Dream - Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito menyayangkan, nilai perbandingan antara penerimaan pajak dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (tax ratio) jauh di bawah negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Pihaknya mencatat, pada 2015 tax ratio Indonesia hanya 11,9 persen. Padahal, Thailand sudah mencapai nilai 16,5 persen, Filipina 12, 9 persen, Malaysia 16, 1 persen dan Singapura 14 persen.
“ Tax Ratio kita masih rendah, ini salah siapa?” kata Sigit Priadi Pramudito dalam Diskusi Kepatuhan Wajib Pajak dan Fiskus Ujung Tombak Pemerataan Kesejahteraan Rakyat, Selasa, 11 Agustus 2015.
Menurutnya, selain ada beberapa hambatan di Dirjen Pajak sebagai otoritas pemungut pajak secara nasional, rendahnya perbandingan antara penerimaan pajak dan PDB ini juga dipengaruhi kuat oleh kesadaran masyarakat untuk memenuhi tugasnya sebagai Wajib Pajak.
“ Pajak bukan hanya tugas DJP, tapi masyarakat juga diharapkan sadar karena senjata kita adalah kepatuhan sukarela, sementara kami juga harus selalu mengampanyekan pentingnya pajak,” imbuh Sigit.
Sigit menambahkan, tingkat kesadaran penduduk Indonesia sebagai Wajib Pajak amat memprihatinkan. Dari 254,8 juta penduduk, ada 206,6 juta yang berusia di atas 15 tahun. Selain itu, warga yang memiliki pekerjaan potensial tercatat sebanyak 44,8 juta. Namun, jumlah wajib pajak yang terdaftar di DJP hanya sebanyak 26,8 juta.
Padahal, kata Sigit, peningkatan nilai tax ratio tentu berpengaruh positif terhadap perekonomian nasional. Oleh karenanya, masyarakat harus bersinergi dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah perpajakan.
Secara kelembagaan, Sigit mengaku beberapa kekurangan DJP yakni soal personil pemungut pajak, serta infrastruktur.
“ Kita menyadari sumber daya manusia (SDM) kita kurang, harusnya ada 62.000 pegawai. Itu sudah kita rekomendasikan kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) dan sudah disepakati akan ditambah 4000 pegawai pertahun,” tutur Sigit.
“ Kemudian kantor juga kurang, akhirnya disepakati akan ditambah 10 Kantor Pajak setiap tahun.”
Selain itu, persepsi dan stigma negatif yang melekat dalam diri petugas pemungut pajak dan wajib pajak juga mesti diakhiri. “ Bagi wajib pajak, pemungut pajak itu adalah pemeras. Sedangkan bagi pemungut pajak, wajib pajak adalah pembohong,” seloroh Sigit.
Bila stigma tersebut tidak diakhiri, menurutnya, masalah kepatuhan pajak masih akan terus berlangsung dan pada tingkatan selanjutnya, negara yang akan merugi.
Laporan Kurnia Yunita Rahayu
Advertisement
Komunitas Muda Mudi Surabaya, Peduli Lingkungan Lewat Langkah Kecil Berdampak Nyata
BPKH Setor Rp2,7 Triliun ke Arab Saudi untuk DP Haji 2026
10 Usulan Dewan Pers Soal Perubahan UU tentang Hak Cipta
Arab Saudi Buat Proyek `Sulap` Sampah Jadi Energi Listrik
Video Gempa 7,4 Magnitudo di Filipina yang Peringatan Tsunaminya Sampai Indonesia
Hore! Kebun Binatang Ragunan Kini Bikin Sesi Visit Malam Hari
El Rumi & Syifa Hadju Segera Menikah, Safeea Ternyata Malah Sedih
Viral Kucing Oren Jadi Wisata Baru di Jalan Sudirman Jakarta
Geger Pernikahan di Pacitan dengan Mahar Rp3 Miliar, Ternyata Pengantin Prianya Penipu
18 Selebritas Terkaya di Dunia Tahun 2025, Jumlah Uangnya Bikin Deg-degan
Komunitas Muda Mudi Surabaya, Peduli Lingkungan Lewat Langkah Kecil Berdampak Nyata