Hijaber Anak Tukang Kue Apem, Raih Mimpi Jadi Dokter Gigi

Reporter : Sandy Mahaputra
Selasa, 1 Juli 2014 09:29
Hijaber Anak Tukang Kue Apem, Raih Mimpi Jadi Dokter Gigi
Sang ayah, kini berumur 74 tahun, bekerja sebagai buruh tani. Sedangkan sang ibu, penjual apem keliling di pasar Salatiga. Untuk biaya makan dan sewa kos, Ning dibantu saudara-saudaranya.

Dream - Siapa sangka, putri penjual kue apem asal Salatiga, Setyaningsih (22 tahun) tidak lama lagi akan menggapai mimpinya menjadi Dokter Gigi. Gadis berhijab ini tengah tengah mengikuti pendidikan profesi dokter gigi atau koasistensi di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UGM.

" Sekarang baru jalan 8 bulan, pendidikannya tinggal 7 bulan lagi," kata anak bungsu dari 7 bersaudara ini dikutip Dream.co.id dari laman UGM.ac.id, Selasa 1 Juli 2014.

Sebelumnya, putri pasangan Masykuri dan Painem ini diterima kuliah lewat jalur Program Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) UGM tahun 2009. Bagi mereka yang diterima lewat jalur ini, dibebaskan biaya kuliah hingga selesai. Kendati kuliah gratis, dia ternyata mampu menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Gigi 3 tahun 10 bulan.

Ning saapan akrabnya bercerita, meski kuliah gratis di UGM, namun penghasilan ekonomi kedua orangtuanya tidaklah cukup menutupi kebutuhan hidup dia selama kuliah.

Sang ayah, kini berumur 74 tahun, bekerja sebagai buruh tani. Sedangkan sang ibu, penjual apem keliling di pasar Salatiga. Untuk biaya makan dan sewa kos, Ning dibantu saudara-saudaranya.

Ning berpikir ia tidak ingin membebani kedua orangtuanya yang sudah bekerja keras sejak puluhan tahun menyekolahkan seluruh anaknya yang berjumlah 7 orang itu. 

Dari 6 orang saudaranya tersebut, 3 kakaknya berhasil lulus sarjana dan satu orang lulus Diploma. " Hanya satu yang tidak selesai kuliah, dua orang hanya tamat SMA,” kata dia.

Kegigihan kedua orangtuanya dalam menyekolahkan anak-anaknya mendorong Ning memberikan yang terbaik buat keduanya. Apalagi Ning selalu ingat pesan sang Ayah, " Nggak usah mikirin biaya, yang penting sekolah," ujar Ning meniru pesan Ayah.

Suatu ketika, Ayahnya pernah kesulitan membayar biaya sekolah salah satu anaknya. Karena tidak ada uang, beberapa pohon kelapa di belakang rumah ditebang lalu dijual untuk ganti membayar uang sekolah. " Sering juga pinjam tetangga," tutur Ning.

Meski kehidupan ekonomi keluarga pas-pasan, Ning mengaku ia dan saudaranya yang lain selalu berprestasi di kampus dan di sekolah sehingga sering mendapat bantuan beasiswa.

Tidak cukup mengandalkan beasiswa, hampir semua saudaranya melakoni kuliah sambil kerja. Ning pun melakukan hal yang sama. Selama kuliah, ia mengajar les untuk anak-anak 3 kali seminggu.

Ning mengaku beruntung bisa diterima kuliah gratis di UGM karena sangat membantu meringankan beban orang tuanya. Kini Ayahnya lebih banyak menghabiskan masa tuanya dengan beristirahat di rumah.

Sementara sang ibu masih aktif berjualan apem keliling di pasar Salatiga. Tiap pagi ibunya yang berumur 64 tahun itu menjual ratusan apem yang dijual seharga Rp1000 per biji. " Kalau pulang ke rumah, saya sering membantu beliau buat apem," kata Ning yang berkeinginan ingin menjadi dokter gigi spesialis. (Ism)

Beri Komentar