Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Setiap akan melangsungkan pernikahan, banyak calon pengantin melakukan perawatan diri. Ini agar bisa tampil semenarik mungkin di hadapan banyak tamu, terutama di depan pasangan sendiri.
Tidak sedikit calon pengantin yang juga melakukan perawatan potong bulu dengan metode brazilian wax. Caranya, dengan mengoleskan cairan lilin pada kulit lalu menariknya setelah kering sehingga bulu-bulu tercabut.
Perawatan semacam ini biasanya ditawarkan oleh salon atau spa. Sehingga, teknik ini dilakukan oleh karyawan di tempat itu, yang notabene bukan muhrim.
Bagaimana jika perawatan ini dilakukan untuk bulu kemaluan atau sekitarnya?
Dikutip dari Siakapkeli, Mufti Federal Malaysia, Datuk Zulkifli Muhammad Al Bakri membahas persoalan ini secara mendalam. Dia menyatakan para ulama menetapkan sunah hukumnya mencabut bulu kemaluan.
Namun demikian, persoalan menjadi berbeda jika tindakan itu dilakukan dengan metode brazilian wax. Bagaimanapun, metode itu melibatkan dua orang yaitu pelanggan dan karyawan salon atau rumah spa.
Terdapat dua implikasi terkait praktik ini yaitu isu aurat dan isu berkhalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis. Isu aurat berkaitan dengan bagian tubuh yang haram dilihat orang lain.
Pada pria, auratnya yaitu bagian tubuh yang terletak di antara pusar dengan lutut. Sementara pusar dan lutut sendiri bukan termasuk aurat.
Aurat ini diharamkan untuk dilihat orang lain. Tidak hanya lawan jenis, seorang pria melihat aurat sesama pria dihukumi haram.
Sedangkan aurat wanita di depan sesama wanita adalah bagian tubuh antara pusar dengan lutut. Seorang wanita juga terlarang melihat bagian pusar hingga lutut wanita lain.
Jika karyawan yang melakukan brazilian wax adalah pria dan pelanggannya juga pria, atau karyawannya adalah wanita dengan pelanggan sesama wanita, maka keharaman melihat aurat berlaku. Apalagi jika karyawan dan pelanggan adalah beda jenis kelamin.
Isu kedua yaitu khalwat. Tentu metode brazilian wax harus dilakukan di ruang tertutup dan hanya ada dua orang yang terdiri pelanggan dan karyawan salon atau spa.
Jika terjadi khalwat antara pelanggan dan karyawan beda jenis kelamin, maka hal tersebut sangat dilarang menurut syariat.
Berbeda jika pelanggan berada dalam satu ruangan dengan dokter ahli meski berbeda jenis kelamin. Terkait hal ini, para ulama berbeda pendapat.
Kondisi ini dibolehkan berdasarkan kaidah seseorang yang sakit tidak bisa melakukan perawatan diri sendiri dan harus melibatkan ahlinya. Demikian pula jika rawatan melibatkan para pembantu dokter seperti perawat dan lainnya.
Sehingga, jika brazilian wax dilakukan dengan cara aurat pelanggan terbuka dan dilihat orang lain, maka hal ini diharamkan. Berbeda jika yang dicabut adalah bulu kaki atau tangan.
(ism, Sumber: Siakapkeli.my)
Dream - Pernikahan memang dianjurkan untuk dirayakan dengan mengundang orang lain. Selain berpesta, undangan dimaksudkan sebagai syiar bahwa telah terjadi pernikahan.
Umumnya, undangan nikah disampaikan secara tertulis lewat sepucuk surat. Tentu kewajiban seseorang untuk hadir memenuhi undangan tersebut.
Seiring berkembangnya teknologi, undangan tidak lagi hanya disampaikan dalam bentuk surat. Banyak pasangan calon pengantin yang memanfaatkan media sosial, terutama Facebook, untuk menyebar undangan pernikahan.
Bagi sebagian orang, tentu hal ini tidak biasa. Tetapi, apakah dibolehkan tidak menghadiri undangan pernikahan yang disampaikan lewat Facebook?
Mengenai masalah ini, ada baiknya memperhatikan pendapat dari Mufti Federal Malaysia, Datuk Sri Zulkifli Muhammad Al Bakri. Dalam pandangannya, menghadiri undangan resepsi pernikahan hukumnya wajib.
Dikutip dari Siakapkeli, undangan resepsi menjadi tidak wajib dihadiri jika terdapat beberapa unsur. Di antaranya ada keraguan soal sajian yang dihidangkan, adanya potensi kemungkaran, acara dikhususkan untuk orang-orang kaya saja, lokasi acara jauh, ada hambatan seperti lalu lintas macet atau hujan lebat, atau ketika ada undangan di tempat lain di hari yang sama.
Terkait undangan resepsi nikah disampaikan lewat Facebook, Zulkifli menjelaskan terdapat kaidah dalam fikih yang menetapkan adat atau kebiasaan bisa menjadi penentu hukum.
Kebiasaan yang berlaku di masyarakat dapat dipakai untuk mengambil keputusan mengenai masalah yang terjadi apabila tidak terdapat dalil yang menjelaskan status hukumnya.
Secara umum, undangan bisa disampaikan lewat apapun. Termasuk dengan menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan lainnya selama tujuannya benar-benar ingin mengundang orang untuk datang.
Zulkifli berpandangan penggunaan Facebook hanya sekadar memudahkan penyebaran undangan, termasuk untuk menetapkan jumlah tamu yang akan hadir ke sebuah resepsi nikah.
Biasanya, undangan lewat Facebook mencantumkan tombol untuk konfirmasi kehadiran. Dengan menekan tombol 'going', maka akan diketahui siapa saja tamu yang akan hadir.
Undangan seperti ini tetap wajib dihadiri. Karena ada keterangan nama pihak yang diundang serta ada fasilitas konfirmasi.
Berbeda halnya jika undangan disampaikan kepada banyak orang tanpa menyebut secara khusus nama-nama yang diundang. Ketika ada undangan seperti ini, maka tidak ada kewajiban untuk menghadirinya.
(Sah, Sumber: siakapkeli.my)
Advertisement
Campus Beauty Fair, Belajar Skin Prep Bareng Emina Cosmetics
Pesawat Ini Mendadak Putar Balik Gegara Dapurnya Kebakaran
Cantik Banget, Lihat Polwan Sebelum dan Setelah Dipulas Makeup Artist
Indomie Masuk Daftar Mi Instan Terenak di Dunia Versi Ramen Rater 2025
Prabowo: Alhamdulillah Kita Tidak Impor Beras Lagi
Momen Prabowo Singgung Duit Negara Dicolong Koruptor Ratusan Triliun
3 Tempat Makan Milik Artis di Luar Negeri, Ada Warkop di New York
3 Komunitas Seru di Bawah Naungan BNI, Mulai dari Bisnis hingga Olahraga
Campus Beauty Fair, Belajar Skin Prep Bareng Emina Cosmetics
Jaga Kesehatan Jantung dan Otak dengan Rajin Konsumsi Ikan Sembilang