Ilustrasi
Dream - Pendiri akun penyebar informasi bohong atau hoax, Saracen, berinisial MAH diamankan polisi. MAH ditangkap di rumahnya di Jalan Bawal, RT 02, RW 06, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau.
Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul membenarkan penangkapan itu.
" Iya ditangkap pendirinya," kata Martinus saat dikonfirmasi, Kamis 31 Agustus 2017.
Setelah ditangkap, MAH diterbangkan ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut di Mabes Polri.
Dalam kasus ini, polisi juga telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faizal Tonong.
Para pelaku dijerat dengan dugaan tindak pidana ujaran kebencian dan atau hatespeech dengan konten SARA dalam pasal 45 juncto pasal 28 UU nomor 19 tahun 2016 tentang ITE, dengan ancaman hukuman 6 tahun.
© Dream
Dream - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap sindikat penyebar hoax berisi ujaran kebencian dan SARA di media sosial. Sindikat tersebut tergabung dalam grup 'Saracen' di Facebook.
Dalam kasus ini, polisi menangkap tiga orang tersangka yakni JAS sebagai ketua kelompok Saracen, MFT sebagai ketua bidang media informasi, dan SRN berperan sebagai koordinator wilayah Cianjur, Jawa Barat.
" JAS ditangkap di Riau, MFT di Koja, Jakarta Utara, kemudian SRN di wilayah Cianjur," kata Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Irwan mengatakan saat melakukan aksinya, pelaku mendapat pesanan untuk menyebarkan ujaran kebencian. Pesanan tersebut biasanya menggunakan proposal.
" Dalam satu proposal kami temukan itu kurang lebih setiap proposal nilainya jutaan rupiah," ucap dia.
Kasubag Operasi Satgas Patroli Siber Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo mengatakan dalam setiap proposal itu pelaku bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp75 juta hingga Rp100 juta.

" Senilai Rp75 juta sampai Rp100 juta. Ada proposalnya, tapi kami masih mendalami betul, dicek betul apakah ini hanya ajuan mereka atau gimana," ujar Susatyo.
Dalam menjalankan aksinya, kelompok Saracen ini memiliki struktur organisasi yang di dalamnya ada ketua, bendahara, bidang informasi, bidang IT, dan grup wilayah. Saracen mulai beroperasi sejak November 2015.
Selain itu, kelompok ini juga memiliki website sendiri yang beralamat saracennews.com.
Selain menemukan proposal, polisi juga menyita 800 ribu akun yang terkait dengan grup Saracen. Dari JAS, polisi menemukan 50 simcard berbagai operator, lima hard disk CPU, satu laptop, empat handphone, lima flashdisk dan dua kartu penyimpanan.
Dari tangan MFT disita sebuah handphone, satu kartu penyimpanan, lima simcard dan satu flashdisk. Sementara itu dari SRN polisi menyita satu unit laptop dan harddisk, dua handphone, tiga simcard dan satu kartu penyimpanan.
" Terhadap ketiga pelaku ini kami menjeratnya dengan dugaan tindak pidana ujaran kebencian dan atau hatespeech dengan konten SARA sebagaimana dalam pasal 45 juncto pasal 28 UU nomor 19 tahun 2016 tentang ITE. Ancaman hukuman 6 tahun," ucap Susatyo. (ism)
© Dream
Dream - Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan apresiasi pada Polri yang menangkap grup produsen dan penyebar content hoax serta ujaran kebencian, Saracen.
" MUI memberikan apresiasi kepada Polri yang telah berhasil meringkus tiga tersangka terkait kasus sindikat saracen, yang menyebarkan ujaran kebencian atau hate-speech dan SARA," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi, Senin, 28 Agustus 2017.
Selain mengapresiasi, MUI berharap polisi dapat tiga tersangka Saracen dapat mengusut jaringan dan penyandang dananya.
" MUI meminta para pelaku dan penyandang dana diberikan hukuman yang berat untuk memberikan efek jera kepada mereka," ujarnya.
Zainut mengatakan perbuatan para tersangka penyebar hoax selain bertentangan dengan hukum positif juga tidak dibenarkan secara syariah. Sebab, kata dia, sesuai Fakta MUI nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial disebutkan, setiap Muslim yang berinteraksi melalui media sosial dilarang membuat keburukan dan bergunjing.
" Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan membicarakan keburukan atau aib orang lain (ghibah), fitnah, adu domba (namimah) dan penyebaran permusuhan," ucap dia.
Dalam fatwa MUI juga mengharamkan aski perundungan, ujaran kebencian, dan menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik.
" MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan dan atau membuat dapat diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat," ujar dia.
" Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya," kata dia menambahkan. (ism)
Advertisement
Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu

Celetukan Angka 8 Prabowo Saat Bertemu Presiden Brasil

Paspor Malaysia Duduki Posisi 12 Terkuat di Dunia, Setara Amerika Serikat

Komunitas Rubasabu Bangun Budaya Membaca Sejak Dini
