Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Menghadapi polah anak-anak, tak dipungkiri kerap kali memicu emosi. Orangtua bisa mengeluarkan suara yang tinggi bahkan hingga memberi hukuman fisik berupakan pukulan, cubitan atau menjewer agar anak bisa diatur.
Hukuman fisik yang menyakiti anak, apa pun bentuknya sangat tidak dibenarkan. Terutama yang menimbulkan trauma baik fisik maupun mental. Saat menjadi orangtua, berarti kita belajar lagi mengendalikan emosi.
Tak mudah memang, tapi harus diusahakan dan merupakan sebuah proses perlahan. Sarah Conway, seorang psikolog dan pendiri Mindful Little Minds pun menjelaskan langkah-langkah atau tindakan yang dapat dilakukan orangtua untuk agar tak menggunakan kekerasan fisik sebagai bentuk resolusi konflik.
" Sebagian besar dari kita bereaksi dalam kemarahan terhadap anak-anak. Kondisi tersebut kerap membuat merasa kewalahan dan tidak yakin harus berbuat apa," kata Conway.
Ia menambahkan, ketika kita merasa marah dan kewalahan mengurus anak, sebaiknya tarik napas dalam-dalam agar lebih rileks. Masukkan oksigen ke otak dan seluruh tubuh sebanyak mungkin.
" Untuk keluar dari kebiasaan merespons momen-momen ini dengan kemarahan atau kekerasan, orangtua perlu meluangkan waktu untuk mengelola emosi dan perasaan stres sehingga dapat mengubah reaksi yang dilakukan," kata Conway.
Karena anak-anak tidak memiliki keterampilan komunikasi yang baik, mereka akan melakukan apa pun yang cenderung membuat orang tua mereka memperhatikannya. Seperti jatuh, menangis, merengek, atau berkelahi.
Menurut N'Jyia Shelton, seorang peneliti Pengembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini, inilah saat-saat terbaik untuk melatih emosi sebagai orangtua. Manfaatkan momen saat bernapas dan mencoba untuk tenang sehingga dapat merespons anak dengan cara yang sehat.
“ Ini tentang hadir sepenuhnya pada saat bersama anak. Ketika orangtua benar-benar hadir, dapat merespons kebutuhan mereka, bukan bereaksi dengan emosi. Saat emosi dibiarkan dan memengaruhi perilaku kita, alhasil kita akan memukul anak," ungkap Shelton.
Sementara, jika bisa mengontrol emosi, lalu selalu hadir sepenuhnya untuk anak, respons memukul pun tidak dilakukan. Shelton juga mengatakan bahwa penting untuk merasa ada yang salah jika orangtua merasa biasa saja saat menyakiti anak-anak.
Bisa jadi ada masalah emosi dan psikologis yang harus diatasi. Masalahnya bukan pada anak, tapi kontrol emosi orangtua.
Laporan Anisha Saktian Putri/ Sumber: Fimela.com
Dream - Memiliki anak usia remaja, pola asuh orangtua tentunya akan berubah. Remaja identik dengan sikap penuh risiko, lebih suka menghabiskan waktu dengan teman-temannya dan kurang suka berkomunikasi dengan orangtua.
Lalu bagaimana jika anak remaja justru lebih suka menyendiri? Pastinya akan menimbulkan kekhawatiran. Pasti akan muncul asumsi, apakah anak mengalami bullying, punya masalah pribadi serta hal negatif lainnya.
Jika cukup dekat dengan anak, mungkin orangtua tak perlu khawatir jika mengetahui anaknya memiliki karakter suka menghabiskan waktunya sendiri karena ternyata ini adalah tanda yang positif.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Adolescence dan dilakukan di University of California menemukan bahwa anak remaja yang memilih menghabiskan waktunya sendiri kemungkinan besar tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri, karena kesendirian (solitude) bukan berarti tanda mengurung diri atau depresi.
Dengan kata lain, ketika anak lebih suka membaca buku di rumah, nyaman menghabiskan waktu dengan keluarga atau hewan peliharaan namun tetap bisa mempertahankan kehidupan sosialnya dengan baik dengan teman-temannya, ini bukanlah tanda bahaya.
Dalam hal ini, menghabiskan waktu sendiri adalah sepenuhnya keputusan dan keinginan anak dan mereka tahu apa yang ia mau dan sedang merencanakan sesuatu dengan mengikuti kata hatinya. Namun untuk memastikan anak baik-baik saja, tetap pantau kegiatannya ya Moms.
Laporan Febi Anindya Kirana/ Sumber: Fimela.com
Advertisement
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal