Hasil Uji 62 dari 64 Suspek Virus Corona Dipastikan Negatif

Reporter : Ahmad Baiquni
Selasa, 11 Februari 2020 15:01
Hasil Uji 62 dari 64 Suspek Virus Corona Dipastikan Negatif
Pemeriksaan dilakukan di tiga laboratorium berstandar BSL.

Dream - Kementerian Kesehatan memastikan 62 dari 64 pasien diduga terpapar virus corona menunjukan hasil negatif atau bebas dari penyakit tersebut. Sementara dua orang lainnya masih haru menunggu hasil penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenkes.

Data tersebut dikeluarkan Kemenkes dari hasil penelitian termukathir per 10 Februari 2020 pukul 18.00 WIB.

Sesditjen P2P Kemkes, dr Achmad Yurianto, mengatakan kementerian telah berkoordinasi dengan tiga institusi dalam menjalankan pengujian ini. Menurut dia, sampel yang digunakan bukanlah darah.

" Perlu dipahami memeriksa virus tidak sama dengan memeriksa golongan darah karena spesimen yang akan kita periksa adalah mukosa atau lendir saluran napas, bukan darah dan bukan urine," ujar Yurianto, dikutip dari Liputan6.com.

Yurianto mengatakan pemeriksaan yang seusai dengan standar WHO membutuhkan fasilitas laboratorium bersertifikasi biosafety (BSL) level 2 dan 3. Sejauh ini, terdapat tiga laboratorium di Indonesia yang telah mengantongi sertifikasi tersebut yaitu di Pusat Penyakit Tropis Universitas Airlangga Surabaya, Balitbangkes, serta Lembaga Eijkman Jakarta.

" Hanya di tempat inilah pemeriksaan dapat dilakukan," kata dia.

1 dari 5 halaman

Pakai Mesin PCR

Selanjutnya, Yurianto mengatakan sampel yang digunakan berasal dari 28 rumah sakit di 16 provinsi di Indonesia. Rinciannya, DKI Jakarta 14, Bali 11, Jawa Tengah 7, Jawa Barat 6, Jawa Timur 6, Banten 4, Sulawesi Utara 4, Yogyakarta 3, Kalimantan Timur 2, Jambi 1, Papua Barat 1, NTB 1, Kepri 1, Bengkulu 1, Kalimantan barat 1, dan Sulawesi Utara 1.

Sampel-sampel tersebut diuji menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dapat mendeteksi langsung virus corona. Mesin ini resmi digunakan di Indonesia sejak Januari lalu.

Metode yang dijalankan yaitu mengekstraksi RNA lebih dulu, lalu ditambahkan reagen tertentu. Lalu, sampel dimasukkan ke mesin PCR selama kurang lebih 2 jam.

" Total waktu satu hari untuk memeriksa itu," kata Yurianto.

(Sah, Sumber: Liputan6.com/Lizsa Egeham)

2 dari 5 halaman

Harga Masker di Indonesia Tak Masuk Akal Disorot Media Asing

Dream - Wabah virus corona menimbulkan kekhawatiran di banyak negara. Demikian pula dengan Indonesia.

Masyarakat pun merespons wabah yang merebak di Wuhan, China, dan mulai menyebar ke sejumlah negara itu dengan melakukan upaya antisipasi, seperti mengenakan masker. Dampaknya, pasokan masker di pasaran, khususnya untuk jenis N95, semakin menipis karena banyaknya permintaan.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh sejumlah pedagang untuk meraup keuntungan tak wajar. Fakta tersebut bahkan menjadi sorotan media asing.

Straits Times menurunkan laporan mengenai ketidakwajaran harga jual masker di Indonesia dengan tajuk " Coronavirus: Price of a box of N95 masks cost more than a gram of gold in Indonesia" . Media berbasis di Singapura ini menyebut masker N95 dijual dengan harga yang tidak masuk akal.

" Harga satu kardus N95 berisi 20 masker di Pasar Pramuka, yang merupakan pasar jual beli bahan farmasi dan obat-obatan terbesar di Jakarta, telah meningkat tujuh kali lipat menjadi Rp1,5 juta," demikian laporan tersebut. 

Media tersebut menyatakan harga itu jauh lebih mahal dari emas ukuran 1 gram. Di Indonesia, rata-rata emas 1 gram dijual pada kisaran Rp750 ribu hingga Rp800 ribu.

3 dari 5 halaman

Lonjakan Harga Tak Wajar

Lonjakan harga terjadi di tengah kasus mewabahnya virus corona yang awalnya muncul di Wuhan, China. Padahal, belum ada satupun kasus pasien terjangkiti virus corona di Indonesia.

Permintaan akan masker meningkat tajam. Banyak toko obat dan apotek sampai kehabisan stok masker.

Lonjakan harga juga terjadi pada masker biasa. Saat ini, harga satu kotak berisi 50 masker mencapai Rp275 ribu sedangkan normalnya dijual Rp30 ribu.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keras pemerintah lantaran tidak melakukan apa-apa terkait masalah ini. YLKI juga meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar penyelidikan terkait kenaikan harga masker yang tidak wajar tersebut.

" Kami meminta KPPU dan polisi mengambil tindakan tegas untuk menghentikan pihak manapun yang bertindak tidak bertanggung jawab," kata Ketua YLKI, Sudaryatmo.

Dia mengatakan pemerintah seharusnya menetapkan harga jual tertinggi sebesar 30 persen dari harga normal. Selain itu, juga menjatuhkan sanksi jika terdapat penjualan dengan harga di atasnya.

4 dari 5 halaman

Riset Harvard Sebut Virus Corona Telah Masuk Indonesia, Ini Kata Kemenkes

Dream - Kepala Badan Litbang Kesehatan Kemenkes Siswanto, mengaku sudah membaca hasil penelitian ilmuwan Universitas Harvard yang menduha virus Corona telah masuk ke Indonesia, namun tidak terdeteksi.

" Saya sudah baca penelitiannya," kata siswanto, dikutip dari Merdeka.com, Senin 10 Februari 2020.

Menurut dia, penelitian tersebut menggunakan model matematik melalui volume penerbangan antara Wuhan dan 26 negara lainnya.

Model itu dipakai untuk memprediksi dinamika penyebaran virus novel Corona berdasarkan seberapa besar orang lalu lalang. Sehingga, kata Siswanto, kalkulasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya.

Apabila mengikuti model penelitian Harvard itu, tambah Siswanto, seharusnya sudah ada enam hingga tujuh kasus virus corona di Indonesia.

Meski demikian, kabar itu belum terbukti kebenarannya. " Kami sudah teliti dengan benar. Itu prediksi saja," ucap Siswanto.

5 dari 5 halaman

Cuaca Berpengaruh

Harvard University menganalisis jumlah penumpang yang terbang dari Wuhan ke destinasi-destinasi di seluruh dunia. Studi tersebut menemukan bahwa jumlah kasus virus Corona yang teridentifikasi di Indonesia maupun di Kamboja angkanya di bawah perkiraan.

Kecepatan persebaran virus corona juga diduga memiliki keterkaitan dengan kondisi iklim suatu negara. Ada anggapan bahwa pola seasonal virus novel Corona bisa jadi serupa dengan infeksi influensa dan SARS. Kedua kasus tersebut turun drastis pada Mei ketika suhu cuaca di China menghangat.

Pada negara-negara dengan suhu serupa China dan AS, musim flu biasanya mulai Desember dan mencapai puncaknya pada Januari atau Februari dan menurun setelahnya. SARS berakhir pada 2003 ketika musim panas utara muncul.

Sumber: Merdeka.com

Beri Komentar