Mereka Muslim

Reporter : Eko Huda S
Rabu, 18 Mei 2016 22:37
Mereka Muslim
Mereka Muslim inspiratif yang menjadi pemimpin di Eropa.

Dream - " Terima kasih London," menjadi salam pembuka pidato pertama Sadiq Khan sebagai Walikota London. Pria keturunan imigran Pakistan yang kerap mendapat olok-olok rasial sejak kecil itu tak pernah membayangkan, bisa memimpin kota terbaik dunia itu. Kota yang dipilih almarhum ayahnya untuk hidup. Bersama keluarga dan mencari nafkah sebagai sopir bus.

" Ayah saya pasti sangat bangga jika mengetahui, kota yang dengan penuh hormat dia sebut rumah itu kini telah memilih salah seorang anaknya menjadi walikota," Khan sedikit berkaca-kaca.

Semua diam. Menyimak. Riuh tepuk tangan telah lama padam. Aula berisi ratusan orang itu senyap. Hanya gemertak tombol kamera yang menyela sambutan itu. Semua mata terus menyorot pria yang terus dihujani kerlap lampu blizt ini.

Tak lebih dari lima menit, pidato pertama usai pelantikan itu menyihir hampir semua hadirin di Balaikota. Dan dunia.

Khan dilantik sebagai walikota London pada 6 Mei lalu. Dalam pemilihan, jago Partai Buruh ini meraup 57 persen suara. Melibas calon Partai Konservatif, Zac Goldsmith, dengan 43 persen suara.

“ Dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada tiap warga London karena membuat yang tidak mungkin, menjadi mungkin hari ini,” tambah politisi yang pernah menjadi pemimpin lembaga masyarakat Liberty ini.
***
Isi pidato Khan itu tidaklah berlebihan. Kemenangan ini di luar dugaan banyak orang. Semula, dia bukan kandidat yang diunggulkan. Underdog.

Wajar saja jika Khan tak masuk hitungan. Sebab, saat ini Partai Konservatif menjadi penguasa Inggris. Bukan Partai Buruh. Sehingga wajar jika Goldsmith lebih diunggulkan ketimbang Khan.

Belum lagi latar Khan. Dia berasal dari klompok minoritas. Orangtua imigran asal Pakistan dari kalangan mengengah-bawah. Sang ibu hanya penjahit biasa.

Muslim, keyakinan Khan, juga minoritas. Menurut sensus tahun 2011, dari 8,1 juta penduduk, hanya 1 juta pemeluk Islam. Atau sekitar 12,39 persen dari populasi.

Dengan latar ini, Khan diprediksi sulit menang. Apalagi, selama masa kampanye kaum Konservatif terus memainkan isu ekstremisme. Menyerang Khan dengan Islamophobia. Menggoreng kecurigaan pada Islam.
***
Namun, Khan adalah sosok cerdas. Tak termakan serangan lawan. Pria kelahiran Tooting, London Selatan, ini menghadapi intrik-intrik politik itu dengan sabar.

Lulusan Fakultas Hukum University of North London ini tak ambil pusing dengan isu rasial. Dia memilih mendekati para pemilih dengan program-program yang memang diperlukan oleh kota.

Sebagai politisi kawakan, Khan tahu betul apa yang dibutuhkan warga. Kehidupan semasa kecil, tinggal di rumah subsidi, benar-benar menjadi pelajaran hidup. Dia masukkan pengalaman itu di program kampanye.

Khan berjanji menurunkan ongkos sewa rumah bagi warga kecil. Di sektor transportasi, berjanji tak akan menaikkan tarif angkutan umum selama empat tahun ke depan.

Program-program nyata inilah yang dipakai Khan menjawab kampanye lawan. Dia lebih memilih menyelamatkan warga jelata London daripada sibuk berkutat menangkal isu agama.

Hasilnya nyata. Program-program yang diusung mampu meluluhkan hati warga London. Setidaknya, mampu menarik 1,3 juta pemilih untuk mendukungnya, dan menang!

“ Saya sangat bangga bahwa London hari ini memilih harapan daripada ketakutan dan persatuan daripada perpecahan,” ujar Khan yang juga pernah duduk di kursi parlemen Tooting pada 2005 itu.

***
Sukses Khan ini menambah deretan Muslim yang jadi pemimpin di Eropa. Mari terbang ke Rotterdam, Belanda. Di sana juga ada pria Muslim yang duduk di kursi walikota. Memimpin warga. Dia adalah Ahmed Aboutaleb.

Sama seperti Khan, Aboutaleb juga berasal dari keluarga miskin. Hidup di Maroko selama 15 tahun, dia ikut orangtua mengadu nasib ke negeri Kincir Angin. Rotterdam menjadi tujuan.

Karena keuletan, dia menuai sukses. Pendidikan cemerlang. Karier politik yang digeluti juga sukses. Pada 2009, dia terpilih menjadi walikota Rotterdam, kota majemuk yang rawan gesekan.

Di kota itu, Aboutaleb dikenal sebagai pemimpin yang merakyat. Dia datangi warga. Menyerap aspirasi mereka. Dia menjadi pemimpin bagi semua golongan. Tanpa membedakan.

“ Pekerjaan saya adalah menjadi walikota bagi pengusaha Belanda hingga anak Suriname yang hanya belajar untuk bisa mencari nafkah,” kata Aboutaleb.

Ya, meski minoritas, Aboutaleb mampu menjadi pengayom. Tak hanya sebagai pelindung bagi kaum minoritas, tapi juga sebagai panutan bagi mereka yang berdaya.

Kembali ke Inggris, seorang Muslim juga dipercaya menjadi “ imam” pasukan negeri Ratu Elizabeth ini. Namanya Asim Hafiz. Dari pria inilah Inggris bertumpu untuk membina mental tentaranya.

Bertahun-tahun tugas di Afghanistan, dedikasinya tak diragukan lagi. Penghafal Alquran ini bahkan mendapat Orders of the British Empire (OBE). Penghargaan yang diberikan Kerajaan Britania Raya untuk mereka yang berjasa di bidang kemiliteran.

Khan, Aboutaleb, dan Asim, telah membuktikan mereka mampu berperan dalam membangun masyarakat meski hidup sebagai minoritas, dan bahkan tertekan.

Seperti pidato Sadiq Khan, mereka lebih memberikan harapan daripada ketakutan.

Beri Komentar