Wacana Potong Gaji PNS untuk Zakat, Ini Pandangan Fikih

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 8 Februari 2018 09:00
Wacana Potong Gaji PNS untuk Zakat, Ini Pandangan Fikih
Ulama masih berbeda pendapat mengenai hukum zakat profesi.

Dream - Pemerintah tengah menggodog rencana pemotongan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang beragama Islam untuk zakat. Ini untuk mengoptimalkan penghimpunan zakat dari PNS Muslim.

Wacana ini kemudian menuai perdebatan. Sebab, pemotongan tersebut dinilai memberatkan. Di lain pihak, ada yang menilai pemotongan tersebut berpotensi melanggar kaidah pemungutan zakat itu sendiri.

Lantas, bagaimana sebenarnya kedudukan zakat profesi di kalangan ulama?

Dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, zakat profesi atau zakat penghasilan belum dikenal di zaman sahabat dan para ulama terdahulu. Bahkan tidak ditemukan adanya dalil yang menjadi dasar zakat ini, baik ayat Alquran, hadis, maupun pendapat ulama.

Gagasan mengenai zakat ini baru muncul sekitar abad ke-14 Hijriyah, ditandai dengan banyaknya artikel ilmiah terkait perlunya zakat jenis ini. Dalam istilah Arab dikenal dengan zakatu kasb al amal wa al mihan, al hurrah (zakat atas penghasilan kerja dan profesi bebas).

Zakat jenis ini masih menuai polemik di kalangan ulama. Bisa dikatakan, zakat profesi merupakan persoalan yang masuk dalam kajian fikih kontemporer (kekinian).

Inti masalahnya terletak pada nishab dan haul, yang selama ini menjadi syarat dipungutnya zakat atas harta. Dua syarat ini melahirkan dua pandangan yang bertolak belakang.

Sebagian ulama tidak sepakat dengan adanya zakat profesi. Dasarnya, zakat ini tidak mengindahkan adanya nishab dan haul.

Para ulama sejak dulu sudah sepakat emas dan perak tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Kecuali jika sudah dimiliki selama setahun dan melebihi nishabnya.

Sedangkan ulama yang mendukung zakat profesi menghendaki dua syarat tersebut diabaikan. Sehingga begitu seseorang menerima penghasilan dari profesi atau pekerjaan yang dia jalankan, maka orang yang bersangkutan harus mengeluarkan zakatnya.

Pandangan ini disamakan dengan zakat hasil pertanian dan zakat peternakan. Dua zakat ini memang wajib dikeluarkan begitu muzakki (pembayar zakat) mendapatkan penghasilan dari hasil bertani dan ternaknya.

Selain itu, ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan ulama. Ada yang berpandangan zakat dikeluarkan dulu sebelum pendapatan dipotong, ada juga yang menilai paling afdhal adalah zakat dari sisa gaji setelah dikurangi beban seperti pengeluaran dan utang.

Juga mengenai waktu pelaksanaan zakat. Ada yang menilai dilaksanakan setiap gajian tanpa perlu mempertimbangkan haul dan nishabnya.

Sementara, ada yang menyatakan zakat harus dikeluarkan setiap tahun. Terkait bulan apa, ulama membebaskannya.

Selengkapnya...

 

Beri Komentar