Menggelar Tahlilan Sampai Berutang, Bolehkah?

Reporter : Ahmad Baiquni
Jumat, 9 Februari 2018 12:01
Menggelar Tahlilan Sampai Berutang, Bolehkah?
Berutang tentu sangat memberatkan karena harus dikembalikan.

Dream - Menggelar acara seperti tahlilan sudah menjadi kebiasaan di masyarakat Indonesia. Biasanya, acara ini diisi dengan pengajian, doa dan makan bersama.

Tentu, yang harus diladeni tidak hanya satu dua orang. Sementara untuk menjamu para undangan yang datang, butuh biaya tidak sedikit.

Sayangnya, ada sebagian dari kita yang terbebani dengan biaya sajian makanan. Alhasil, mereka harus mengutang demi bisa menjamu para tamu.

Lantas, bagaimana hal ini dipandang dari ajaran Islam?

Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, sebenarnya menggelar tahlilan adalah bagian dari sedekah. Pahala sedekah bisa kita niatkan untuk keluarga yang sudah meninggal.

Patut diingat bahwa menyajikan makanan untuk orang banyak di tahlilan adalah dianjurkan. Hukum ini bisa berubah menjadi makruh bahkan haram jika dilaksanakan tidak sesuai konteksnya.

Demikian pula jika jamuan makan disediakan dengan berutang yang jelas memberatkan pihak penyelenggara. Hukumnya bisa menjadi makruh.

Jika menghadapi persoalan ini, dianjurkan untuk menggelar tasyakuran cukup di antara keluarga saja. Apabila ingin mengundang, cukup orang-orang terdekat.

Memang, potensi untuk menjadi bahan pergunjingan selalu ada. Menghadapi hal ini, dianjurkan bagi memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa kondisi yang dialami keluarga yang mengadakan acara tidaklah sama. Jangan sampai kesunahan itu justru menjadi memberatkan.

Sementara terkait dengan tahlil beberapa hari usai kematian, Mazhab Syafi'i menyatakan keluarga yang ditinggalkan seorang mayit sedang berada dalam kedukaan. Sehingga, dianjurkan untuk pelayat dan tetangga agar menjamin makanan mereka karena tidak bisa memasak.

Selengkapnya...

Beri Komentar