Kisah Anak-Anak Palestina yang Ditawan Pasukan Israel

Reporter : Maulana Kautsar
Senin, 2 September 2019 15:13
Kisah Anak-Anak Palestina yang Ditawan Pasukan Israel
Salah satu yang ramai menjadi pembicaraan yaitu Ahed Tamimi.

Dream - Pasukan Israel menerapkan hukum militer kepada anak-anak Palestina yang mereka tangkap. Beberapa di antara anak-anak palestina itu bahkan baru berusia 12 tahun.

Laporan BBC mencatat, sebanyak 500 anak setiap tahunnya menjalani proses semacam ini. israel beralasan, anak-anak itu ditangkap karena mengancam keamanan nasional.

Salah satu korban penangkapan tanpa alasan yang jelas tersebut bernama Malak Al Ghalith. Dia dibawa ke perkampungan militer di Yerusalem. Malak Al Ghalith juga diminta menandatangani dokumen dalam bahasa Ibrani.

Dia dituduh membawa pisau dan menyerang serdadu Israel, tindakan yang sama sekali tidak dia lakukan.

1 dari 6 halaman

Mengerikan...

Meski begitu Malak tetap mengaku tidak bersalah. " Saya hanya ditahan delapan bulan," kata Malak.

Kasus yang paling dibicarakan dunia yaitu penangkapan Ahed Tamimi. Dia ditangkap karena menampar serdadu Israel. Saat peristiwa itu, Ahed berusia 16 tahun.

Ahed bercerita mengenai kisah dan pengalamannya di tahanan Israel. Dia menyebut, duduk di kursi di sudut ruangan, dengan kondisi kaki dan tangan terborgol.

" Sehingga aku tak bisa menggerakkan tangan dan kakiku," kata Ahed.

Menurut Ahed, masa paling sulit selama di tahanan yaitu, interogasi selama 16 hari. Setiap hari dia menjali empat kali interogasi.

Pengacara dari Addameer, lembaga yang mengadvokasi anak-anak Palestina, Saher Francis, mempertanyakan aspek moral dan legal dari tindakan pasukan Israel. Dia menyebut aktivitas penangkapan anak-anak Palestina tersebut terjadi di sistem Israel.

" Ini tentang kontrol dan operasi melawan seluruh masyarakat (Palestina)" kata Saher.

2 dari 6 halaman

Pemuda Palestina Calon Mahasiswa Universitas Harvard Ditolak Masuk AS

Dream - Seorang pelajar Palestina yang diterima di Universitas Havard ditolak masuk Amerika Serikat (AS). Pelajar bernama Ismail Ajjawi itu diberendong banyak hal, semisal praktik keagamaan dan aktivitas pertemanan di media sosial oleh petugas imigrasi bandara Amerika Serikat (AS).

Ismail, dilaporkan Al Jazeera, tinggal mengungsi di Lebanon. Dia dianugerahi beasiswa sarjana Hope Fund dari lembaga nirlaba Amideast.

Ismail mendarat di Bandara Internasional Bogan Logan dan dipulangkan Jumat, 30 Agustus 2019.

Juru bicara Perlindungan Pabean dan Perbatasan (CBP) AS, Michael McCarthy mengatakan, Ajjawi dianggap tidak dapat diterima oleh AS berdasarkan informasi yang ditemukan selama inspeksi.

" CBP bertanggung jawab untuk memastikan keamanan dan penerimaan barang dan orang yang memasuki Amerika Serikat," kata dia.

 

3 dari 6 halaman

Tidak Mengunggah Hal Politis

Ajjawi mengatakan dia diinterogasi oleh petugas imigrasi selama berjam-jam. Dia diminta membuka kunci telepon dan laptopnya untuk pemeriksaan lebih lanjut.

" Setelah lima jam berakhir, dia memanggil saya ke sebuah ruangan dan dia mulai berteriak kepada saya. Dia mengatakan bahwa dia menemukan orang-orang mem-posting sudut pandang politik yang menentang AS dalam daftar teman saya," katanya kepada surat kabar Harvard Crimson.

Ajjawi mengatakan, dia telah mengatakan ke petugas CBP bahwa dia tak mengunggah hal-hal politis. Dia mengatakan, visanya kemudian dicabut dan dia sekarang kembali ke Libanon.

" Universitas bekerja dengan keluarga mahasiswa dan otoritas yang sesuai untuk menyelesaikan masalah ini sehingga dia dapat bergabung dengan teman-teman sekelasnya dalam beberapa hari mendatang," Jason Newton, associate director hubungan media di Harvard, mengatakan kepada Al Jazeera.

4 dari 6 halaman

Keprihatinan Luar Biasa

Sejak 2000, lebih dari 100 orang pemuda Palestina dari Tepi Barat, Gaza, Lebanon, dan Yordania, mendapat beasiswa dari Amideast untuk berkuliah di AS.

Tapi, sejak bulan lalu, Rektor Universitas Harvard, Laurence Bacow, menyuarakan kerprihatinan tentang penundaan dan penolakan visa baru-baru ini bagi siswa internasional ke Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.

Departemen Dalam Negeri AS menolak 37 ribu aplikasi visa pada 2018. Penolakan ini karena pemerintahan Trump membuat penolakan bernama `larangan untuk Muslim.`

Elsa Auerbach, anggota kelompok advokasi Jewish Voice for Peace Boston, mengatakan kasus Ajjawi sebagai `satu lagi tindakan agresi oleh pemerintah AS saat ini`.

" Tindakan ini mewujudkan rasisme xenofobik yang merupakan inti dari kebijakan imigrasi AS saat ini, kebijakan yang memberanikan petugas imigrasi untuk melanggar hak-hak mereka yang ingin memasuki negara ini bahkan ketika mereka memiliki dokumen yang sah," katanya.

5 dari 6 halaman

Gadis Pemberani Ahed Tamimi & PM Mahathir Jadi Islam Persons of The Year

Dream - Daftar 500 Muslim Berpengaruh di Dunia menempatkan aktivis Palestina, Ahed Tamimi, dan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad sebagai Persons of The Year.

Professor emiritus American University of Cairo, S Abdallah Schleifer, menilai ada alasan khusus di balik terpilihnya dua tokoh tersebut. 

Tamimi dinilai sebagai aktivis tangguh. Dia dengan berani melawan tentara Israel. Dia menampar dan menendangi tentara Israel. Dia ditangkap dengan borgol melekat di tangannya.

Aksi perlawanan dan penangkapan Tamimi itu terekam kamera dan viral. Dia mendapat dukungan dari aktivis hak azasi manusia Israel, Gaby Lasky.

" Publik Palestina tertarik dengan patriotisme Tamimi bahkan sebelum penamparan. Seorang fotografer menunjukkan foto Tamimi dalam usia 11 tahun mengepalkan tangan ke tentara Israel," tulis Abdallah, diakses Dream, Jumat, 19 Oktober 2018.

Sementara itu, Abdallah juga memiliki alasan khusus memilih Mahathir. Sosok Mahathir, dia sebut telah membawa ekonomi Malaysia pada arah yang baik.

 

6 dari 6 halaman

Mahathir Sosok Tangguh

PM Malaysia Mahathir Mohammad

Selain itu, poin utama Mahathir di mata Abdallah, kesungguhnya menentang penjajahan yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Beberapa komentarnya bahkan kerap membuatnya dianggap sebagai anti-semit.

" Sekarang, dalam jumlah terukur, tidak ada orang Yahudi di Malaysia," kata Abdallah.

Di bidang politik dalam negeri, Abdallah memuji sosok Mahathir sebagai politikus tangguh. Skandal 1MDB yang menyeret nama Najib Razak menjadi salah satunya.

" Tidak buruk bagi politikus 93 tahun yang punya riwayat dua kali mengalami serangan jantung dan operasi," ujar Abdallah.(Sah)

Beri Komentar