Dream - Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar menyebutkan hingga saat ini, total insinyur dan sarjana teknik di Indonesia diperkirakan mencapai 700 ribu orang. Sayangnya, hanya sekitar 45 persen yang bekerja di bidangnya.
Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, lanjutnya, Indonesia membutuhkan setidaknya 36 ribu atau 40 ribu insinyur setiap tahun, atau keseluruhannya sekitar 120 ribu insinyur dalam 5 tahun ke depan.
“ Itu pun masih kurang dalam memenuhi kebutuhan mendukung pembangunan. Dibutuhkan 120 ribu insinyur lagi ke depan,” ujar Bobby seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Rabu, 20 Mei 2015.
Mengenai banyaknya insinyur yang bekerja di luar bidangnya itu, Bobby menilai permasalahan utamanya karena ketersediaan lapangan pekerjaan dan persaingan paket remunerasi, sehingga lulusan sarjana teknik banyak yang memilih bekerja di luar bidangnya dengan remunerasi yang lebih tinggi.
“ Tapi dengan program pemerintah yang lumayan besar otomatis ini (pembangunan infrastruktur), akan ada supply dan demand yang mana bisa mengangkat paket remunerasi sehingga sejajar dengan bidang lain,” jelas Bobby.
Menurut Bobby, Menristek dan Pendidikan Tinggi Moh. Nasir sudah memahami kekurangan jumlah insinyur baru itu, dan telah mempunyai beberapa strategi program mempercepat untuk penciptaan insinyur baru.
Mengenai pogram pemenuhan kebutuhan insinyur itu, tambah Bobby, terhadap insinyur perlunya pengaktifan sertifikasi profesi insinyur. Dengan cara ini diharapkan insinyur professional bisa diakui di Indonesia.
Selain itu, melalui sistem pendidikan nasional, PII akan mendorong peningkatan jumlah insinyur, dengan menggencarkan sosialisasi terhadap pelajar-pelajar SMA sejak dini.
“ Oleh sebab itu kita mengharapkan ada role model, semacam icon seperti Bung Karno yang mengkreasikan Monas di era beliau, Pak Habibie icon teknologi,” terang Bobby.
Ketua Umum PII itu juga menyampaikan, bahwa saat ini banyak insinyur Indonesia yang bekerja di luar negeri. Bahkan Presiden Jokowi menyebut sekitar 80 insinyur bekerja di Amerika Serikat, disamping banyak sekali insinyur Indonesia yang bekerja di MRT Singapura.
Menurut Bobby, para insinyur Indonesia yang bekerja di luar negeri itu sudah berjanji akan segera kembali ke Indonesia, bila ada kesempatan bekerja di tanah air.
Bobby berharap, pada saat Indonesia mengerjakan proyek-proyek infrastruktur yang besar, para insinyur Indonesia yang berprofesi luar negeri itu, termasuk para insinyur yang bekerja di bidag lain bisa kembali ke jalan yang benar, yaitu menjadi insinyur di tanah air dengan mendukung pembangunan. (Ism)