Dream - Belasan murid-murid kecil itu berkerumun. Bukan mengerubungi tukang jajanan, bukan juga berebut melihat tontonan. Mereka mengular, mengantre rapi di halaman sekolah. Tapi bukan buat upacara atau menunggu perintah guru.
Murid-murid Sekolah Dasar itu menunggu giliran pinjaman buku. Iya, buku. Tumpukan bahan bacaan yang dibawa oleh seorang pria berkuda. Di bagian kanan dan kiri pelana yang menyelimuti punggung kuda itu terdapat kotak kayu di masing-masing sisinya.
Dan isi kotak kayu itu dikuras oleh bocah-bocah mungil tadi. Mereka semangat memilah bahan bacaan yang disukai. Buku-buku dibagikan. Setiap yang keluar dan masuk dicatat. Rapi.
“ Saya menyukai kuda dan ingin hobi ini bermanfaat bagi masyarakat,” kata pria itu. Tangannya cekatan. Merapikan buku-buku di dalam peti kayu yang tergantung di lambung kuda berbulu putih.
Pria yang sedang sibuk membagikan buku itu adalah Ridwan Sururi. Seperti hari yang sudah-sudah, pagi itu dia berkeliling bersama kuda kesayangan, Luna. Mereka meminjamkan buku kepada murid-murid sekolah.
Ridwan menjalankan “ Kuda Pustaka Gn Slamet” sejak awal tahun lalu. Perpustakaan keliling ini beroperasi tiga kali dalam seminggu. Berkeliling ke sekolah dan juga rumah warga, meminjamkan buku dengan cuma-cuma.
“ Tujuan saya menyebar bacaan, siapa yang mau pinjam saya kasih saja,” ujar Ridwan.
Dan benar saja, perpustakaan keliling yang beredar setiap Selasa, Rabu, dan Kamis, itu selalu dirindu. Tak hanya oleh anak-anak sekolah. Orang dewasa juga turut menunggu. Seolah tak pernah bosan meminjam bacaan dari punggung si Luna.
“ Awalnya anak-anak ini cuma ingin main sama Luna, lama-kelamaan mereka juga akhirnya meminjam buku,” tutur dia.
Dan kini, Ridwan dan Luna tak hanya berkeliling di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, saja. Mereka juga melayani anak-anak sekolah dan warga di dua desa tetangga.
Dari punggung Luna itulah Ridwan menyebar pengetahuan melalui buku bacaan. Menjadi pencerah. Menanamkan harapan kepada anak-anak di kaki Gunung Slamet. Seolah tak pernah lelah menyusuri jalan lereng Gunung Slamet yang naik dan turun.
***
Ridwan semula hanyalah seorang pekatik. Perawat kuda. Dia dititipi tiga ekor kuda oleh juragan yang tinggal jauh. Karena sang empunya jarang datang, saban akhir pekan, kuda-kuda itu disewakan kepada pelancong yang datang ke Agrowisata Serang.
Tapi, hati Ridwan menjadi gundah. Dia berpikir hobi merawat kuda itu tak boleh dinikmati sendiri. Pria 42 tahun itu ingin orang lain turut merasakan manfaat dari hobinya itu.
Ridwan lantas mencurahkan keresahan itu kapada Nirwan Arsuka. Kawan sesama pecinta kuda yang tinggal di Jakarta. Dalam percakapan itu dia mendapat masukan: mendirikan perpustakaan keliling dengan kuda. “ Saya langsung setuju.”
Kata setuju itu bukan tanpa dasar. Ridwan sadar, fasilitas pendidikan di kaki Gunung Slamet itu masih minim. Belum selengkap di kota. Sekolah saja masih satu dua, apalagi perpustakaan.
Tapi sayang, kala itu Ridwan tak punya buku. Sehingga, Nirwan pula yang menyuplai bacaan dari Ibukota. Meski terbatas, sekitar 100 eksemplar. Ketakutan lain juga menghantui. Dia berpikir nasib perpustakaan keliling ini akan berakhir begitu sang pemilik Luna meminta ternak itu.
Dengan keterbatasan dan kecemasan itu, Ridwan terus berkeliling. Dari desa ke desa, sekolah ke sekolah, dan rumah ke rumah. Keuletan ini rupanya membetot hati masyarakat. Kegigihan Ridwan dan Luna menyebar, dari mulut ke mulut.
Kisah Rudwan juga menjalar ke media massa. Sejumlah surat kabar mengangkat profil Ridwan dan Luna. Tak hanya dari dalam, media luar negeri pun datang untuk meliput. Kuda Pustaka Gn Slamet pun semakin dikenal.
Sejak itulah banyak donatur berbondong datang. Menambah koleksi buku yang pada awal 2015 hanya sekitar 100 buah. Mereka bahkan datang dari Singapura hingga Amerika Serikat.
“ Alhamdulillah untuk pasokan buku selalu ada donatur dari kota yang mengirim buku bekas untuk kami,” tutur dia. Dan kini, sudah ada 1.500-an buku di rumah Ridwan yang siap dipinjamkan secara cuma-cuma.
Tak hanya buku, seorang donatur dari Jerman bernama Harmuth, yang tahu kisah Ridwan dari televisi, juga memberi dana hibah. Uang itu dibelikan kuda, yang kemudian diberi nama Germany.
Dengan demikian, dia tak khawatir lagi jika sewaktu-waktu Luna diambil oleh pemiliknya. Sebab, sudah ada Germany yang jadi teman baru. Meski dia sudah punya kuda baru, Ridwan sesekali masih mengajak Luna untuk meminjamkan buku.
“ Rasanya lebih tenang. Sekarang tugas Luna akan diambialih oleh Germany. Meski tak menutup kemungkinan, sekali waktu saya tetap menggunakan Luna karena dia ikon-nya Kuda Pustaka,” tutur Ridwan.
Manfaat Kuda Pustaka Gn Slamet memang dirasakan oleh warga. Mereka senang dan merasa terbantu. Melalui buku-buku itu, warga bisa mencecap ilmu. Memperluas cakrawala wawasan, melebihi pucuk Gunung Slamet.
“ Perpustakaan keliling ini banyak manfaatnya karena kita dapat ilmu, jadi kita nggak perlu jauh-jauh cari ilmu karena datang sendiri ke sini,” tutur Sumiarsih, warga yang memanfaatkan Kuda Pustaka ini.
Dan itulah yang diinginkan Ridwan. Dia ingin anak-anak di desanya berilmu. “ Cukup saya saja yang bodoh, anak-anak di sini jangan,” tutur dia.
***
Perpustakaan keliling yang dirintis Ridwan ini, sangat penting untuk memberantas buta huruf di Indonesia. Apalagi, masyarakat yang masih buta huruf di tanah air jumlahnya masih jutaan.
Lihatlah studi mencengangkan –sekaligus memprihatinkan– yang baru dirilis Central Connecticut State University. Dari 61 negara yang disurvei, Indonesia berada di posisi 60, sebagai negeri dengan tingkat buta huruf tertinggi.
Indonesia hanya satu strip di atas Botswana, negeri antah berantah di Afrika. Data itu diolah dari berbagai sumber, dan juga beberapa indikator, mulai perpustakaan, komputer, sistim pendidikan, dan juga surat kabar.
Sementara, data badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia yang belum melek huruf di Indonesia mencapai 6,4 juta jiwa.
Memberantas buta huruf memang tak cukup dilakukan oleh pemerintah saja. Inisiatif-inisiatif seperti Ridwan ini sangat dibutuhkan negara. Meski –mungkin– dianggap tak berpengaruh signifikan.
Dan untungnya Ridwan tak sendiri. Banyak orang-orang berinisiatif sama. Sebut saja Ustaz Ikun yang mendirikan Saung Ilmu di Dusun Mekarsari, Kelurahan Batu Tritip, Kecamatan Sei Sembilan, Kota Dumai, Provinsi Riau.
Sembari berdakwah agama, Ustaz Ikun menjadikan rumahnya untuk tempat belajar bagi anak-anak dan masyarakat di sana karena sarana pendidikan di wilayah itu masih minim. [Baca selengkapnya: Saung Ilmu Ustaz Ikun]
Lihat pula apa yang dilakukan Sutino, alias Kinong, di Jakarta. Penarik bemo ini menyulap kendaraannya menjadi perpustakaan keliling.
Bemo itu beredar di jalanan seputaran Jakarta Pusat untuk meminjamkan buku kepada anak-anak dan warga kurang beruntung di wilayah pusat kekuasaan Indonesia itu. [Baca selengkapnta: Bemo Pintar Kinong] (Dari berbagai sumber)
Advertisement
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada
4 Komunitas Seru di Bogor, Capoera hingga Anak Jalanan Berprestasi
Resmi Meluncur, Tengok Spesifikasi dan Daftar Harga iPhone 17
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation
Video Sri Mulyani Menangis di Pundak Suami Saat Pegawai Kemenkeu Nyanyikan `Bahasa Kalbu`
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation
Siap-Siap Adu Cepat! Begini Cara Menangin Promo Flash Sale Rp99
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Kisah Influencer dan Mantan CMO Felicia Kawilarang Hadapi Anxiety Disorder
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada