Lokasi Gempa 6,2 SR (Foto: Twitter)
Dream - Sekitar pukul 06.59 WIB, terjadi gempa berkekuatan Magnitudo 6,2. Pusat gempa tersebut berada di 103 kilometer barat daya Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
" Kedalaman gempa 10 kilometer," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Dream, Selasa, 22 Januari 2019.
#Gempa Mag:6.2, 22-Jan-19 06:59:21 WIB, Lok:10.52 LS, 119.05 BT (Pusat gempa berada di laut 103 km BaratDaya Sumba Barat), Kedlmn:10 Km Dirasakan (MMI) IV-V Tambolaka, III Waingapu, III Sumbawa, III Bima, II-III Tanariu, III Waikabubak #BMKG pic.twitter.com/cQuahgrsRd
— BMKG (@infoBMKG)January 22, 2019
Sutopo berujar, selang beberapa menit kemudian yakni pukul 07.08 WIB, gempa susulan terjadi dengan kekuatan yang cukup besar yaitu 5,2 skala richter dengan kedalaman 10 kilometer.
#Gempa Mag:5.2, 22-Jan-19 08:56:59 WIB, Lok:10.40 LS,119.12 BT (88 km BaratDaya SUMBABARAT-NTT), Kedlmn:10 Km, tdk berpotensi tsunami #BMKG pic.twitter.com/h3u5fGHEDB
— BMKG (@infoBMKG)January 22, 2019
" Gempa susulan lokasinya 74 kilometer barat daya Sumba Barat," ucap dia.
Gempa dirasakan sedang oleh asyarakat yang berada di Kecamatan Tana Righu, Kabupaten Sumba Barat.
Menurut Sutopo, gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan datangnya tsunami. (ism)
Dream - Indonesia bukan satu-satunya kawasan yang terancam gempa megathrust berkekuatan dahsyat. Belum lama ini, para ilmuwan mendeteksi adanya potensi gempa 8,9 magnitude di patahan Selandia Baru.
Para ilmuwan sampai pada tahap yakin gempa itu pasti terjadi di masa depan. Gempa yang bisa muncul itu diprediksi memiliki dampak yang mirip dengan gempa Hikuragi di Jepang pada 11 Maret 2011 silam, bahkan bisa lebih parah.
Dikutip dari Newshub, gempa berkekuatan 9 magnitude menggentarkan pesisir timur Pulau Honshu. Gempa tersebut menimbulkan gelombang tsunami setinggi 30 meter, memakan 16 ribu korban jiwa dan kerugian sebesar US$346 miliar, setara Rp4.859,5 triliun.
Sebagai antisipasi gempa di patahan Selandia Baru, Civil Defence Emergency Management (CDEM) dari North Land tengah mengembangkan rencana tanggap darurat.
Martha Savage, profesor geophysics dari Victoria University of Wellington's School of Geography, Environment and Earth Sciences mengatakan, gempa akan menjadi semakin besar seiring dengan waktu berjalan.
" Yang terjadi di Jepang saat itu karena retakan yang berlangsung selama hampir 1.000 tahun lamanya," papar Savage.
Para ilmuwan percaya Selandia Baru berpotensi mengalami gempa 'megatrhust' seperti yang terjadi di Jepang. Bahkan, dampaknya bisa jauh lebih besar.
" Karena zona subduksi kita yang lebih dekat dibanding dengan Jepang saat itu, tsunami bisa terjadi kapan saja tanpa peringatan. Bahkan bisa berlangsung selama enam menit," ujarnya.
Penduduk Tokyo kala itu hanya mendapat peringatan sekitar 80 detik sebelum gempa melanda, disusul dengan tsunami yang menerjang 15 menit kemudian.
CDEM berupaya untuk memasang alat deteksi seismometer di dasar laut, namun hal itu akan memakan biaya besar.
Mereka akan fokus pada beberapa titik rawan seperti Gisborne, Bay of Plenty, Hawke's Bay, Munawatu-Whanganui dan Wellington.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN