Penjelasan Lengkap Kemenag Soal Pengeras Suara Masjid

Reporter : Okti Nur Alifia
Selasa, 22 Februari 2022 16:00
Penjelasan Lengkap Kemenag Soal Pengeras Suara Masjid
Pengeras suara di masjid telah resmi tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Dream - Kementerian Agama (Kemenag) telah mengeluarkan edaran terkait aturan pengeras suara di masjid dan mushola. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Menteri Agama Republik Indonesia, Menag Yaqut Cholil Qoumas, pun telah menyatakan pernyataannya.

" Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga masyarakat," ujar Menag Yaqut, dikutip dari merdeka.com, Senin 21 Februari 2022.

Sementara itu, Dirjen Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Muhammad Adib, menjelaskan, surat edaran ini ditujukan untuk menjaga syiar. Selain itu, ada aspek sosial yang juga harus dijaga.

" Di sisi lain adalah terkait dengan kohesivitas sosial, dimana kita masyarakatnya heterogen, sangat beragam. Ada perkotaan, pedesaan, ya kita perlu semacam aturan, bisa dipahami dan bisa dilaksanakan dengan tujuan-tujuan bagaimana menjadikan masjid, mushola tempat tempat ibadah yang lain sebagai syiar agama," papar Adib dalam diskusi virtual pada Selasa 22 Februari 2022.

 

1 dari 5 halaman

Pengeras Suara di Masjid Bisa Ditangkap Berbeda

ilustrasi masjid

Adib pun mengatakan instrumen berupa pengeras suara di masjid yang tujuannya mengenalkan ajaran agama, dapat ditangkap berbeda maknanya oleh setiap orang. 

" Tetapi bagaimana suara keras itu disampaikan melalui hati, tentu instrumenmnya sangat banyak," katanya.

Adib menambahkan, khidmat dalam kaitannya mengenalkan agama mempunyai makna yang luas. Sehingga setiap pendakwah di masjid mempunyai banyak cara yang bisa diperkuat dalam rangka syiar Islam.

" Sehingga kita para pendakwah di masjid dan mushola sangat banyak metodologi yang kita bisa perkuat dalam rangka syiar Islam, baik dalam perayaan hari besar Islam, Ramadan dan sebagainya," tuturnya.

 

2 dari 5 halaman

Pengeras Suara Memang Perlu Diatur

ilustrasi masjid

Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni, mengatakan, pengeras suara di masjid memang perlu diatur. Kesyahduan pengeras suara di masjid dapat saja terganggu karena benturan-benturan antar speaker yang menyala.

" Syiarnya tetap jalan tapi bagaimana mengatur tingkat kesyahduan itu berasa kemudian itu dipikirkan hingga perlunya pengaturan pengaturan, ini urgensinya esensinya dari perlunya pengaturan itu," katanya dalam diskusi Kupas Tuntas Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Menurutnya, jauh sebelum SE Menag terkait aturan pengeras suara masjid, Ketua DMI Jusuf Kalla sudah kerap menyoroti fenomena pengeras suara masjid.

" Jauh sebelum surat edaran ini keluar sebenarnya ketua Umum DMI Pak JK di berbagai kesempatan ke daerah kunjungan melantik pimpinan pimpinan wilayah dan ke masjid raya itu selalu menyampaikan pesan fenomena sound system atau speaker luar masjid," ucapnya.

3 dari 5 halaman

Ada 4.000 Masjid di Jakarta

Imam mengatakan, di Jakarta hampir terdapat 4.000 masjid yang masing-masing memiliki 4 speaker di luar. Jika dikali 2, maka ada 16.000 suara dari masjid. Populasi ini menurutnya cukup padat dan dapat menggangu kesyahduan di dalamnya. 

" Dan kepadatan populasi masjid ini mengikuti koloni manusia masyarakat umat Islam juga di situ, jadi suara ini cukup riuh, sehingga kesyahduan suara speaker masjid ini kadang kadang terganggu tidak syahdu lagi karena benturan benturan antar speaker itu," ucapnya.

" Ini populasinya cukup padat, di Jakarta ini saja hampir 4.000, dan 4.000 masjid ini suaranya bukan 4.000, karena speaker luarnya 4 biji, kali 4 itu 16.000 kira kira suaranya, jadi padat," sambungnya.

 

4 dari 5 halaman

Benturan Antara Pengeras Suara dapat Jadi Masalah

Menurut Imam, benturan suara speaker bukan hanya terdengar di angkasa. Tetapi, di setiap audio-audio orang yang bertelinga dan bisa menjadi bermasalah. Sehingga, DMI merasa pengeras suara di masjid memang perlu di atur.

Aturan ini bukan karena soal harmoni atau heterogenitas dari masyarakat, melainkan umat Islam itu sendiri yang harus mereka perhatikan.

" Jadi karena itu apa yang dipikirkan Pak JK bukan karena soal harmoni atau heterogenitas dari masyarakat yang macam-macam ini, tapi lebih dari itu umat Islam sendiri merasa mesti ini perlu kita perhatikan," ucapnya.

 

5 dari 5 halaman

Isi Surat Edaran Menag

1. Umum

a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.

b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:

1) mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian AlQur’an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;

2) menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan

3) menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.

2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara

a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;

b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;

c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan

d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

3. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara

a. Waktu Salat:

1) Subuh:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan

b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.

3) Jumat:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.

b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.

c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:

1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;

2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.

3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;

4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan

5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.

4. Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:

a. bagus atau tidak sumbang; dan

b. pelafazan secara baik dan benar.

5. Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.

b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.

Sumber: Merdeka.com

 

Beri Komentar