Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan kronologi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Tanjung Karawang pada 29 Oktober 2019. Pesawat ini raib dari radar sekitar pukul 06.32 WIB, setelah terbang dari Bandara Soakerno Hatta menuju Pangkalpinang.
Sebelum hilang dari pantauan radar, pilot Boeing 737-8 Max itu melaporkan beberapa masalah pada kendali pesawat, indikator ketinggian, dan indikator kecepatan. Setelah laporan itu, pesawat jatuh ke laut, seluruh awak dan penumpang tak ada yang selamat.
Kerusakan pesawat itu sebenarnya sudah terjadi sejak penerbangan sebelumnya. Berdasarkan investigasi KNKT yang diungkap Jumat 25 Oktober 2019, pesawat terbang itu telah mengalami kerusakan sejak mengudara dari China menuju Indonesia.
" Kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP terjadi pertama kali pada tanggal 26 Oktober 2018 dalam penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia," tutur Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo, dikutip dari Liputan6.com.
Kerusakan dan perbaikan dilakukan secara berulang. Akhirnya, pada 28 Oktober 2018 Angle of Attack (AOA) sensor kiri diganti di Denpasar, Bali. Namun AOA sensor kiri yang dipasang tersebut mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang.
" Deviasi ini mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrumen kiri dan kanan di kokpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta," katanya.
Menurut Nurcahyo, saat terbang dari Denpasar ke Jakarta, pilot berhasil menghentikan aktifnya MCAS dengan memindahkan Stab Trim switch ke posisi cut out (mati/ tidak aktif).
Usai mendarat di Jakarta, pilot melaporkan kerusakan yang terjadi namun tidak melaporkan stick shaker (guncangan kendali pilot) dan pemindahan Stab Trim ke posisi cut out.
" Lampu peringatan AOA Disagree tidak tersedia, sehingga pilot tidak melaporkannya. Masalah yang dilaporkan ini hanya dapat diperbaiki menggunakan prosedur perbaikan AOA Disagree," tambah Nurcahyo.
Pada 29 Oktober 2018 pesawat kembali beroperasi dari Jakarta ke Pangkalpinang. Kotak hitam Flight Data Recorder (FDR) merekam kerusakan yang sama terjadi pada penerbangan ini.
" Pilot melaksanakan prosedur non-normal untuk IAS Disagree, namun tidak mengenali kondisi runaway stabilizer," ujar Nurchayo.
Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC berkontribusi pada kesulitan pilot untuk mengendalikan pesawat.
MCAS merupakan fitur yang baru ada di pesawat Boeing 737-8 Max untuk memperbaiki karakteristik angguk (pergerakan pada bidang vertikal) pesawat pada kondisi flap up, manual flight (tanpa auto pilot), dan AOA tinggi.
Menurut Nurcahyo, proses investigasi menemukan bahwa desain dan sertifikasi fitur ini tidak memadai, juga pelatihan dan buku panduan untuk pilot tidak memuat informasi terkait MCAS.
Pada 10 Maret 2019, kecelakaan serupa terjadi di Ethiopia melibatkan pesawat Boeing 737-8 (MAX) yang mengalami kerusakan AOA sensor.
" Tindakan perbaikan telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Namun demikian KNKT memandang masih ada isu keselamatan yang harus diperbaiki. KNKT menerbitkan rekomendasi kepada Lion Air, Batam Aero Technic, Airnav Indonesia, Boeing Company, Xtra Aerospace, Indonesia DGCA, and Federal Aviation Administration (FAA)," kata dia.
Dream - Laporan resmi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengenai jatuhnya Lion Air JT610 pada 29 Oktober 2018 bakal disampaikan November mendatang.
Meski demikian, harian Wall Street Journal (WSJ) mengklaim sudah mengetahui sejumlah poin penting penyebab jatuhnya pesawat berjenis Boeing 737 Max tersebut.
Laporan itu menyebut adanya kesalahan konstruksi pesawat dan beberapa kesalahan pilot yang menyebabkan pesawat itu jatuh ke laut Jawa di utara Karawang, Jawa Barat, dan menewaskan 189 orang.
Penyelidikan ini, menurut laporan itu, terpusat pada sistem fitur kontrol penerbangan otomatis yang disebut MCAS. Tidak sempurnanya fitur otomatis ini membuat Lion Air JT610 jatuh. Kondisi serupa juga dialami pesawat serupa milik Ethiopian Airlines yang jatuh pada Maret 2019.
© MEN
Detail laporan Indonesia, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, dapat berubah dan dianalisis lebih lanjut. Penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menolak berkomentar pada kesimpulan awal ini.
Sementara itu, seorang juru bicara Boeing mengatakan, perusahaannya terus bekerja dengan KNKT.
Peneliti kecelakaan udara Amerika Serikat (AS) juga bersiap untuk mempublikasikan beberapa rekomendasi keselamatan yang berkaca pada insiden Boeing 737 Max. Asosiasi tersebut menyebut perlunya memperkuat keterampilan terbang pilot secara manual.
Upaya serupa juga diajukan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS. Mereka menyerukan perlunya kemampuan pilot untuk mengambil keputusan di saat pesawat dalam kondisi manual. Tujuannya untuk memastikan kemampuan pilot ketika sistem otomatis tidak berfungsi atau mati.
Pejabat Federal Aviation Administration (FAA) mengatakan dalam beberapa minggu terakhir, Boeing akan memberikan semua detail keamanan dari sistem kontrol penerbangan MAX yang dirancang ulang.
© MEN
Dream – Tim SAR gabungan dari Basarnas dan TNI Angkatan Laut menemukan beberapa bagian Lion Air JT 610. Basarnas menduga pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, itu tak utuh lagi karena tekanan dan hantaman keras air laut.
“ Menurut saya, dari ketinggian segitu menuju ke air, tekanannya lebih keras. Mungkin juga karena benturan. Itu juga pecah dan mengakibatkan serpihan berdampak pada tubuh korban,” kata Direktur Operasi Basarnas, Brigjen TNI, Bambang Suryo Aji, dikutip dari Liputan6.com, Selasa 30 Oktober 2018.
Bambang belum bisa memastikan pesawat malang ini meledak sebelum jatuh ke laut atau tidak. Namun, serpihan ekor pesawat yang ditemukan tak menunjukkan tak ada bekas bakar.
“ Bagian ekor serpihannya yang ditemukan. Ada logo Lion-nya. Tak ada seperti terbakar. Hanya potongan,” kata dia.
Sejauh ini, Basarnas belum bisa memastikan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 terjadi karena kesalahan teknis atau cuaca buruk. Sebab, pihak yang berwenang menyelidiki kecelakaan pesawat berada pada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
“ Nanti dari pihak penerbangan maupun KNKT sendiri yang akan memberikan keterangan. Tugas kami di sini adalah berupaya mencari bangkai pesawat dan mengevakuasi korban secepatnya,” kata dia.
Bambang memprediksi tak ada penumpang dan kru yang jumlahnya mencapai 189 orang yang selamat.
“ Prediksi saya, sudah tidak ada yang selamat. Korban yang ditemukan saja beberapa potongan tubuhnya sudah tidak utuh. Dalam beberapa jam, kemungkinan sekali jumlah 189 korban sudah dalam keadaan meninggal dunia semua,” kata dia.
Tim SAR dan TNI AL menyisir perairan Tanjung Karawang. Mereka menemukan benda-benda yang diduga milik penumpang pesawat yang jatuh tersebut. Selain itu, tim SAR gabungan menemukan jenazah yang sudah tidak utuh.
Saat berada di titik 05° 51.926' LS 107° 06.797' BT, seorang anggota melihat benda besar yang mengapung ke atas permukaan. Anggota pun menariknya ke kapal. Benar saja, saat berhasil diangkat ke kapal itu merupakan jenazah korban Lion Air.
Sumber: Liputan6.com/Ady Anugrahadi
Rapi dan Cetar, Trik MUA Pasang Fake Eyelashes Rapi di Mata Oriental
Airport Style Nagita, Pakai Kaus Oblong Sambil Geret Koper Rp259 Juta
Jenita Janet Rela Kehilangan Pekerjaan Usai Berhijab: Saya Ikhlaskan karena Hidup Lebih Tenang
Tetap Memikat, Makeup Pengantin dengan Lipstik Nude
Mix and Match Kemeja Oversized Jadi 3 Outfit Berbeda
Manfaat Sholawat Nariyah dan Bacaannya yang Sangat Baik Diamalkan setelah Sholat Fardhu
Viral Gadis Garut Dinikahi Oppa Korea yang Tampan, Keluarga Pria Alami Culture Shock Saat Resepsi!
Potret Penampakan Rumah Menolak Digusur, Posisinya di Luar Nalar Bikin Geleng-Geleng Kepala!
Detik-detik Rebecca Klopper Minta Maaf usai Video Miripnya Viral
7 Gaya 'Hot' Nia Ramadhani Pakai Baju Transparan di Depan Mertua, Netizen: Sungguh Sempurna!