Sering Marah-Marah Bikin Hipertensi, Mitos atau Fakta?

Reporter : Cynthia Amanda Male
Jumat, 21 Februari 2020 09:47
Sering Marah-Marah Bikin Hipertensi, Mitos atau Fakta?
Ini penjelasan medisnya.

Dream - Orang yang sedang marah seringkali dikaitkan dengan tekanan darah tinggi. Bahkan kita sering mendengar istilah 'dia orangnya darah tinggi` saat melihat seseorang tengah meluapkan emosinya.

Menurut Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Ario Soeryo Kuncoro, persepsi masyarakat mengaitkan darah tinggi dan kemarahan adalah salah kaprah.

" Itu mitos. Orang stres pun tekanan darahnya tinggi. Nggak semua orang yang suka marah-marah itu hipertensi," jelas Ario di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Kamis 20 Februari 2020.

Namun diaui Ario, tekanan darah memang meningkat ketika seseorang dalam kondisi marah. Hal ini juga terjadi ketika sedabf melakukan aktivitas berintensitas tinggi.

" Kalau aktivitas tinggi dan marah, tekanan darah naik tapi bukan hipertensi. Ada juga yang kalem dan santai tapi hipertensi," tambahnya.

 

1 dari 3 halaman

Hipertensi itu Menetap

Dari fenomena tersebut, Ario menegaskan orang yang sering marah tidak bisa dikatakan secara gamblang mengidap hipertensi. Seseorang bisa diklaim mengidap hipertensi jika tekanan darahnya tinggi secara terus menerus.

Marah

" Nggak bisa dibilang secara gamblang bahwa itu hipertensi, karena peningkatan tekanan darah secara sesaat. Hipertensi itu menetap, bukan tekanan darah fluktuatif," ungkap Spesialis Saraf, Amanda Tiksnadi pada kesempatan yang sama.

Selain terjadi saat marah, stres dan beraktivitas, peningkatan tekanan darah terjadi ketika menahan air seni, demam, sakit kepala serta setelah minum kopi.(Sah)

2 dari 3 halaman

Paru-Paru Juga Bisa Terserang Hipertensi, Ini Tanda-tandanya

Dream - Hipertensi identik dengan kondisi tingginya tekanan darah. Biasanya diketahui setelah pemeriksaan menggunakan alat khusus. Tapi tahukah Sahabat Dream jika hipertensi tak selalu berkaitan dengan darah.

Rupanya hidpertensi tak hanya terjadi pada darah, tapi juga paru-paru. Kondisi tersebut dikenal dengan nama hipertensi paru-paru.

Gejala yang sangat khas dan satu-satunya dari hipertensi paru-paru adalah sesak napas tanpa sebab yang jelas. Umumnya, penyakit ini disebabkan oleh penyakit jantung bawaan (PJB), autoimun dan HIV.

" Selain genetik, penyakit jantung bawaan bisa disebabkan dari perkawinan sedarah. Menurut hukum Mendel, perkawinan tersebut hanya menurunkan genetik buruk pada anak," ujar Bambang Budi, dokter ahli hipertensi paru-paru di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Senin 24 September 2018 dalam acara 'Diskusi Publik Ancaman Penyakit Paru-paru'.

Konsumsi obat pelangsing juga bisa menyebabkan hipertensi paru. Hal ini disebabkan oleh kandungan serotonin yang membuat pembuluh darah paru menyempit.

" Walaupun serotonin bisa meredakan depresi, tapi lebih berbahaya dampaknya pada penyempitan pembuluh darah paru yang memicu penyakit ini," tutur dr. Lucia Kris Dinarti, yang juga ahli hipertensi paru-paru.

3 dari 3 halaman

Sering Muncul Tanpa Gejala

Awalnya, penyakit ini tidak menimbulkan gejala sama sekali, hingga menimbulkan pembengkakan pada bagian tubuh tertentu dan pasien mulai merasa sesak napas tanpa sebab.

Diskusi publik ancaman penyakit paru-paru

" Prosesnya cukup panjang untuk mendiagnosa penyakit ini. Obatnya pun mahal dan cukup sulit dicari. Makanya, perlu dideteksi sejak dini. Mulai dari terbentuknya janin. Terutama pada perempuan," imbuh Bambang.

Kaum perempuan ternyata jadi paling berisiko terserang penyakit ini. Untuk pemeriksaan awal, dokter biasanya menemukan masalah irama jantung dengan stetoskop. Jika pemeriksaan dilanjutkan maka pasien akan diminta melakukan rekam jantung (EKG).

Jika positif mengalami hipertensi paru-paru, tindakan penyembuhan yang bisa dilakukan adalah mengonsumsi obat-obatan. Sayangnya, obat-obatan untuk penyakit tersebut masih sulit ditemukan di Indonesia. Hanya sildenafil yang mudah ditemukan di pasaran.

" Sildenafil atau yang biasa ditemukan pada Viagra yang banyak dipakai di sini. Tapi, efeknya memang sangat lemah dibandingkan dengan obat yang ada di India maupun Amerika," ungkap Lucia.(Sah)

 

Beri Komentar