Kakek Ini Dulunya Seorang CEO Yang Banting Setir Jadi Asisten Penjual. (Foto: World Of Buzz)
Dream - Orang lanjut usia (Lansia) yang pensiun dan mengerjakan pekerjaan kecil adalah hal yang umum terjadi di Thailand. Tujuannya agar membantu meningkatkan harga diri lansia.
Namun Lansia yang satu ini benar-benar mengagumkan. Meski dulu berstatus sebagai CEO sebuah perusahaan, dia tak malu bekerja sebagai asisten penjual.
Dikutip dari World of Buzz, Rabu 22 Januari 2020, seorang pria bernama Palakorn Tesnam berbagi kisah di Facebook tentang pertemuannya dengan seorang kakek berusia 81 tahun. Kakek yang bernama Pracha bekerja sebagai pusat perbelanjaan.
Ketika sedang berbelanja, Palakorn didekati oleh Pracha. Dia ditanya apakah membutuhkan troli belanja. Karena penasaran, pria ini bertanya kepada sang kakek mengapa tetap bekerja pada usia senja.
“ Karena aku masih lapar, jadi tak bisa berhenti bekerja. Setiap detik adalah uang,” kata Pracha.
Dia bersyukur sang manajer mengizinkan lansia itu bekerja di supermarket tersebut.
Bercerita lebih lanjut, Pracha mengatakan dirinya adalah mantan CEO perusahaan. Dikatakan ada 200 karyawan yang bekerja kepadanya.
Sayangnya, perusahaan itu tutup. Di usia yang sudah senja, Pracha menceritakan tak punya teman sejati. Tak ada pula yang mau membantunya saat mengalami kesulitan.
“ Jadi, saya melakukan semuanya sendiri,” kata dia.
Sebelum pergi, Pracha menasihati Palakorn untuk tidak terlalu banyak minum minuman beralkohol dan minuman bersoda. “ Itu yang paling penting. Itu tidak baik bagi kesehatanmu,” kata dia.
Cerita ini menjadi viral di jejaring sosial dan telah dibagikan sebanyak 5.400 kali dan mendapatkan 11 ribu likes.
Dream – Gaji seorang bos perusahaan di Malaysia menggegerkan publik. Bagaimana tidak. Pria yang menjabat posisi CEO di perusahaan itu mendapat penghasilan 71,92 juta ringgit Malaysia, atau sekitar Rp255, 73 miliar per tahun.
Penghasilan itu membuat para pemilik modal gerah. Mereka berusaha untuk mendongkel posisi pria tersebut dari jabatannya.
Dilansir dari World of Buzz, Kamis 19 Juli 2018, CEO bergaji tinggi itu bernama Tan Sri Sharil Shamsuddin. Dia adalah CEO Sapura Energy Bhd, sebuah perusahaan terbesar di Malaysia.
Menurut laporan keuangan perseroan tahun lalu, Shahril menerima gaji sebesar 71,92 juta ringgit atau Rp255,73 miliar setahun. Rata-rata per harinya, Shahril menerima pendapatan 200 ribu ringgit atau Rp711,18 juta.
Penghasilannya sebagai CEO ternyata setara dengan 1,22 persen dari total pendapatan Sapura Energy pada 2017 yang mencapai 5,89 miliar ringgit atau Rp20,94 triliun.
Tingginya penghasilan yang diterima Shahril ternyata membuta investor berusaha melengserkannya dari jabatan CEO. Salah satunya muncul dari investor institusional perusahaan, Employee’s Provident Fund (EPF).
Namun upaya itu tampaknya tak berhasil. Shahril tetap berada di posisinya dan menikmati gaji ratusan juta rupiah per hari karena mendapatkan 82 persen suara di perusahaan pada RUPS 18 Juli 2018.
Shahril juga tercatat sebagai salah satu pemegang saham Sapura Energy dengan kepemilikan mencapai 17,44 persen.
(Sah)
Gaji yang diterima Shahril ini menimbulkan rasa ketidaksukaan. Investor institusional bersama Minority Shareholder Watchdog Group (MSWG), menganggap gaji CEO berlebihan. General Manager MSWG, Lya Rahman, mengatakan paket pembayaran untuk CEO ini terlalu banyak dan terjadi selama bertahun-tahun.
“ Ini pertama kalinya Instutional Investor Council telah mengambil keputusan kolektif untuk melawan pemilihan kembali direksi,” kata Lya.
Tak hanya gaji, Shahril juga mendapatkan insentif lainnya, misalnya bonus 55 juta ringgit (Rp195,57 miliar.
Dream – Semua orang tahu gelar sarjana tidak selalu berpengaruh terhadap kesuksesan orang-orang. Beberapa orang sukses Bill Gates dan Mark Zuckberg, tidak pernah merampungkan kuliahnya.
Apalagi kini, dunia dipenuhi dengan startup dan pekerja yang multitalenta untuk industri. Jadi, kandidat yang memegang gelar pendidikan tinggi tidaklah cukup.
Jadi, mengapa harus repot-repot kuliah selama empat tahun?
Namun, ada orang sukses yang tidak setuju dengan pernyataan ini. Dia adalah Chief Executive Officer Ogilvy and Mather, John Seifert.
Dilansir dari CBNC, Rabu 28 Juni 2017, John telah menghabiskan waktu selama 38 tahun di perusahaan dan itu pun dia tidak punya gelar sarjana.
“ Saya ini mahasiswa D.O dan itu membuat ibu saya sangat kecewa,” kata dia.
Dia mengatakan, generasi muda saat ini lebih siap dan lebih terkualifikasi daripada dirinya. John mencontohkan tahun lalu, banyak perusahaan yang menjaring lebih dari 5 persen sarjana daripada tahun 2015.
Kemudian, pada tahun 2016, 21 persen lulusan sarjana telah menerima pekerjaan sebelum lulus. Angka ini naik dari jumlah sarjana yang diterima pada 2015.
John mengatakan, awalnya, dia bekerja di Ogilvy and Mather sebagai karyawan magang dan dia merasa beruntung. Para mentor di perusahaan itu membantu pria ini untuk belajar. Di perusahaan agensi itu, John mendapatkan lebih banyak hal yang bisa dipelajari daripada di universitas. Dia juga mengaku tidak cocok dengan kehidupan pendidikan.
“ Saya bosan di sekolah dan saya rasa itu juga dialami oleh anak muda lainnya. Yang saya inginkan adalah berada di lingkungan yang berbeda,” kata dia. (ism)
Advertisement
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Fakta-Fakta di Balik Meninggalnya Nandi Juliawan, Pemeran Encuy Preman Pensiun
Kisah-Kisah Ajaib Pestapora 2025: Dari Hujan Dadakan hingga Vokalis yang Nyaris Hilang di Kerumunan!
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan