Hijab, Urat Nadi Catwalk

Reporter : Irma Suryani
Rabu, 16 Maret 2016 20:20
Hijab, Urat Nadi Catwalk
Busana hijab mulai mendominasi catwalk tanah air.

Dream - Dendang musik bernuansa Timur Tengah memecah keheningan ruangan berkapasitas 5 ribu kursi itu. Dari balik layar raksasa satu per satu bermunculan lima model wanita. Berhijab. Ruang Plenary Hall, Jakarta Convention Center, yang awalnya senyap dan temaram itu mendadak hidup.

Suasana remang perlahan menghilang. Paras cantik model hijabers itu pun terlihat. Mereka anggun melantai di atas runway. Sabtu pekan lalu, deretan penonton di pinggir panggung terkesima. Mata mereka menuju satu titik. Busana-busana hijab kelima model. Terdengar bisikan penonton memuji parade gaun yang ditampilkan. Gaun pengantin indah rancangan Oki Setiana Dewi, selebritis yang juga ustazah.

Itulah suasana salah satu sesi peragaan busana Indonesia Fashion Week 2016, pekan lalu. Oki menjadi satu dari puluhan desainer busana hijab yang menampilkan karya di ajang tahunan ini.

“ Desainer hijab yang tampil dalam fashion show ini sekitar 70,” tutur Koordinator acara IFW 2016, Musa Widyamotjdo di lokasi acara pekan lalu.

Seperti yang sudah-sudah. Busana hijab selalu ikut meramaikan fashion show di Tanah Air. Mulai ajang di daerah-daerah, hingga perhelatan beken di Ibukota, semacam Jakarta Fashion Week (JFW) dan IFW ini.

70 Perancang hijab itu menjadi bagian dari 450 desainer yang unjuk karya di catwalk itu. Mereka tampil silih berganti, berjajar dengan berbagai desainer jempolan tanah air, sekaliber Poppy Darsono.

***

Menilik sepuluh tahun silam. Pemandangan di atas catwalk tidak seperti sekarang. Peragaan busana kala itu lebih didominasi oleh pakaian-pakaian 'umum'. Ada yang elegan, rok pendek, seksi, terbuka, tapi tetap trendi dan bergaya. Hijab belum jamak diperagakan di panggung-panggung adibusana.

Dulu juga, banyak orang mengidentikkan hijab dengan stigma 'kampungan'. Tak bisa dipungkiri. Orang memandang busana itu hanya sebagai kain segi empat. Dilipat dan dijadikan kerudung. Penutup kepala.

Itu dulu. Tapi lihat sekarang. Mode busana hijab berkembang pesat. Malah menjadi tren berbusana di kalangan muslimah. Tak cuma sebagai penutup aurat.

Lihat pula etalase hijab. Dulu memang kerap dijajakan para mindring alias tukang kredit jalanan. Tapi sekarang, busana hijab sudah masuk ke mal-mal Ibukota. Dipakai dari jelata hingga kaum elite.

Hijab kian berkibar. Terutama setelah lahir desainer-desainer kenamaan. Mereka tak hanya membawa busana hijab ke panggung nasional. Juga merambah catwalk dunia.

Sebut saja Restu Anggraini, Jenahara, Zaskia Sungkar, dan Dian Pelangi. Mereka telah membawa hijab ke pentas London, Inggris. Selain itu juga ke berbagai catwalk elite dunia, semisal di New York, Amerika Serikat.

Dan mereka bukanlah perancang kacangan. Silakan diingat. Pada akhir 2014, majalah mode Inggris, The Business of Fashion (BoF), mendaulat Dian Pelangi sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia mode muslim. Hijab benar-benar sudah naik kelas.

Dan pada Kamis 10 Maret itu, pengunjung sudah mengular sejak langit Jakarta belum meremang. Padahal pertunjukan busana hijab baru dibuka pukul tujuh malam. Saat matahari sudah ditelan batas langit di barat.

Tua-muda, laki-perempuan, mengular di pintu masuk JCC. Mereka berjubel. Tak sabar menyaksikan busana hijab buatan empat desainer yang tergabung dalam D Element: Zaskia Adya Mecca, Oki Setiana Dewi, Umi Pipik, dan juga Lyra Virna.

***

Ajang seperti IFW inilah tempat para desainer menampilkan karya. “ Kita melakukan kurasi, seleksi, dan edukasi, busana muslim lebih banyak karena memang pada realitasnya saat ini pelaku industri fashion muslim banyak sekali,” kata Musa.

IFW, tambah dia, merupakan media penyaring. Siapa yang konsisten dan berkompeten dalam dunia mode, apapun itu, akan bisa bertahan. “ Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, kita ingin mengangkat hijab menjadi tren busana dunia pada 2020," ucap Musa.

Dan para disainer memang butuh panggung semacam IFW ini. Bukan sekadar pamer karya, dari sinilah bisnis mereka berputar. Itulah yang dituturkan oleh salah satu perancang hijab kenamaan Indonesia, Zenahara.

“ Kita bisa banyak ketemu customer. Ajang seperti ini selain bisa branding, bisa jualan, juga bagus untuk ke depan,” kata pemilik nama asli Nanida Jenahara Nasution ini.

Apa yang dikatakan Jenahara ini bukan bualan belaka. Mari kita lihat contoh transaksi di IFW tahun lalu. Menurut Musa, dalam empat hari, brand hijab Temiko berhasil meraup Rp50 juta.

Sebuah angka yang lumayan dari sebuah booth dalam pameran. Dan pada IFW kali ini, dari 470 booth, 160 di antaranya diisi dengan busana hijab. Bisa diperkirakan berapa uang yang berputar di sana.

Melihat animo masyarakat yang sangat besar pada busana hijab, Jenahara berharap ada ajang fashion show berskala besar yang khusus menampilkan busana muslimah ini. Sehingga, cita-cita menjadikan Indonesia sebagai kiblat mode muslim pada 2020 bisa terwujud.

“ Harus ada, kita lihat bahwa muslim fashion kekuatan di Indonesia kita pelakunya, kita industrinya, kita pemakainnya. Ini sebuah opurtunity. Aku menyadari bahwa ini kekuatannya orang Indonesia. Jadi aku berharap akan fokus yang mengerjakan ajang ini,” tutur Jenahara.

Pada 2013 silam sebenarnya pernah digelar ajang Indonesia Islamic Fashion Fair. Di sana ditampilkan busana hijab dan segala pernik busana muslim lainnya. Namun, setelah itu, tak ada kabar lagi penyelenggaraan ajang itu.

“ Bukannya tidak ada lagi, kebetulan setelah Indonesia Islamic Fashion Fair berakhir akibat beberapa masalah di dalam komitenya, kemudian lahirlah Indonesia International Islamic Fashion 2015,” ujar Musa, yang juga anggota Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) ini.

Ya, busana hijab saat ini memang telah mendapat tempat di dunia mode. Perlulah kiranya dibuatkan ajang khusus untuk menampilkan hijab, seperti yang dikatakan oleh Jenahara itu. Bisnis hijab ibarat urat nadi di segmen ini. Vital dan berkontribusi.

Beri Komentar