Bikin Rebranding, OJK: Keuangan Syariah Ibarat Bus Rombeng

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Jumat, 3 November 2017 17:15
Bikin Rebranding, OJK: Keuangan Syariah Ibarat Bus Rombeng
Cara ini merupakan upaya untuk meningkatkan keuangan syariah di Indonesia.

Dream – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak pernah berhenti menggenjot keuangan syariah di Indonesia. Upaya terbaru dilakukan OJK dengan mengemas ulang (rebranding) keuangan syariah yang selama ini dikenal masyarakat.

“ Saat ini judulnya (kami) rebranding keuangan syariah,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, di Jakarta, ditulis Jumat 3 November 2017.

Menurut Wimboh ada tiga alasan yang membuat OJK memutuskan mengemas ulang keuangan syariah. Yang pertama, mereka ingin mengembangkan produk keuangan syariah supaya bisa menarik lebih banyak minat masyarakat.

Wimboh mengibaratkan kondisi keuangan syariah di Indonesia seperti sebuah bus namun penumpangnya sedikit.

“ Bus yang rombeng dicat ulang dan tempat duduknya diganti dengan tempat duduk yang nyaman,” kata Wimboh.

Rebranding keuangan syariah juga dilakukan OJK demi menciptakan pelanggan baru keuangan syariah. Untuk menjalankan aktivitas ini, OJK mengaku menyusun sebuah program jangka menengah panjang yang harus segera dipersiapkan

“ Ada satu program yang medium long term yang tak boleh kita lupakan. Kita meng-create nasabah syariah. Upaya ini sangat penting dan harus masif,” kata Wimboh.

Terakhir, OJK berharap upaya rebranding keuangan syariah bisa membuat sistem keuangan Islamini menjangkau masyarakat yang kesulitan mengakses layanan keuangan syariah.

Wimboh mengakui layanan keuangan syariah biasanya hanya hadir di kota-kota besar yang membuat masyarakat yang di luar perkotaa sulit menjangkau layanan keuangan. Tak jarang nasabah yang tak terjangkau ini lari ke lintah darat saat tengah membutuhkan biaya atau modal.

Salah satu langkah yang dilakukan  OJK agar bisa menjangkau masyarakat yang tak bisa menjangkau perbankan ini adalah masuk ke pesantren untuk membuat lembaga keuangan mikro.

“ Kami masuk ke pesantren, kemudian masuk ke masyarakat yang tidak bisa mengakses keuangan,” kata dia.

(Sah)

Beri Komentar