Swab Test
Dream - Kondisi penularan Covid-19 saat ini sedang sangat tidak terkendali. Penambahan kasus positif dalam sehari lebih tingi dibandingkan tahun 2020. Hal ini tampaknya membuat DR. dr. Tan Shot Yen,M.hum, seorang pakar gizi yang juga health educator ikut gemas.
Lewat akun Instagramnya @drtanshotyen, ia memberi penjelasan soal pertanyaan yang menurutnya 'receh' tapi harus dijawab dengan benar dari sumber terpercaya. Pasalnya, jika tak dijawab dengan benar, dampaknya bisa sangat besar.
Apa saja pertanyaan tersebut?
- Rasanya gak pernah kontak erat, kok kena ya?
Kontak erat itu termasuk tatap muka (TANPA sentuhan) berjarak 1,8 meter selama 15 menit, bukan cuma bersentuhan (Sumber: CDC/ Centers for Disease Control and Prevention/ Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) Amerika Serikat.
- Balita saya batuk, boleh minum air jahe?
Tidak semua jenis batuk cocok dengan rempah yang Anda tahu apalagi ditabrak jahe. Batuk panas dihajar jahe makin parah. Jahe beribang nyeri lambung, berujung mual (Sumber: WebMD)
- Saya takut kena. Vitamin atau suplemen apa yang ampuh mencegah?
Tak ada, pencegahan terbaik adalah protokol kesehatan ketat. Vitamin dan suplemen adalah adjuvant-tambahan nutrien bagi orang yang dalam proses pengobatan yang juga belum tentu mempengaruhi percepatan kesembuhan pada kasus Covid-19. (sumber: health.harvard.edu).
Nah, sudah tahu kan jawabannya Sahabat Dream. Beraktivitas di rumah adalah pilihan yang terbaik dan teraman saat ini. Jika terpaksa keluar rumah, tetap lakukan protokol kesehatan ketat.
Dream - Seluruh negara masih berkutat dengan virus SARS-CoV-2 atau virus Corona penyebab COVID-19. Indonesia saat ini sedang dibanjiri varian delta yang diketahui penularannya memang lebih cepat.
Belum selesai sampai di situ, ternyata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru saja memasukkan satu lagi varian SARS-CoV-2/virus Corona penyebab COVID-19 ke dalam variants of interest, yaitu varian Lambda.
Dikutip dari laman resmi WHO, virus Corona varian Lambda memiliki nama ilmiah C.37, dan pertama kali diidentifikasi di Peru pada Desember 2020. Menurut WHO, isolat SARS-CoV-2 dapat dimasukkan dalam VOI jika (dibandingkan isolat referensi) genomnya memiliki mutasi dengan implikasi fenotipik yang telah ditetapkan atau diduga, dan salah satu dari:
- Telah diidentifikasi menyebabkan beberapa penularan komunitas/beberapa kasus/klaster COVID-19, atau telah terdeteksi di banyak negara, atau
- Dinyatakan sebagai VOI oleh WHO yang berkonsultasi dengan WHO SARS-CoV-2 Virus Evolution Working Group.
Secara keseluruhan sudah ada 7 variants of interest (VOI) COVID-19 yang dilaporkan oleh WHO. Selain Lambda, varian yang masuk kategori VOI lainnya adalah Epsilon, Zeta, Eta, Theta, Iota, dan Kappa.
Sementara, untuk varian virus corona COVID-19 yang masuk ke dalam variants of concerns (VOC) hingga sejauh ini adalah Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
Sampai pada pertengahan Juni 2021, dari laporan Xinhua, WHO mengungkap bahwa varian Lambda sudah diidentifikasi di 29 negara, terutama di wilayah Amerika Selatan.
Varian Lambda dimasukkan ke dalam VOI karena adanya peningkatan prevalensi di Amerika Selatan.
Sejak April 2021, Lambda dikabarkan telah menyebar di Peru, di mana 81 persen kasus COVID-19 terkait dengan varian ini. WHO menyebutkan, garis keturunan Lambda memiliki mutasi yang dapat mungkin bisa meningkatkan penularan atau memperkuat ketahanan virus terhadap antibodi.
Sayangnya menurut WHO, bukti mengenai dua hal tersebut masih sangat terbatas. Sehingga diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami varian Lambda dengan lebih baik.
Sementara, dikutip dari laman pemerintah Inggris, gov.uk, Public Health England (PHE) menemukan ada enam kasus varian Lambda yang ditemukan di Inggris, dan semuanya terkait dengan perjalanan ke luar negeri.
" Saat ini tidak ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau membuat vaksin yang saat ini digunakan menjadi kurang efektif," tulis PHE pada 25 Juni 2021 lalu.
Laporan Giovani Dio/ Sumber: Liputan6.com
Dream - Kasus Covid-19 varian delta strain B.1.617.2 ditemukan di Jakarta, Bangkalan dan Madura. Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia per 17 Juni juga naik sigifikan mencapai 8.189.
Seperti diperkirakan, virus Covid-19 varian delta lebih cepat menular. Rupanya, baru saja muncul varian Delta atau B.1.617.2 di India, kini sudah ada turunannya yang disebut “ Delta Plus” atau AY.1.
Varian ini diklaim lebih mudah menular dan menurunkan efektivitas vaksin. Benarkah hal tersebut? Berikut fakta-fakta seputar mutasi Covid-19 Delta Plus, dikutip dari KlikDokter.
1. Muncul Pertama Kali di India
Laporan kemunculan Delta Plus pertama kali dilaporkan di India pada Oktober 2020. Varian ini disebut 40-50 persen lebih menular daripada varian Alfa yang pertama kali dilaporkan di Inggris.
2. Terjadi Mutasi Protein Spike
Delta Plus adalah mutasi virus corona dari strain B.1.617.2 yang lebih agresif. Strain inilah yang mendorong gelombang kedua infeksi COVID-19 di India. Karakteristik varian ini adalah adanya mutasi K417N pada protein spike virus SARS-CoV 2, virus penyebab infeksi corona. Protein spike-lah yang membantu virus masuk dan menginfeksi sel manusia.
3. Kebal terhadap Pengobatan
Hingga saat ini memang belum ada bukti pasti soal seberapa parah infeksi yang disebabkan oleh varian Delta Plus. Hal ini karena adanya mutasi K417N, varian baru ini disebut lebih kebal terhadap vaksin dan terapi obat.
4. Sudah Ada Sejak Maret
Dr. VK Paul, anggota NITI Aayog (badan resmi transformasi India), mengatakan, varian Delta Plus sebenarnya sudah ada sejak Maret lalu. Saat itu varian ini belum terlalu mengkhawatirkan.
5. Sudah Menyebar di Sejumlah Negara
Menurut PHE (Public Health Profiles) Inggris, sejauh ini ada 63 genom B.1.617.2 dengan mutasi K417N yang telah diidentifikasi. Enam di antaranya berasal dari India.
Sementara itu, ada 36 kasus Delta Plus yang dikonfirmasi di Inggris. Angka tersebut menyumbang sekitar 6 persen kasus di Amerika Serikat. Dua kasus di Inggris ditemukan lebih dari 14 hari setelah program vaksinasi dosis kedua.
Negara lain yang sudah melaporkan keberadaan kasus Delta Plus, antara lain, 1 kasus di Kanada, Jerman dan Rusia; 2 kasus di Nepal; 4 dari Swiss; 9 dari Polandia; 12 dari Portugal; 13 dari Jepang; serta 14 dari Amerika Serikat.
Lantas, apakah Delta Plus sudah ada di Indonesia? Sejauh ini, otoritas kesehatan setempat belum memastikannya. Namun, varian Delta diketahui sudah ada di Indonesia dan menyebar di sejumlah daerah.
Selengkapnya baca di sini.