Gejala Awal Corona Sulit Dibedakan dengan Flu Biasa

Reporter : Mutia Nugraheni
Selasa, 10 Maret 2020 11:48
Gejala Awal Corona Sulit Dibedakan dengan Flu Biasa
Hal yang penting diperhatikan adalah riwayat perjalanan atau kontak langsung.

Dream - Bertambahnya kasus virus Corona di Indonesia tak dipungkiti membuat masyarakat panik dan semakin waspada. Apalagi gejala virus ini sangat mirip dengan seranga influenza bisa. Lantas apakah perbedaan mendasar gejala virus Corona dan flu biasa?

" Bedain corona, ya kalau di awal-awal kita belum bisa. Nggak semua orang begitu mengalami gejala itu (batuk, demam, flu) langsung bilang Corona,” ujar dokter Clarin Hayes, dalam acara Youtube Creators for Change Ambassador, di Jakarta, Senin, 9 Maret 2020.

Untuk membedakan gejala awal Corona dengan flu biasa memang sulit. Jika mengalami gejala seperti flu, batuk, dan demam tidak bisa langsung dipastikan terserang Virus Corona. Hal yang penting diperhatikan adalah riwayat perjalanan atau kontak langsung dengan warga negara lain yang datang dari negara yang terjangkit corona.

“ Ada panduan seperti awalnya suspect corona, orang dalam pemantauan, hingga dipastikan positif Corona,” lanjut dr. Clarin.

1 dari 4 halaman

Bijak Menggunakan Hand Sanitizer

Hal yang juga perlu diperhatikan agar tidak terserang virus ini yaitu sering mencuci tangan menggunakan sabun. Selalu menjaga kebersihan dan makan makanan yang sehat agar sistem imun tubuh terjaga.

Hand sanitizer

Untuk kepraktisan, menggunakan hand sanitizer terlalu sering ternyata kurang tepat. Hand sanitizer digunakan apabila terdesak saja.

“ Hand sanitizer jika terlalu sering digunakan dapat membunuh kuman yang baik,” ujar dr. Clarin.

 

Laporan: Cindy Azari

2 dari 4 halaman

Peneliti: Virus Corona Sensitif Dengan Suhu Panas

Dream - Tim dari Universitas Sun Yat-sen, Guangzhou, Guangdong, China, meneliti proses sebaran virus corona, Covid-19. Tim tersebut menyebut, virus 2019-nCoV sangat sensitif terhadap suhu tinggi.

Meski demikian, para ahli menyarankan orang-orang harus menghindari logika berpikir bahwa suhu panas bisa menangkal 2019-nCoV. Studi ini berusaha menentukan bagaimana penyebaran virus corona baru mungkin dipengaruhi perubahan musim dan suhu.

Meskipun belum ditinjau, laporan tersebut menyarankan bahwa panas memiliki peran yang signifikan untuk menilai bagaimana virus berperilaku.

" Virus ini sangat sensitif terhadap suhu tinggi," kata tim peneliti, dilaporkan South China Morning Post (SCMP), Senin,9 Maret 2020.

Kondisi ini membuat virus 2019-nCov cenderung menghindari negara-negara yang lebih hangat. Sebaliknya, Covid-19 malah tumbuh subur di kawasan dengan iklim yang lebih dingin.

Sebagai hasilnya, disarankan bahwa " negara dan wilayah dengan suhu yang lebih rendah mengadopsi langkah-langkah kontrol yang paling ketat" .

3 dari 4 halaman

Kondisi Kelembapan

Banyak pemerintah suatu negara dan otoritas kesehatan mengandalkan virus corona yang kehilangan sebagian potensinya ketika cuaca mulai menghangat. Seperti umumnya terjadi pada virus serupa yang menyebabkan flu biasa dan influenza.

Namun negara beriklim lebih panas tak sepenuhnya bisa bernapas lega.  Dari sebuah studi terpisah, sekelompok peneliti termasuk ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari T.H. Harvard. Chan School of Public Health, menemukan bahwa penularan berkelanjutan dari virus corona dan pertumbuhan infeksi yang cepat dimungkinkan dalam berbagai kondisi kelembaban.

Misalnya, provinsi dingin dan kering di Cina ke lokasi tropis, seperti daerah otonom Guangxi Zhuang di ujung selatan dan Singapura.

" Cuaca saja, (seperti) peningkatan suhu dan kelembaban saat bulan-bulan musim semi dan musim panas tiba di belahan bumi utara, tidak akan serta merta menyebabkan penurunan dalam jumlah kasus tanpa penerapan intervensi kesehatan masyarakat yang luas," kata studi tersebut.

Tim Guangzhou mendasarkan penelitian mereka pada setiap kasus baru coronavirus yang dikonfirmasi di seluruh dunia antara 20 Januari dan 4 Februari 2019. Termasuk di lebih dari 400 kota dan wilayah Cina.

4 dari 4 halaman

Dapat Memutus Rantai Penularan

Dari survei ini kemudian dimodelkan terhadap data meteorologi resmi saat Januari dari seluruh China dan ibu kota masing-masing negara yang terkena dampak.

Analisis menunjukkan bahwa jumlah kasus naik sejalan dengan suhu rata-rata hingga puncak 8,72 derajat Celcius dan kemudian menurun.

" Suhu ... memiliki dampak pada lingkungan kehidupan orang ... (dan) dapat memainkan peran penting dalam kesehatan masyarakat dalam hal pengembangan dan pengendalian epidemi," kata dia.

Dilaporkan SMCP, iklim mungkin berperan dalam penyebaran virus di kota Wuhan.

Pakar lain, seperti Hassan Zaraket, asisten direktur di Center for Infectious Diseases Research di American University of Beirut, mengatakan, ada kemungkinan bahwa cuaca yang lebih hangat dan lebih lembab akan membuat virus 2019-nCoV lebih stabil dan dengan demikian kurang menular.

" Ketika suhu memanas, stabilitas virus dapat menurun ... jika cuaca membantu kita mengurangi transmisi dan stabilitas lingkungan dari virus, maka mungkin kita dapat memutus rantai penularan," kata dia.(Sah)

Beri Komentar