Polemik Ucapan Natal Kembali Mencuat, Ini Penjelasan Muhammadiyah Soal Hukumnya

Reporter : Ahmad Baiquni
Jumat, 24 Desember 2021 18:13
Polemik Ucapan Natal Kembali Mencuat, Ini Penjelasan Muhammadiyah Soal Hukumnya
Persoalan ini harus dipandang apakah sebatas muamalah atau berkaitan dengan akidah.

Dream - Perdebatan ucapan selamat natal selalu muncul setiap akhir tahun. Masing-masing keras berpegang pada dasarnya dalam memandang persoalan ini.

Di satu sisi, ada sekelompok Muslim memandang terlarang mengucapkan selamat hari natal kepada umat Kristiani. Sementara sebagiannya lainnya menganggap hal itu tidaklah masalah.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid, punya penjelasan menarik soal polemik ini. Menurut dia, para ulama sejak dulu sudah berbeda pendapat mengenai hal ini disebabkan ijtihad masing-masing dalam memahami generalitas atau keumuman ayat atau hadis.

Perbedaan pendapat dalam menghukumi ucapan selamat hari natal dilatarbelakangi beberapa sebab. Menurut dia, ini lebih pada bagaimana seorang ulama menempatkan persoalan tersebut.

" Bisa dilihat dari penempatan persoalan ini adalah apakah mengucapkan selamat hari natal itu bagian dari persoalan keseharian belaka atau muamalah, atau apakah berkaitan dengan akidah," ujar Wawan.

 

1 dari 2 halaman

Beda Penafsiran Ulama

Menurut Wawan, ulama yang melarang mengucapkan selamat hari natal mendasarkan pendapatnya pada tafsir Surat Maryam ayat 23-26. Ayat-ayat itu berisi riwayat saat Jibril memerintahkan Maryam yang melahirkan Isa meraih pangkal pohon kurma lalu mengambil buahnya.

Hadirnya buah kurma menjadi isyarat kelahiran Isa tidak terjadi di musim gugur yang biasa terjadi di akhir tahun. Sehingga, tanggal 25 Desember bukan hari kelahiran Isa.

Sedangkan ulama yang membolehkan ucapan selamat hari natal mendasarkan pandangannya pada tafsir Surat Al Mumtahanah ayat 8. Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang perbuatan baik kepada orang-orang yang tidak memerangi umat Islam.

Mengucapkan selamat natal termasuk salah satu perbuatan baik kepada non-Muslim. Sehingga perbuatan tersebut dibolehkan untuk dilakukan.

" Adanya perbedaan ini menunjukkan adanya keragaman pemahaman akan nash, teksnya sama, ayatnya sama, bagi kelompok yang membolehkan (ucapan selamat natal) QS. Al Mumtahanah ayat 8 itu digunakan, tapi bagi yang mengharamkan tidak mendasarkan pada Al Mumtahanah ayat," kata dia.

 

2 dari 2 halaman

Soal Fatwa Muhammadiyah

Wawan juga menerangkan fatwa di lingkungan Muhammadiyah terkait persoalan ini. Menurut dia, dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid II, Majelis Tarjid berfatwa dengan menyarankan seorang Muslim tidak mengucapkan selamat hari natal.

Sementara Fatwa Tarjih yang dimuat di majalah Suara Muhammadiyah Nomor 5 Tahun 2020 menyebutkan bolehnya seorang Muslim membantu atasan di kantor mempersiapkan kebutuhan perayaan natal seperti penyediaan kursi, pemasangan ornamen dan lain sebagainya.

Dari dua fatwa ini, Wawan berkesimpulan hukum pengucapan selamat hari natal termasuk ke dalam persoalan muamalah. Pelaksanaannya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang menyertai.

Perbedaan fatwa ini, kata Wawan, dapat dilihat sebagai kompromi atau al jam'u wat taufiq. Hal ini didasarkan pada konteks situasi yang terjadi. Jika dalam suatu kondisi yang diperlukan toleransi, maka mengucap selamat hari natal dibolehkan. 

" Kalau ada yang bertanya, kok bisa berbeda? Ya karena situasi yang menuntut untuk adanya perbedaan," kata dia, dikutip dari Muhammadiyah.or.id.

Beri Komentar