Hukum Bersetubuh Sebelum Istri Mandi Junub dari Haid atau Nifas Menurut Pendapat Ulama

Reporter : Arini Saadah
Senin, 1 Mei 2023 06:20
Hukum Bersetubuh Sebelum Istri Mandi Junub dari Haid atau Nifas Menurut Pendapat Ulama
Begini hukumnya menurut para ulama dari berbagai madzhab:

Dream - Berhubungan badan bagi pasangan suami istri juga perlu memerhatikan syariat yang telah ditentukan. Salah satunya ialah istri harus dalam keadaan suci dari hadas besar seperti haid dan nifas.

Mandi junub setelah berhubungan intim bagi pasangan suami istri adalah amalan yang wajib dilakukan. Setelah berhubungan badan, pasangan suami istri berada dalam kondisi hadast besar. Kondisi ini hanya bisa dihilangkan dengan mandi junub.

Kemudian muncul pertanyaan bagaimana hukum bersetubuh dengan istri sementara istri belum mandi junub dari haid aau nifas. Untuk menjawabnya langsung saja simak selengkapnya berikut ini sebagaimana dirangkum Dream dari NU Online.

1 dari 4 halaman

Bersetubuh Ketika Istri dalam Keadaan Suci

Dalil yang menyebutkan tentang bersetubuh ketika istri dalam keadaan suci telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 222. Berikut bunyi ayatnya:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Artinya: " Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, 'Itu adalah sesuatu yang kotor.' Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."

2 dari 4 halaman

Menurut Jumhur Ulama

Sementara itu, praktik bersetubuh dengan istri sementara istri belum mandi junub dari kondisi haid atau nifasnya menuai perbedaan pendapat dari kalangan ulama.

Mengenai hal tersebut, jumhur ulama berpendapat bahwa sebelum berhubungan intim antara suami dan istri, maka seorang istri harus mandi junub terlebih dahulu dari haid atau nifas. Hal ini berlaku bagi istri yang sudah selesai masa haid atau nifasnya. Namun jika belum, maka dilarang untuk bersetubuh.

Hal ini berdasarkan penjelasan Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut ini:

 ولم يجز الجمهور غير أبي حنيفة إتيانها حتى ينقطع الحيض، وتغتسل بالماء غسل الجنابة

Artinya: “ Mayoritas ulama selain Abu Hanifah, tidak membolehkan hubungan badan seseorang dengan istrinya hingga darah haid itu benar-benar berhenti dan istrinya mandi wajib terlebih dahulu.”

3 dari 4 halaman

Menurut Madzhab Hanafi

Sementara itu, menurut pendapat ulama dari kalangan madzhab Hanafi menyebutkan ketika seorang perempuan yang melalui masa haid (10 hari) tetapi belum sempat mandi boleh berhubungan badan dengan suaminya. Kalau darahnya sudah berhenti sebelum masa haid selesai, maka ia harus menunggu sekira waktu sholat selesai (durasi antara dzhuhur hingga ashar) atau mandi junub terlebih dahulu sebelum hubungan badan.

Hal tersebut telah dijelaskan dalam Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli:

“ Abu Hanifah membolehkan hubungan badan dengan istri bila darah haidnya telah selesai meskipun ia belum mandi wajib. Tetapi, jika darah haid itu berhenti setelah masa haid (10 hari), maka (ia) halal ketika itu. Jika darah itu berhenti persis kurang dari 10 hari, maka ia belum halal hingga waktu shalat sempurna berlalu atau ia mandi wajib."

4 dari 4 halaman

Menurut Madzhab Maliki

Selanjutnya, hukum bersetubuh sebelum istri mandi junub dari haid atau nifas juga disampaikan oleh ulama dari kalangan madzhab Maliki.

Madzhab Maliki membolehkan bersetubuh dengan istri ketika darah haid atau nifas berhenti dengan catatan ia harus mandi junub terlebih dahulu sebelum berhubungan badan. Bahkan madzhab Maliki memperbolehkan rekayasa medis untuk penghentian darah haid. Sebagaimana diterangkan oleh Syekh Abdurrahman Al-Jaziri dalam Kitab Al-Fiqhu alal Madzahibil Arba‘ah berikut ini:

“ Tidak samar lagi kemaslahatan perihal pengharaman praktik hubungan badan dengan perempuan yang sedang haid. Para dokter sepakat bahwa praktik ini dapat membahayakan luar biasa organ rahim. Meskipun demikian, sebagian madzhab menghilangkan keharaman praktik ini. Madzhab Hanafi membolehkan praktik ini–meskipun perempuan itu belum mandi wajib–bila darah haidnya telah berhenti selama satu waktu shalat penuh misalnya dari zhuhur hingga ashar. Jelas, bahwa kebanyakan perempuan yang haid tidak mengucurkan darah setiap saat sepanjang masa haidnya. Sementara Madzhab Maliki membolehkan praktik ini ketika darah haid berhenti meskipun sesaat dengan catatan perempuan itu harus mandi wajib terlebih dahulu. Tetapi kebanyakan perempuan memiliki pengalaman berbeda terkait waktu perhentian darah haid. Madzhab Maliki kemudian berpendapat bahwa jika perempuan menghentikan darah haidnya dengan misalnya obat, maka hubungan seksualnya sah karena darah haid tidak selalu harus berhenti sendiri (perhentian darah haid dapat direkayasa dengan obat mutakhir). Dengan logika ini, seorang suami dengan libido tinggi yang tidak sanggup menahan diri boleh berjuang untuk menghentikan darah haid istrinya sebelum hubungan seksual.”

Demikian itulah penjelasan tentang hukum bersetubuh sebelum istri mandi junub dari haid atau nifas. Demi menjaga adab berjimak dalam Islam, sebaiknya seorang istri mandi junub terlebih dahulu sebelum berhubungan badan dengan suaminya. Selain itu juga sebaiknya disertai dengan doa-doa sebelum, selama dan sesudah berhubungan intim.

Beri Komentar