(c) Shutterstock
Manfaat rempah-rempah memang tak terbatas. Bukan hanya dikenal sebagai bumbu masakan, tapi juga punya khasiat kesehatan, dijadikan pewangi, hingga perawatan kecantikan. Dari sekian banyak rempah asli Indonesia, cengkeh dan pala cukup mudah didapatkan, baik di pasar maupun supermarket.
Meski begitu, Sahabat Dream mungkin belum banyak yang tahu, jika Maluku merupakan penghasil cengkeh dan pala sejak ribuan tahun sebelum masehi. Punya nilai tinggi, kedua rempah ini diburu oleh banga Eropa yang rela melakukan pelayaran besar-besaran untuk menguasainya. Seperti apa sejarah di balik cengkeh dan pala? Simak jejak rempahnya berikut ini.
Cengkeh merupakan tanaman asli yang hanya tumbuh di kepulauan Maluku seperti Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Bacan. Disebut-sebut sebagai rempah purba, cengkeh sudah digunakan ribuan tahun sebelum masehi di seluruh dunia, termasuk situs Terqa di Mesopotamia yang menemukan guci berisi cengkeh yang berusia 1700 SM.
Di abad pertengahan atau sekitar 1600 Masehi, cengkeh pun jadi salah satu rempah yang paling populer dan mahal. Bahkan harganya melebihi emas, karena sulitnya mendapatkan rempah beraroma khas ini. Nilainya yang tinggi ini juga dijadikan sebagai alat tukar untuk mendapatkan tekstil, beras, perhiasan hingga kebutuhan hidup lainnya.
Tergiur menjadikan cengkeh sebagai komoditas perdagangan, bangsa Eropa pun berlomba-lomba menemukan Maluku yang dikenal sebagai The Spice Island atau kepulauan rempah. Selain Portugis, bergantian Spanyol, Inggris dan Belanda yang datang dan berusaha menguasai Kepulauan Maluku.
Selama berabad-abad, pala hanya tumbuh di Kepulauan Banda. Awalnya, pala dibawa dan digunakan masyarakat Arab sebagai alat barter di Eropa. Sama dengan cengkeh, nilai ekonomi pala yang cukup tinggi mendorong bangsa Eropa untuk mencari daerah penghasil pala.
Diperebutkan oleh banyak bangsa, Portugis tercatat sebagai bangsa Eropa pertama yang menemukan Pulau Banda dan memonopoli perdagangan pala. Berhasil mempertahankan posisinya selama seabad, VOC ganti menguasai Banda di awal tahun 1600an.
Sejarah kelam pun dialami warga Kepulauan Banda yang diperbudak untuk membudidayakan pala dan menjualnya hanya pada penjajah. Lebih dari 200 tahun, akhirnya monopoli perdagangan pala dan bunga pala yang dilakukan oleh Belanda berakhir seiring dengan dihapusnya perbudakan di seluruh Hindia Belanda.
Hingga saat ini, Maluku masih dikenal sebagai penghasil pala dan cengkeh di dunia. Hal ini membuktikan eksistensi Indonesia dalam pasar rempah dunia, sehingga wajib dilestarikan sebagai warisan bangsa. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggagas program Jalur Rempah.
Platform ini bukan hanya ditujukan untuk menumbuhkan rasa bangga pada jati diri daerah di Indonesia, tapi juga memperkuat jejaring interaksi budaya antar daerah. Selain itu, program ini pun mengusung misi mulia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melestarikan, mengembangkan dan memanfaatkan Jalur Rempah untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Bukan hanya berhenti di sana, Jalur Rempah rencananya juga akan diajukan kepada UNESCO sebagai warisan dunia. Sebanyak 20 titik awal rekonstruksi Jalur Rempah di tanah air, yang tersebar dari Raja Ampat hingga Mandeh pun dipersiapkan. Jika misi mendapatkan pengakuan dari UNESCO ini berhasil, hal ini diharapkan dapat membantu memperkuat posisi dan diplomasi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Temukan informasi selengkapnya soal Jalur Rempah di sini. (eth)
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN