(Michael Thirnbeck/Flickr)
Dream - Kita cenderung mengasosiasikan mumi dengan Mesir Kuno, tapi banyak budaya di seluruh dunia juga mempraktikkan pemakaman dengan cara mumifikasi.
Suku Angga di wilayah Aseki, Papua Nugini adalah salah satu dari mereka. Namun Mumi Angga tidak dibungkus perban dan ditempatkan di makam.
Mereka dibiarkan di tempat terbuka atau di atas tebing yang tinggi, dan sering menghadap desa di mana mereka pernah tinggal.
Salah satu proses yang paling penting dari mumifikasi adalah menghilangkan kandungan air dari tubuh mayat. Seperti diketahui, air membuat tubuh membusuk. Dan tubuh membusuk tidak dapat bertahan lama ketika dilakukan mumifikasi.
Tidak seperti Mesir Kuno yang menutup mayat dengan garam dan campuran rempah-rempah untuk mengeringkan mayat, Suku Angga menggunakan pendekatan yang lebih alami dan langsung - mereka 'mengasap' mayat di atas bara api. (Ism)
Proses Mumifikasi
Klik halaman berikutnya....
Dream - Proses mumifikasi yang rumit dimulai dengan membuka lutut, siku, kaki, dan sendi lainnya. Bambu berongga kemudian dimasukkan ke dalam celah tersebut, termasuk mengeluarkan isi perut.
Mayat-mayat itu kemudian diasap selama lebih dari satu bulan sampai semua cairan tubuh telah menetes dari berbagai luka yang dibuat di dalam tubuh, serta melalui tabung bambu.
Cairan ini dikumpulkan dan dioleskan ke atas tubuh penduduk desa sebagai cara untuk mentransfer kekuatan yang sudah meninggal kepada yang masih hidup.
Beberapa artikel mengklaim bahwa cairan yang tersisa digunakan sebagai minyak goreng, yang tidak hanya menjijikkan dan memuakkan tetapi juga bohong.
Dream - Sebagian besar cerita Mumi Angga didasarkan pada kisah-kisah berlebihan dari salah satu penjelajah Inggris bernama Charles Higginson, yang merupakan orang pertama yang mendokumentasikan laporan tentang mayat diasap pada tahun 1907.
Charles Higginson yang menggambarkan Suku Angga sebagai manusia biadab haus darah, yang dengan rakus menjilati isi perut dari kerabat mereka sendiri selama proses pengasapan.
" Kalau itu yang terjadi, lalu kenapa Suku Angga tidak membuat makanan dari daging Higginson, orang asing yang hidup sendirian dan tak berdaya di tengah-tengah suku haus darah?," kata Ian Lloyd Neubauer, yang melakukan perjalanan ke bagian Papua Nugini dan berbicara kepada orang-orang di sana.
Dream - Kembali ke proses mumifikasi. Setelah tubuh mayat kering, kemudian ditutupi dengan oker, oksida besi yang bentuknya mirip tanah lempung, untuk melindungi sisa-sisa proses mumifikasi dari penjarah dan alam.
Bahkan dalam kondisi terik Papua Nugini, yang biasanya mempercepat pembusukan mayat, proses mumifikasi bekerja dengan sangat baik.
Kebiasaan memakamkan kerabat dengan mumifikasi berakhir pada tahun 1949 ketika para misionaris mulai menyebarkan agama di Aseki.
Mumi yang tersisa sekarang benar-benar dijaga oleh penduduk desa yang secara berkala melakukan restorasi setiap kali anggota tubuh mumi terkulai atau terlihat seperti akan jatuh.
Dream - Penduduk desa akan memberikan penyanggah atau bagian yang terlihat terkulai akan dilem menggunakan getah pohon lokal yang dipanaskan.
Mumi Angga dapat ditemukan di beberapa desa di Aseki. Kebetulan, Suku Angga bukan satu-satunya suku yang mengasap kerabatnya yang meninggal.
Jenis mumifikasi seperti ini juga dilakukan oleh warga Filipina di Kota Kabayan. Mereka dikenal sebagai Mumi Kabayan atau Mumi Api.
(Ism, Sumber: amusingplanet.com)