Ilustrasi Warunk Upnormal (Shutterstock)
Dream - Warunk Upnormal sedang ramai dibicarakan di media sosial. Sebab beberapa gerainya dikabarkan mulai sepi, bahkan tutup.
Menurut laman resminya, Warunk Upnormal merupakan restoran berkonsep anak muda kekinian dengan menunya seperti Indomie dengan cita rasa beragam. Mereka menuliskan 'Pelopor Indomie Kekinian'.
Selain Indomie, adapula Roti Bakar, Nasi Wagyu, hingga dessert, minuman susu serta kopi dan lainnya.
Namun tak banyak yang tahu bahwa Warunk Upnormal juga masuk dalam portofolio bisnis retail & lifestyle CT Corp milik Chairul Tanjung. Warunk Upnormal yang didirikan pada 2014 merupakan brand milik Cita Rasa Prima Group (CRP Group).
Dikutip dari berbagai sumber, gerai Warunk Upnormal yang telah tutup permanen beberapa diantaranya Semarang, Purwokerto, Gresik, Makassar, Bogor, Tegal, Lampung, Cirebon, Banjarmasin, Jarinagor, serta wilayah lainnya. Manajemen Warunk Upnormal belum mengumumkan gerai mana saja yang sudah tutup permanen.
Namun satu pertanyaan yang muncul, apa penyebab Warunk Upnormal sepi sampai tutup gerai? Menurut Benny Bathara, Chief Investment Strategist Aman Digital, lewat kanal YouTube Bennix, ada tujuh penyebab beberapa gerai Warunk Upnormal tutup.
Faktor harga menjadi penyebab sebagian gerai Warunk Upnormal tutup. Jika dahulu bermodal Rp50 ribu bisa membeli menu mie rebus atau mie goreng untuk dua atau tiga orang. Saat ini yang Rp50 ribu tidak cukup untuk satu orang.
“ Masalah pertama dari produknya. Rasanya tidak enak dan yang kedua harganya mahal,” ungkap Bennix.
Ekspansi kerap dilakukan perusahaan untuk meningkatkan pendapatan bisnisnya, namun Warunk Upnormal dinilai terlalu cepat berekspansi. Sebab modal menyewa tempat juga tidak murah. Apalagi lokasi Warunk Upnormal berada di tempat yang cukup strategis.
Pada tahun 2019, Warunk Upnormal mengoperasikan 85 gerai yang tersebar di 20 kota.
Warunk Upnormal punya market price kalangan anak muda atau sekolah yang belum bekerja. Rentang usianya sekitar 15-25 tahun.
Hal ini berdampak pada pembelian yang berkurang ketika Warunk Upnormal menaikkan harga, bahkan tidak menutup kemungkinan pelanggannya akan makan di tempat lain dengan harga yang relevan.
Tidak dipungkiri pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia berdampak pada sebagian sektor bisnis, termasuk kuliner. Banyak gerai yang tutup bahkan bangkrut, salah satunya beberapa Warunk Upnormal yang tutup.
Jika berkunjung ke Warunk Upnormal, kita akan disajikan dengan bangunan mewah berdesain arsitektur unik. Hal ini tentunya membutuhkan pengeluaran yang tidak sedikit.
Namun berbanding terbalik dengan menu yang dijual seperti Indomie telur, yang memengaruhi pemasukan.
" Ketika sebuah bisnis baru lahir, langsung keluarin budget untuk desain interior sedemikian mahal, budget untuk sewa tempat sedemikian mahal, sementara makanan yang dijual adalah indomie, telur, kornet, kapan akan balik modal? Sehingga jangan heran kalau banyak mitra (investor) dari Upnormal yang tidak happy,” kata Bennix.
Service Warunk Upnormal dinilai belum siap dengan puluhan gerainya. Sementara logistik, supply change, hingga employment training belum tentu siap. Alhasil, layanan Warunk Upnormal menjadi tidak seragam.
Manajemen internal Warunk Upnormal disebut gagal dalam mendengarkan masukan dari bawah karena pendekatannya terlalu Top Down.
Contohnya dari segi penerapan menu, banyak menu yang sebenarnya laku dijual di kota-kota tertentu, namun ketika menu tersebut di take out, secara nasional pun hilang.
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Diterpa Isu Cerai, Ini Perjalanan Cinta Raisa dan Hamish Daud
AMSI Ungkap Ancaman Besar Artificial Intelligence Pada Eksistensi Media