jatinegara. Mereka tinggal berjejal dalam sebuah kamar. Lalu, pindah lagi ke Bogor dan sempat tinggal di Gang Lontar I.
Berikutnya ada Menteri Penerangan tahun 1946 & Perdana Menteri pada tahun 1950-1951, Mohammad Natsir.
Sebagai seseorang yang pernah menjabat dudukan tinggi, M. Natsir, hidup begitu sederhana.
Dikatakan pula jika Mohammad Natsir sampai kesulitan membeli rumah. Bahkan, selama menjadi Menteri bertahun-tahun, Natsir harus menumpang hidup di paviliun sahabatnya, Prawoto Mangkusaswito, di kampung Bali, Tanah Abang.
Kala pemerintah Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, Natsir lagi dan lagi menumpang hidup. Kali ini M. Natsir menumpang di paviliun milik keluarga Agus Salim.
Pada tahun 1946 akhir, barulah pemerintah memberikan rumah dinas untuk Mohammad Natsir. Rumah tersebut berada di Jalan Rawa, Jakarta Pusat. Inilah untuk pertama kali, Natsir dan keluarga tidak perlu menumpang hidup kembali.