Rhoma dan Dakwah Soneta

Reporter : Eko Huda S
Rabu, 27 Januari 2016 20:30
Rhoma dan Dakwah Soneta
"Pertama kali saya mengucapkan Assalamualaikum di atas panggung, saya ditimpuki sandal dan batu," kata Rhoma Irama.

Dream - “ Rhoma... Rhoma... Rhoma..!” terikan itu keras. Bergemuruh dari lautan manusia. Mengelu-elukan sang idola. Mereka berjejal, menyemut di lapangan. Di bawah tikaman terik matahari dan kepulan debu, mereka setia. Menunggu sang Raja Dangdut beraksi di atas panggung.

Tak sampai hitungan menit, pentas megah itu hidup. Pria paruh baya melangkah ke tengah panggung. Bajunya serba putih. Berkalung surban hijau. Sebuah gitar buntung tergantung di pundak. Dialah bintang yang dipuja-puja itu. Rhoma Irama.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapa Rhoma kepada para penggemar. Sapaan itu dibalas dengan gemuruh salam. Semua disapa. Dari pejabat hingga alim ulama tak ada yang terlewat.

“ Mari kita buka dengan berselawat,” kata Rhoma di awal pertunjukan. Petikan senar gitar perlahan mulai berayun. Rhoma kini siap beraksi. Satu persatu alat musik grup Soneta pun mengalun. Mengiringi Selawat Badar yang menjadi pembuka Konser Lahir Batin di Alun-alun Jombang pada 30 Juni 2013 itu. Syahdu benar suasana saat itu.

Semua larut. Berdendang bersama Soneta. Hingga di ujung selawat. “ Selanjutnya kita rekatkan ukhuwah Islamiyah, sesuai perintah Allah,” ajak Rhoma usai lagu selawat.

Sebuah tukilan ayat Alquran pun meluncur. Membawa pesan soal persaudaraan. “ Jangan sampai ada yang membid’ahkan, mengafirkan. Sejauh Rukun Islamnya lima, Rukun Imannya enam, mari rekatkan ukhuwah Islamiyah.”

Musik Soneta kembali mengalun. Mengiringi lagu “ Ukhuwah” yang berkisah tentang persaudaraan. Seperti lagu pertama. Semua penonton hanyut dibuai irama Soneta.

Itulah Rhoma si Raja Dangdut. Bersama Soneta, grup orkes Melayu ini selalu menyuarakan ajaran-ajaran agama. Bukan cuma bernyanyi, dari atas panggung itu, mereka juga berdakwah. Menyebarkan pesan damai Islam untuk umat manusia. Lewat musik dangdut.

Lirik-lirik yang dibawakan syarat unsur dakwah. Mengajak berbuat kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Coba saja dengar lagu “ Judi” atau “ Miransantika”. Rhoma menyisipkan dakwah di dalam lagu-lagu itu.

1 dari 2 halaman

Dilempar Sandal

Dilempar Sandal © Dream

Rhoma memang mendeklarasikan Soneta untuk dakwah Islam. Sejak dibentuk tahun 1973, Soneta resmi membawa misi itu. Rhoma ingin mengikis kebiasaan mabuk dan seks bebas dalam bermusik. “ Istilah saya The Voice of Islam,” ujar Rhoma sebagaimana dikutip Dream dari Kapanlagi.

“ Pada 13 Oktober, saya bilang kepada anggota grup, 'Mulai hari ini, tidak ada lagi yang meninggalkan salat. Tidak ada lagi botol minuman di pentas musik. Yang mau ikut, jabat tangan saya. Yang tidak, silakan keluar,” tambah dia.

Soneta bukan nama asli grup ini. Awalnya akan diberi nama Haji Sembilan. Dipilih untuk mengabadikan tokoh Walisongo. Tapi niat itu batal. Anggota grup ini hanya delapan orang. Jadi kurang satu. Dan nama Soneta tetap disandang grup itu hingga kini.

Band ini juga bukan yang pertama. Pada 1963, Rhoma mendirikan band Gayhand. Tak lama kemudian, dia masuk Orkes Chandra Leka. Serta sejumlah grup lainnya. Hingga akhirnya pada 13 Oktober 1973, Rhoma mendirikan Soneta. Dengan grup inilah nama Rhoma berkibar di belantika musik Indonesia.

Dulu, tampilan Rhoma dan personel Soneta seperti pemusik kebanyakan. Ikut gaya penyanyi rock Amerika dan Inggris yang memang lagi jadi idola.

“ Rambut gondrong, celana ketat, kemeja terbuka, dan sepatu bot,” tutur pria yang karib disapa dengan nama Bang Haji ini.

Tapi seusai pulang haji pada November 1975, semua berubah. Rhoma dan Soneta tampil lebih Islami.

“ Setelah memakai nama Raden Haji Oma Irama, saya muncul dengan dandanan lain. Rambut tidak lagi gondrong, tapi dicukur rapi. Wajah sedikit berjenggot,” tambah dia.

Tak cuma tampilan. Rhoma pun makin mantap membawa Soneta sebagai jalan dakwah setelah naik haji. Di tiap konser, Soneta semakin gencar membawakan pesan-pesan moral.

Tapi perjuangan ini tidak mudah. Tak semua orang menerima niat baik Rhoma dan Soneta. Sebab, ada kalangan yang menilai upaya Rhoma sebagai hinaan untuk agama.

“ Pertama kali saya mengucapkan Assalamualaikum di atas panggung, saya ditimpuki sandal dan batu. Waktu itu tahun 1975, di Ancol, saat perayaan tahun baru,” ujar Rhoma.

Soneta tersudut. Tuduhan makin deras. Rhoma dituduh menjual agama di atas panggung. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan sampai menyidang Rhoma. Alasannya, Rhoma dan Soneta dinilai membawa-bawa agama dalam musik.

Tapi mereka tetap istiqomah. Perjuangan dakwah lewat nada terus berjalan. Lambat laun, masyarakat Indonesia menerima. Dari ditimpuk sendal, Rhoma dan Soneta menjadi pujaan di seantero negeri.

2 dari 2 halaman

Kibarkan Dangdut di Dunia

Kibarkan Dangdut di Dunia © Dream

Rhoma memang sosok legendaris di belantika musik. Khususnya dangdut. Pria kelahiran Tasikmalaya, 11 Desember 1946, ini sudah makan asam garam di dunia hiburan. Berbagai grup musik pernah jadi pertambatannya. Mengalami jatuh bangun. Tak selalu mulus.

Bersama Soneta, Rhoma berkibar. Menjadi musisi jempolan. Karyanya laris manis. Lagu-lagu Rhoma diputar di radio-radio. Dari kota hingga pelosok desa. Dari gang sempit, lagu Judi selalu mengudara. Rhoma dan Soneta bahkan tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya. Jutaan orang menjadi penggemar.

Bersama Soneta, Rhoma tak hanya mentas di dalam negeri. Panggung di Kuala Lumpur, Singapura, Brunei, dan Jepang, dia kuasai. Setiap konser, pasti ada penonton pingsan karena tempat selalu penuh, berdesakan.

Rhoma sukses membawa dangdut di luar batas negara. “ Di situ ada pengakuan kalau dangdut sebagai genre musik global. Itu sudah ada pengakuan karena itu di situ event internasional. Lalu banyak temen artis ke Amerika. itu suatu proses dangdut go internasional,” kata Rhoma.

Dangdut pun menyapa warga Amerika Serikat. Lihat saja, warga Abang Sam sampai meminta Rhoma menerjemahkan lagu-lagunya ke dalam bahasa Inggris. “ Tahun 80-an saya lakukan,” ucap dia.

“ Tapi saya berpikir bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa itu sendiri. Jadi biar dunia yang mempelajari bahasa kita,” tambah dia.

Dunia pun mengakui Rhoma. Buktinya, pada 2005 silam, Rhoma mendapat gelar Proffesor in Music dari American University of Hawaii. “ Saya tidak meminta gelar itu. Saya tidak membeli,” tutur dia.

Tak hanya dunia musik. Rhoma juga cemerlang di layar lebar. Pada dekade 70-an hingga 80-an, dia membintangi berbagai film. Sebut saja “ Gitar Tua”, “ Raja Dangdut”, hingga “ Nada dan Dakwah”. Itu merupakan beberapa judul film Rhoma yang berkibar.

Puluhan penghargaan di dunia musik dan film pun telah direngkuh Rhoma bersama Soneta. Rhoma mungkin tak lagi muda, tapi teriakan namanya akan terus terdengar. Rhoma. Dialah sang legenda.

Beri Komentar