Ilustrasi/ Foto: Shutterstock
Dream - Banyak kondisi trauma, masalah psikologis dan hal lainnya pada arang dewasa seringkali berasal dari latar belakang masa kecil. Biasanya hal ini tak disadari sampai ketika mencoba menggali lebih dalam akar masalah, saat mencoba " menyembuhkan" diri.
Salah satu yang sangat berdampak besar pada kondisi psikologis seseorang adalah hubungan dengan orangtua. Faktanya, tak semua hubungan darah antara anak dan orangtua menjamin hubungan yang dekat secara emosi dan psikologis.
Beberapa anak bahkan malah lebih suka menarik diri dari orangtua, dan lebih memilih merantau. Mengapa demikian? Banyak sekali pemicunya, sebagai orangtua penting untuk melakukan introspeksi agar hubungan dengan anak bisa berjalan baik dan selalu hangat. Berikut beberapa pemicu seorang anak tak bisa dekat dengan orangtua.
1. Tidak Menghargai Usaha yang Dilakukannya
Sering tak peduli/ bereaksi negatif/ selalu mengkritik ketika anak memamerkan sesuatu? Banyak orangtua lebih banyak melakukan kritisi dan sangat minim apresiasi.
Jika iya, segera perbaiki. Bila anak lebih banyak mendapat reaksi negatif, seakan perilakunya tak pernah benar dan tak merasa diharga. Mereka akan lebih memilih diam dan menutup diri serta lama kelamaan menjauh. Berbicara pun seperlunya saja. Menyedihkan, bukan?
Banyak orangtua yang berpikir bahwa sudah menjalankan tugas dengan baik bahkan hebat karena bisa memenuhi segala kebutuh fisik dan materi anak. Mulai dari sekolah mahal, makanan bergizi dan berbagai fasilitas. Sayangnya, hal itu tidaklah cukup, anak juga memiliki kebutuhan emosional.
Anak butuh didampingi, didengarkan, dilibatkan, ditanya pendapatnya dan kebutuhan psikologis lain. Saat anak sedih perlu dipeluk, saat gagal perlu disemangati dan bukan dihakimi, serta masih banyak lagi. Dalam hal ini, orangtua seringkali lupa dan itu menjauhkan mereka dari anak-anaknya.
Berharap anak jadi juara di kelas atau hal lain, memang baik, tapi jangan sampai menuntutnya berlebihan. Apalagi sampai meminta anak selalu jadi yang pertama dan sempurna. Seringkali obsesi orangtua dilampiaskan ke anak dan hal tersebut sangat menyiksa mereka.
Anak akan beranggapan kalau kasih sayang orangtuanya hanya ada ketika ia berprestasi, bersikap baik, menurut dan sempurna. Saat anak gagal, mereka akan menjauh dan tahu kalau akan dikritik habis-habisan. Faktanya, tiap orang pasti pernah salah dan gagal, apalagi anak yang masih banyak belajar. Bukankah fitrah orangtua mendampingi anak apapun keadaannya?
Sikap terus menuntut anak, akan membuat beban besar bagi mereka. Hal ini mau tak mau pasti akan membuat hubungan merenggang.
Sumber: MomJunction
Dream - Anak remaja memiliki level emosi yang memang kadang naik turun. Terutama pada anak yang mengalami pubertas saat hormonnya sedang tak stabil. Dalam kondisi hal ini orangtua kerap mengalami kebingungan dan komunikasi jadi lebih sulit.
Remaja memang sudah bisa menyampaikan perasaannya dengan jelas dan kemarahannya tampak sangat nyata. Dikutip dari KlikDokter, jika salah menanganinya, bisa-bisa kemarahan tersebut malah merugikan dirinya serta orang lain.
Remaja pun kadang belum mempertimbangkan dan menyadari mana yang salah dan mana yang benar. Lalu bagaimana menghadapinya? Ada beberapa hal yang bisa orangtua terapkan saat anak remaja sedang emosi.
1. Hargai privasinya
Dilansir Psychology Today, remaja memandang kamar mereka sebagai “ kastil” yang terhubung dengan kepribadian mereka. Bila anak remaja kini lebih sering di kamar, terutama bila keadaan emosinya sedang tidak stabil, sebaiknya jangan langsung membuka pintu kamarnya untuk masuk. Ketuklah terlebih dulu dan mintalah persetujuan apakah ini waktu yang tepat bagi Anda untuk masuk ke dunianya.
Dengan begitu, mereka tidak akan tersulut emosinya karena merasa terganggu dan akan lebih menghargai orangtua, karena juga menghargai privasi dirinya. Setelah diizinkan masuk, jangan paksa mereka untuk langsung berbicara. Akan lebih mudah prosesnya bila orangtua menggunakan pendekatan seperti “ remaja” juga. Misalnya, bisa terlebih dulu menunjukkan ketertarikan terhadap benda-benda unik yang menjadi pajangan di kamar mereka untuk mencairkan suasana.
Terkadang sebagai orang dewasa, orangtua langsung merespons dengan nada yang agak tinggi ketika mendengar keinginan remaja yang menurut kita tidak masuk akal. Bila terus-menerus seperti itu, si remaja akan merasa tidak dihargai dan bersikap melawan dengan cara membentak.
Selama ini dia juga mencontoh orangtuanya yang selalu memotong pembicaraan dan membentak dirinya kala ada sesuatu yang tak sesuai dengan pemikiran. Daripada langsung memotong dan merespons negatif, sebaiknya dengarkan dulu keluh kesahnya, barulah meresponsnya dengan baik. Seperti memberi pertimbangan dan penilaian yang tidak memojokkan. Dengan begitu, ia sekaligus bisa belajar memilih mana yang baik dan mana yang tidak untuk dirinya sendiri.
Remaja yang sedang emosi akan mudah meledak saat melihat lawan bicaranya menampilkan bahasa tubuh yang menantang, misalnya bertolak pinggang, menunjuk, melipat tangan di dada, atau mendongak. Jarak yang terlalu dekat juga bisa membuatnya semakin marah. Jadi, sebaiknya tampilkan bahasa tubuh yang netral saja dan atur jarak.
4. Setelah emosi lebih stabil, luangkan waktu bersamanya
Remaja yang sering marah-marah sebenarnya membutuhkan kasih sayang yang ekstra. Hanya saja, karena adanya gengsi remaja, yang ditunjukkan oleh mereka justru menarik diri. Karena itu, orang dewasa mesti lebih mengatur atau mengendalikan egonya dengan cara meluangkan waktu lebih terhadap mereka, terutama terkait kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah.
“ Orang tua juga perlu memantau aktivitas anak remajanya, baik di sekolah, lingkungan luar sekolah, dan di rumah,” kata dr. Nadia dari KlikDokter.
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Kata Ahli Gizi Soal Pentingnya Vitamin C untuk Tumbuh Kembang Anak
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia