Mbah Gotho
Dream - Mbah Gotho, manusia tertua dunia asal Sragen, Jawa Tengah, dikabarkan meninggal dunia. Pria bernama asli Suparman Sudimejo itu wafat petang tadi di usia 146 tahun.
Kabar meninggalnya Mbah Gotho diketahui dari unggahan akun Facebook @Dprd Kab Sragen seperti dikutip Dream, Minggu 30 Aril 2017.
" Innalillahi wa innailaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah " Sodimejo" alias " Mbah Nggoto" (146 tahun)," tulis akun tersebut.
Dalam unggahannya, keluarga besar DPRD Kab Sragen menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan.
" Semoga amal ibadah beliau terima oleh Allah SWT. Dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan," tulis akun tersebut.
Kabar meninggalnya pria yang lahir tahun 1870 juga disampaikan Wakil Bupati Sragen Dedy Endriyanto kepada laman Solopos.com. Mengutip pesan Dedy, pesan Mbah Gotho meninggal dunia sekitar pukul 18.00 WIB.
Masih dari ucapan Dedy, pemakaman Mbah Gotho dijadwalkan berlangsung esok, Senin 1 Mei 2017 sekitar pukul 10 pagi.
Joko Suratno, Camat Sambungmacam, tempat Mbah Gotho tinggal, juga membenarkan kabar duka tersebut. Dikutip dari laman Joglosemar.co, Joko telah mengonfirmasi kabar tersebut langsung ke kepala desa dan warga sekitar tempat tinggal Mbah Gotho.
“ Iya tadi (meninggal) habis magrib. Saya sudah cek ke Pak Lurah dan warga sekitarnya, juga membenarkan. Kalau sakitnya kelihatannya enggak ada. Mungkin karena sakit sudah sepuh itu,” papar Camat Sambungmacan, Joko.
Sebelum meninggal duna, Mbah Gotho diketahui....
Dream - Masih ingat dengan Mbah Gotho? Pria sepuh asal Sragen, Jawa Tengah ini sempat ramai diberitakan lantaran usianya yang sangat tua. Bahkan, Mbah Gotho mendapat julukan sebagai manusia tertua di dunia.
Sayangnya, kini pria yang bernama asli Suparman alias Sidomejo ini tengah dirawat di rumah sakit. Mbah Gotho dilaporkan sempat tidak berselera makan.
Akibatnya, kondisi kesehatan Mbah Gotho menurun sangat drastis.
Selama dirawat di RSUD Soehadi Prijonegoro, Mbah Gotho menolak jarinya dipasang infus sembari marah. Warga Dukuh Segaran, Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan itu rupanya takut pada jarum suntik.
Bahkan, saking takutnya, dia sampai mengatakan lebih baik dilempar ke Sungai Bengawan Solo. Setelah menjalani pemeriksaan, kondisi pria tua berusia 146 tahun itu berangsur pulih.
" Sudah makin sehat kondisi Mbah Gotho. Kemarin, darah jenis O sebanyak empat kantong sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Mbah pun bisa makan sedikit demi sedikit. Kami semua cemas karena dia kan tidak pernah jatuh sakit," kata Suwarni, salah satu cucu Mbah Gotho.
Suwarni mengatakan kakeknya tidak pernah dirawat di rumah sakit. Menurut dia, ini merupakan kali pertama Mbah Gotho ke rumah sakit dan melihat jarum suntik.
" Dia menjerit-jerit supaya dibuang saja ke Sungai Bengawan Solo biar cepat mati," katanya.
Setelah diberi penjelasan, lanjut Suwarni, kakeknya itu mulai tenang. Sekarang, Mbah Gotho tidak merasa takut lagi disuntik oleh dokter.
Mbah Gotho memiliki 10 adik, seluruhnya telah meninggal dunia. Bahkan salah satu dari empat istrinya yang terakhir meninggal dunia pada tahun 1988.
Semua anak Mbah Gotho juga sudah meninggal. Kini dia tinggal bersama cucu dan cicitnya.
Mbah Gotho, yang menyambut ulang tahun yang ke-146 pada 31 Desember tahun lalu, terpaksa dilarikan ke rumah sakit pada Rabu karena kehilangan nafsu makan.
(mynewshub.cc)
Dream - Belum lama ini, dunia dihebohkan dengan sosok Mbah Gotho. Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah itu usianya kini mencapai 146 tahun.
Jika dokumentasi yang dimilikinya terbukti benar, maka pria yang memiliki nama asli Sodimedjo itu adalah manusia tertua di muka Bumi.
Melihat kesehariannya, Mbah Gotho dikenal sebagai perokok berat, sehingga rahasia usia panjangnya menjadi misteri. Lalu apakah ada faktor lain yang menjadi penentu angka harapan hidup manusia?
Sebuah studi internasional yang dipimpin oleh para peneliti dari University of California Los Angeles (UCLA) menunjukkan adanya harapan hidup manusia yang lebih panjang. Setidaknya jika dilihat dari segi genetika seseorang, terlepas dari pilihan gaya hidup yang dijalaninya.
Penelitian ini dipimpin oleh ahli genetika UCLA, Steve Horvath, yang berkolaborasi dengan 65 ilmuwan lainnya dari seluruh dunia. Mereka menganalisis sampel darah yang dikumpulkan dari lebih dari 13.000 orang. Penemuan ini dipublikasikan di Aging edisi terbaru.
Jam epigenetik sebelumnya dikembangkan oleh Horvath digunakan untuk menghitung umur darah dan jaringan lain dengan melacak perubahan DNA dari waktu ke waktu.
Jam ini mampu mengukur usia biologis sampel darah, yang para ilmuwan UCLA katakan bisa memperkirakan usia secara kronologis dalam menentukan kapan seseorang akan mati.
Penelitian menggunakan 13 set data. Menurut Horvath, kebiasaan makan yang sehat dibarengi dengan olahraga mungkin tidak berbuat banyak untuk menunda kematian bagi sebagian orang.
" Kami menemukan bahwa 5 persen dari penduduk bertambah usia pada tingkat biologis yang lebih cepat, sehingga harapan hidup lebih pendek," kata Horvath dalam siaran persnya. " Penuaan yang dipercepat ini meningkatkan risiko kematian sebesar 50 persen pada usia berapa pun pada kelompok orang dewasa ini."
Penulis utama studi tersebut menambahkan kegiatan berisiko seperti merokok dapat mempercepat proses penuaan, tetapi genetika tetap memainkan peran yang kuat.
" Meski gaya hidup sehat dapat membantu memperpanjang harapan hidup, proses penuaan bawaan kita mencegah kita mencurangi kematian," lanjut Horvath. " Namun faktor risiko seperti merokok, diabetes dan tekanan darah tinggi bisa memprediksi kematian lebih kuat dari tingkat penuaan epigenetik seseorang."
Meskipun demikian, profesional di dunia medis masih meragukan tingkat kemampuan jam epigenetik untuk memprediksi rentang hidup seseorang.
" Apakah perubahan epigenetik yang terkait dengan penuaan kronologis bisa menyebabkan kematian pada orang tua secara langsung?" kata Dr. Themistocles Assimes dari Stanford University, rekan penulis studi tersebut.
" Mungkin mereka hanya meningkatkan pengembangan penyakit tertentu - atau melumpuhkan kemampuan seseorang untuk melawan perkembangan penyakit. Penelitian lebih dalam diperlukan untuk menjawab pertanyaan ini."
(Sumber: upi.com)
Advertisement
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta