Foto : Shutterstock
Dream - Salah satu surah dalam Al-Qur’an adalah surah Al-‘Adiyat. Surah Al-'Adiyat terdiri atas 11 ayat dan tergolong sebagai surah makkiyah. Surah ini diturunkan setelah surah Al-'Asr. Nama Al-'Adiyat diambil dari kata Al-'Adiyat pada ayat yang pertama yang artinya kuda yang berlari kencang. Nama ini diambil dari ayat pertama yang Allah bersumpah dengannya. Surat ini tidak memiliki nama lain.
BACA JUGA: Hewan Yang Memiliki Keistmewaan Disebutkan Dalam Al-Qur'an
Mayoritas ulama berpendapat bahwa surat ini termasuk surat Makkiyah. Bahkan disebutkan, Surat Al Adiyat merupakan surat ke-13 yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni turun setelah Surat Al Ashr dan sebelum Surat Al Kautsar.
Sedangkan secara urutan mushaf, ia merupakan surat ke-100. Yakni setelah Surat Al Zalzalah. Jika surat Al Zalzalah diakhiri dengan balasan atas setiap kebaikan dan keburukan, surat Al Adiyat menjelaskan apa yang mengantarkan pada amal-amal buruk tersebut.
Surat Al Adiyat secara umum menggambarkan kerugian kebanyakan manusia pada hari terjadinya zalzalah (kiamat). Yakni mereka yang ingkar kepada nikmat Allah, bakhil karena cinta dunia dan tidak mempersiapkan diri menghadapi akhirat. Nah, berikut bacaan surat Al Adiyat ayat 1 hingga 11 beserta isi kandungannya.
Artinya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.
Surat Al Adiyat ini diawali dengan sumpah Allah. Dia bersumpah dengan kuda perang yang lari kencang tengerah-engah hingga memercikkan api saat kakinya bergesekan dengan batu. Semua itu rela dilakukan kuda demi memenuhi kehendak tuannya. Mengingatkan manusia, mengapa justru mereka ingkar kepada nikmat-nikmat Allah. Mengapa tidak seperti kuda yang siap dikendalikan ke medan perang kapan saja.
Maka manusia diingatkan agar tidak mencintai dunia yang membuat bakhil. Sementara nanti ketika dibangkitkan dari kubur, harta dunia yang dulu dicintainya itu tak memberi manfaat apa-apa. Pada saat itu, ditampakkan segala yang tersembunyi dalam hati. Termasuk betapa besar cintanya kepada dunia. Termasuk betapa besar kebakhilannya.
Manusia diingatkan hari kebangkitan; ada hisab, ada balasan. Dan Allah Maha Mengetahui serta tak ada yang tersembunyi dari-Nya meskipun dirahasiakan rapat-rapat dalam hati.
Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,
Kata al adiyat berasal dari kata ‘adaa – ya’duu yang berarti jauh atau melampaui batas. Dari kata itu muncul berbagai derivasi namun tetap mengandung makna jauh. Misalnya ‘aduw yang artinya musuh. Bermusuhan karena jauhnya hati.
Ada pula al ‘aduw yang artinya berlari cepat. Menempuh jarak jauh dalam waktu singkat. Ada pula ‘udwaan yang artinya agresi. Karena yang melakukannya jauh dari kebenaran dan keadilan.
Secara harfiah, kata al adiyat berarti yang berlari kencang. Kata ini tidak menjelaskan siapa pelakunya. Menurut jumhur ulama termasuk Ibnu Abbas, artinya adalah kuda yang berlari kencang. Namun menurut Ali bin Abu Thalib, al adiyat di ayat ini adalah unta. Ia berhujjah, pada Perang Badar, kaum muslimin mengendarai unta. Hanya ada dua ekor kuda yang dibawa yakni milik Az Zubair dan Al Miqdad.
Sementara yang mayoritas mengartikan kuda berhujjah, sebab sifat-sifat dalam surat ini ada pada kuda, bukan unta. Mulai dari mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga mengeluarkan percikan api. Unta secepat apa pun larinya, ia tak bisa menghasilkan percikan api.
Kata dhabhan berarti dengusan nafas saat berlari. Ibnu Abbas mengatakan, tidak ada binatang yang mengeluarkan dengusan nafas saat berlari kecuali kuda dan anjing.
Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah, maka ia lari dengan kencang dan keluar suara dengus nafasnya.
dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),
Kata al muuriyaat menunjukkan pelaku yang menyalakan api. Dari kata waraa-waryan atau wariya-yarii yang artinya menyalakan api. Kata fa sebelum al muuriyaat menunjukkan bahwa nyala atau percikan api itu merupakan akibat dari berlari kencang.
Kata qadhan berasal dari kata qadaha yang artinya mengeluarkan atau memercikkan. Baik air dari kolam, kuah dari mangkuk maupun api dari batu, ia disebut qadhan jika keluarnya sedikit. Karenanya ayat ini dipahami kuda yang berlari kencang hingga menimbulkan percikan api akibat gesekan kakinya dengan batu.
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini: “ yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya.”
dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,
Kata al mughiirat merupakan bentuk jamak dari al mughiir. Berasal dari kata aghaara yang artinya bercepat-cepat melangkah. Dari situ kemudian makna umumnya menjadi serangan mendadak yang dilakukan dengan mengendarai kuda.
Kata shubhan artinya adalah waktu subuh. Menggambarkan serangan itu cepat dan mendadak waktunya.
“ Yaitu di waktu musuh sedang lengah, lalai atau mengantuk. Angkatan perang itu tiba-tiba datang laksana diturunkan dari langit,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.
Orang yang mengartikan al adiyat dengan unta, menafsirkan ayat ini sebagai berangkat di waktu Subuh dari Muzdalifah ke Mina. Namun pendapat ini tidak sekuat tafsir tentang kuda perang yang juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah.
maka ia menerbangkan debu,
Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debuh beterbangan karenanya.
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.
Kata jam’an digunakan dalam Al Quran untuk menunjuk kelompok besar dan selalu menduga akan mampu meraih kemenangan. Menurut Buya Hamka, artinya adalah kumpulan musuh.
Sebagian mufassir menjelaskan, lima ayat yang dimulai dengan sumpah Allah ini menggambarkan cepatnya kedatangan kiamat. Laksana serangan mendadak pasukan berkuda di pagi hari pada zaman dulu.
Syaikh Adil Muhammad Khalil menjelaskan, sumpah Allah dengan kuda perang dalam lima ayat ini untuk menunjukkan bahwa kuda melakukan itu semua meskipun dengan terengah-engah demi memenuhi kehendak tuannya. Lalu mengapa manusia justru ingkar kepada Allah dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat ridha-Nya?
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
Kata kanuud merupakan bentuk superlatif dari kata kanada yang artinya tandus. Bentuk superlatif ini menggambarkan betapa besar kekufuran dan keingkaran manusia sehingga tidak mau memberikan bantuan sekecil apa pun.
Buya Hamka mengatakan, arti kanuud adalah tidak berterima kasih, melupakan jasa. “ Berapapun nikmat diberikan Allah, ia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu bahkan minta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, yang datang terlebih dahulu dilupakannya.”
Ibnu Katsir menafsirkan, sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya.
dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,
Kata syahiid berasal dari syahida yang artinya menyaksikan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri (mengakui) keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya. Terlihat jelas dari ucapan dan perbuatannya.
dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.
Kata al khair juga punya arti kebaikan. Namun di ayat ini, artinya adalah harta benda. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menegaskan makna ini sebagaimana firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat 180.
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah: 180)
Kata syadiid berasal dari kata syadda yang bisa berarti menguatkan ikatan. Karena ikatannya dengan harta sangat kuat, ia enggan untuk melepaskannya. Ia menjadi sangat bakhil.
Ada dua penafsiran ayat ini. Pertama, sesungguhny manusia itu sangat mencintai harta. Kedua, sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta membuatnya jadi kikir. Ibnu Katsir membenarkan kedua penafsiran ini.
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
Kata bu’tsira awalnya bermakna membolak-balik sesuatu. Kata ini memberi kesan kegelisahan dan ketergesaan. Misalnya membolak-balikkan lemari karena mencari sesuatu. Dalam kubur nanti, dicari dan dibongkar dengan ketergesaan hingga gelisahlah isi hati yang dibongkar.
Menurut Ibnu Katsir, maknanya adalah dikeluarkannya orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. Az Zuhaili juga menafsirkan, orang-orang yang di dalam kubur akan dibangkitkan. Begitu pula Sayyid Qutb dan Buya Hamka.
dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
Kata hushshila memiliki arti memisahkan, mengemukakan atau menghimpun. Kata ash shuduur merupakan bentuk jamak dari ash shadr yang artinya dada. Maknanya adalah hati manusia.
Menurut Ibnu Abbas, maknanya adalah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam hati.
sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.
Kata khabir berasal dari khabar yang artinya pencarian untuk mencapai pengetahuan yang pasti tentang hakikat sesuatu. Jika dipakai sebagai sifat Allah, ia mengandung arti pengetahuan-Nya menyangkut hal-hal yang detil serta tersembunyi, betatapun kecilnya sesuatu dan betapapun tersembunyi, pasti diketahui Allah.
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu turunnya Surat Al Adiyat. Sebagian ulama menyebut bahwa surat yang terdiri dari 11 ayat ini turun sebelum Nabi Saw hijrah. Tetapi sebagian ulama lainnya berpendapat surat Al Adiyat turun setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah.
Pendapat yang menyatakan bahwa surat Al Adiyat adalah Madaniyah karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bazzar, Ibnu Abi Hatim dan Hakim tentang asbabun nuzul ayat 1 surat Al Adiyat.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata Rasulullah Saw mengirim pasukan berkuda. Selama satu bulan tak ada kabar, lantas turunlah surat Al Adiyat. Asbabun Nuzul atau sebab turunnya surat Al Adiyat ini tercantum dalam tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili.
Kemudian secara urutan mushaf, surat Al Adiyat merupakan surat ke-100 yakni setelah surat Al Zalzalah. Apabila surat Al Zalzalah diakhiri dengan balasan atas setiap kebaikan dan keburukan manusia, maka surat Al Adiyat menjelaskan apa yang mengantarkan manusia pada perbuatan buruk.
Secara umum Surat Al Adiyat mengabarkan kerugian manusia pada saat hari kiamat. Manusia akan merugi ketika mereka ingkar dengan nikmat yang Allah Swt berikan, bakhil karena terlalu mencintai dunia, dan tidak menyiapkan bekal (amal kebaikan) untuk akhirat. Mengingat saat manusia mati, hanya amal baiknya yang menjadi teman sejati.
Advertisement
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal