Dream - Lelaki renta itu melaju pelan. Menuntun sepeda butut. Menyusuri jalanan. Pada bagian setang, tergantung tiga kantong plastik berukuran besar. Berisi nasi bungkus. Penuh.
Di setiap sudut kampung, kakek itu berhenti. Membuka kantong plastik, mengulurkan isinya pada sejumlah orang. Semua gratis. Lelaki yang sekujur rambutnya sudah memutih itu tak minta imbalan.
Kakek itu adalah Mbah Asrori. Pria dermawan asal Semarang. Dia tengah membagi-bagikan nasi bungkus. Pemulung, tukang becak, dan orang-orang tak mampu lainnya, biasa menerima uluran tangannya. Saban Jumat.
“ Saya hanya bersedekah, beribadah kepada Allah. Menabung untuk akhirat,” tutur Mbah Asrori.
Kakek tiga anak ini bukanlah jutawan. Lihat saja tampilannya. Membawa kantong plastik kresek. Berbaju koko dan berpeci seperti orang kebanyakan. Berkalung surban dan bersarung. Tak jauh beda dengan orang-orang yang dia bantu.
Harta Mbah Asrori memang tak melimpah. Bahkan hidup pas-pasan. Upah Rp 800 ribu sebagai penopang. Itupun dia sisihkan. Membeli 150 nasi bungkus untuk sedekah Jumat. Empat kali dalam seminggu.
“ Saya hanya menolong orang yang tidak punya,” kata kakek 10 cucu ini. Meski demikian dia ikhlas. Tak mengharap imbalan apa-apa. Kecuali ridha Tuhan.
Kebiasaan sedekah Mbah Asrori bermula saat melihat kegigihan tetangga. Janda pembuat nasi bungkus yang gigih berjuang menghidupi anak-anaknya. Semangat itu membuat hati Mbah Asrori tergerak. Membeli nasi sang janda untuk dhuafa.
“ Saya nggak takut kehabisan harta. Rezeki Allah yang memberi, di mana-mana,” ujar kakek yang memiliki lima buyut ini.
Meski mendermakan sebagian harta, Mbah Asrori masih bisa menabung. Beberapa tahun lalu, dia bisa ke Tanah Suci. Menunaikan ibadah haji. Mungkin harta Mbah Asrori tak seberapa, tapi amalnya sungguh luar biasa. [Baca selengkapnya: Si `Raja Sedekah` Itu Bukan Jutawan]
***
Mbah Asrori hanya satu di antara orang-orang jelata yang tak segan berderma. Di muka Bumi ini, mungkin ada ribuan orang seperti dia. Tak sayang harta. Sedekah untuk mereka yang lebih membutuhkan.
Dengarlah kisah Liu Shenglan. Kakek 93 tahun asal Shandong, China, ini hanyalah pemulung. Pekerjaan itu sudah dia lakoni selama 20 tahun. Selama itu pula dia telah membiayai 100 lebih mahasiswa hingga lulus perguruan tinggi.
Uang 100.000 Yuan atau sekitar Rp 200 juta telah dia sedekahkan untuk mahasiswa kurang mampu itu. Dan bulan lalu, Liu wafat. Dia memang tak memberi warisan harta benda. Namun, tmeninggalkan ilmu buat orang-orang di sekitarnya.
Kedermawanan Liu menjadi inspirasi. Sekitar 700 organisasi dan 500 ribu relawan di China meniru aksi sedekah itu. [Baca selengkapnya: Lui Shenglan, Kedermawan Si Pemungut Sampah]
Baca pula kisah Albert Lexie. Tukang semir sepatu berusia 71 tahun ini menyumbang US$ 200 ribu atau sekitar Rp 2,7 miliah untuk rumah sakit anak-anak. Uang itu disisihkan dari pekerjaannya sebagai tukang semir, yang dia jalani sejak berusia 15 tahun. [Baca selengkapnya: Amal si Tukang Semir]
Mbah Asrori, Liu Shenglan, dan Albert Lexie, telah memberi inspirasi bagi banyak orang. Bersedekah tak harus menunggu kaya.
Momen Keseruan Dreamitie di Citra #GlowingBebasKusamRace & Community Gathering
10 Adu Mewah Rumah Fuji VS Thariq Halilintar, Sama-Sama Mirip Istana, Punya Siapa Lebih Megah?
Munculnya Perempuan Al-Mutabarrijat Jadi Tanda Kiamat Makin Dekat, Siapakah Dia?
Tak Terduga! 10 Artis Nonmuslim ini Ikut Puasa di Bulan Ramadan, Ada Jessica Jane & Mahalini
9 Gambaran Bidadari Surga yang Dijelaskan dalam Al-Quran, Seperti Apakah Mereka?
Potret Hubungan Sebenarnya Okie Agustina dan Adelia Istri Pasha Ungu yang Jarang Tersorot