Daya Tahan Tubuh Harus Dijaga, Modal 'Perang' dengan Covid-19

Reporter : Mutia Nugraheni
Selasa, 17 Maret 2020 11:36
Daya Tahan Tubuh Harus Dijaga, Modal 'Perang' dengan Covid-19
Mungkin Sahabat Dream penasaran, mengapa beberapa pasien positif corona bisa jadi kritis dan sebagian lagi tidak?

Dream - Tubuh sudah dibuat sedemikian rupa oleh Allah SWT memiliki sistem imunitasnya sendiri. Sel tubuh bakal mengenali virus dan bakteri, dan menjadi modal penting untuk melawan penyakit.

Pada beberapa orang ada yang mudah jatuh sakit, sementara ada juga yang tidak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan atau imunitas yang dimiliki. Hal ini juga berlaku pada virus corona (Covid-19).

Mungkin Sahabat Dream penasaran, mengapa beberapa pasien bisa jadi kritis dan sebagian lagi tidak? Dikutip dari New York Times, sekitar 80 persen orang terinfeksi virus Covid-19 memiliki gejala yang relatif ringan.

 

1 dari 6 halaman

Ditentukan oleh Sistem Kekebalan

Sementara sekitar 20 persen pasien dalam kondisi yang berat. Para ahli mengatakan efeknya tergantung pada seberapa kuat atau melemahnya sistem kekebalan seseorang. Orang yang lebih tua di atas 50 tahun atau mereka yang memiliki masalah kesehatan seperti diabetes atau penyakit kronis lainnya lebih cenderung mengembangkan gejala yang parah.

Diabetes

" Salah satu pasien, seorang wanita berusia 84 tahun dengan diabetes, meninggal karena pneumonia yang disebabkan oleh coronavirus," kata Dr. Shu-Yuan Xiao, seorang profesor patologi di Fakultas Kedokteran Universitas Chicago, Amerika Serikat.

 

2 dari 6 halaman

Rawan Terkena Pneumonia

Bisa juga setelah terserang virus Covid-19, pasien stabil selama beberapa hari. Namun setelah mengalami penurunan kondisi signifikan, karena daya tahan tubuhnya tak dijaga dengan baik.

Bolehkah Menggunakan Inhaler bagi Penderita Asma saat Puasa?

" Beberapa pasien dapat tetap stabil selama lebih dari seminggu dan kemudian tiba-tiba terserang pneumonia," kata Dr. Xiao.

Beberapa pasien di China yang sembuh dari Corona juga diketahui kembali mengalami keluhan setelahnya. Hal ini karena virus Covid-19 telah merusak jaringan paru-paru yang rentan diserang oleh bakteri. Beberapa pasien bahkan akhirnya meninggal karena infeksi bakteri, bukan karena virus.

Laporan Cindy Azari

3 dari 6 halaman

Begini Kondisi Tubuh Pasien yang Sembuh dari Virus Corona Covid-19

Dream - Beberapa pasien yang pulih dari virus corona baru, Covid-19 menderita penurunan fungsi paru-paru. Tidak itu saja, mereka juga mengalami masalah seperti cepat lelah ketika berjalan cepat.

Temuan itu diungkapkan otoritas Rumah Sakit Hong Kong pada Kamis, 12 Maret 2020, setelah melakukan observasi terhadap kelompok pertama pasien positif virus corona baru yang dinyatakan sembuh.

Kota Hong Kong sejauh ini mencatat 131 kasus positif COVID-19 dengan jumlah yang meninggal tiga orang. Dari 131 kasus, 74 pasien telah dipulangkan sementara satu orang yang kemungkinan positif corona juga telah pulih.

4 dari 6 halaman

Mudah Lelah dan Fungsi Paru Menurun

Dr Owen Tsang Tak-yin, direktur medis dari Pusat Penyakit Menular di Rumah Sakit Princess Margaret di Kwai Chung, mengatakan tim dokter telah memeriksa sekitar puluhan pasien yang dipulangkan melalui rawat jalan.

Dua hingga tiga orang yang dinyatakan sembuh dari corona itu tidak dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala dengan baik.

" Mereka terengah-engah jika berjalan sedikit lebih cepat. Beberapa pasien mengalami penurunan sekitar 20 hingga 30 persen fungsi paru (setelah pemulihan)," kata Dr Tsang.

5 dari 6 halaman

Efek Jangka Panjang Berupa Fibrosis Paru

Namun Dr Tsang mengatakan efek jangka panjang pada pasien yang sembuh ini belum bisa dipastikan secara klinis.

Menurut Dr Tsang, efek jangka panjang tersebut biasanya berupa fibrosis paru, sebuah kondisi di mana jaringan paru mengeras dan organ tidak dapat berfungsi dengan baik.

Dia mengatakan pasien COVID-19 yang sudah dinyatakan sembuh dan bisa pulang ke rumahnya bisa melakukan latihan kardiovaskular seperti berenang untuk membantu memulihkan fungsi paru-paru mereka secara bertahap.

6 dari 6 halaman

Obati Covid-19 dengan Obat HIV dan Ebola

Sementara itu, Dr Tsang akan melakukan uji klinis pada remdesivir untuk melihat efektivitasnya terhadap Covid-19. Remdesivir adalah obat yang awalnya dikembangkan untuk mengobati Ebola.

" Obat itu sudah dikirim ke beberapa rumah sakit. Dokter akan mulai mengidentifikasi pasien corona yang cocok untuk bergabung dalam uji coba, yang diharapkan akan dimulai pada pertengahan bulan ini," katanya.

Dia menekankan bahwa obat itu dapat menyebabkan beberapa komplikasi, seperti memengaruhi fungsi hati dan menyebabkan peradangan pada pembuluh darah.

Selama ini, pasien COVID-19 dirawat dengan Kaletra, obat yang awalnya untuk HIV/AIDS; Ribavirin, yang juga digunakan untuk hepatitis C; dan interferon.

(Sah, Sumber: Asia One)

Beri Komentar