Ilustrasi
Dream - Pakar kimia dari Universitas Indonesia (UI), Asmuwahyu menyangsikan adanya beras yang terbuat dari plastik seperti marak dikabarkan media di Tanah Air. Asmuwahyu tak yakin dua senyawa yang bertolak belakang ini bisa digabungkan.
Kandungan karbohidrat yang terdapat di dalam beras disebutkan tidak akan mungkin bersatu dengan plastik yang mengandung karbon dan hidrogen.
" Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Karbohidrat itu hydrophillic, sangat akrab dengan air. Sedangkan plastik itu bersifat hydrophobic, sangat anti dengan air," ujar Asmuwahyu dalam jumpa pers Beras Plastik, Beras Oplosan dan Diversifikasi Pangan, Jumat, 22 Mei 2015, di Jakarta.
Asmuwahyu menjelaskan, beras asli yang dicampur dengan beras dari biji plastik tidak akan berhasil dimasak, apalagi untuk dimakan. Memasukkan kandungan plastik ke dalam beras pun akan membutuhkan proses yang sangat sulit. Bahkan hampir tidak bisa dilakukan.
Urusan mengutak-atik kandungan beras, menurut Asmuwahyu biasanya dilakukan untuk menambah nutrisi di dalamnya. Sebagaimana yang dilakukan di Cina.
" Mereka membuat artificial rice dengan memasukkan zat-zat yang menambah nutrisi di dalam beras. Dalam proses menyatukannya, butuh senyawa yang disebut plastisizer," kata Asmuwahyu menjelaskan.
Plastisizer sendiri terdiri dari beragam jenis ada yang berbahaya adapula yang aman untuk dikonsumsi. " Misalnya di Cina, plastisizer yang digunakan untuk membuat artificial rice itu jenis gliserin, dan itu aman," ujar pakar kimia itu.
Plastisizer berbahaya antara lain adalah jenis phtalat, yang dahulu digunakan sebagai bahan pembuat pipa paralon, sebagaimana ditemukan terkandung dalam beras plastik Indonesia menurut penelitian PT Sucofindo.
" Namun, Sucofindo tidak menyebutkan berapa banyak phtalat yang terkandung di dalam beras yang mereka teliti," kata laki-laki yang akrab disapa Asmu.
Menurutnya, alat yang digunakan PT Sucofindo sangat sensitif. Jadi tanpa keterangan jumlah phtalat yang terkandung, ada kemungkinan beras tersebut tidak berbahaya.
" Mungkin saja orang yang pegang-pegang beras itu habis mainan paralon, jadi ikut menempel disana," pungkas Asmuwahyu.
Oleh karena itu, Asmu berharap akan diadakan penelitian lebih lanjut oleh BPOM. Sebab, jika benar phtalat yang ada di beras Indonesia itu kadarnya tinggi, akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. (Ism)
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib