Kapan Dibolehkan Membuat Shaf Baru dalam Sholat Jemaah?

Reporter : Ahmad Baiquni
Selasa, 17 September 2019 20:01
Kapan Dibolehkan Membuat Shaf Baru dalam Sholat Jemaah?
Menyempurnakan shaf merupakan bagian dari keutamaan sholat berjemaah.

Dream - Salah satu ketentuan yang patut dijalankan dalam sholat adalah menyempurnakan shaf. Caranya dengan meluruskan dan merapatkan shaf. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda, " Sempurnakanlah barisan (sholat jemaah), sesungguhnya aku dapat melihat kalian di belakang punggungku."

Hadis ini merupakan perintah Rasulullah kepada para makmum. Dengan sabda tersebut, para makmum diminta untuk menyempurnakan shafnya.

Shaf sendiri dianggap sempurna jika tidak ditemukan adanya celah yang bisa ditempati untuk sholat. Lantas, kapan ketentuan yang membolehkan jemaah membentuk shaf baru?

Dikutip dari NU Online, Al Munawi dalam kitabnya Faid Al Qadir menjelaskan makna hadis di atas.

" Sempurnakanlah shaf-shaf kalian wahai orang-orang yang shalat. Sempurnakanlah shaf pertama dengan shaf yang mendekatinya. Maka tidak diperbolehkan melaksanakan (sholat) di shaf kedua sampai sempurna shaf yang pertama. Dan tidak diperkenankan berdiri pada suatu barisan sampai ia menyempurnakan shaf sebelumnya. Jika masih menemukan tempat yang renggang pada shaf di depannya, maka orang yang menempati shaf di dekatnya harus menempati tempat yang renggang tersebut, sebab ia dianggap ceroboh karena tidak menempati shaf di depannya."

Penjelasan dari Al Munawi menunjukkan keharusan orang untuk mengisi setiap celah yang memungkinkan untuk sholat. Jika masih ada celah namun jemaah sudah membuat shaf baru, maka dianggap ceroboh.

 

1 dari 5 halaman

Boleh Tak Tempati Shaf Pertama, Asal...

Namun demikian, ketentuan ini berlaku bagi orang yang menempati shaf belakang tanpa uzur. Jika terdapat uzur yang membuat orang tidak bisa mengisi shaf depan, maka tidak termasuk menyalahi sunah menyempurnakan shaf.

Sebagai contoh, shaf depan terkena langsung sinar matahari yang panas. Dalam keadaan demikian, tidak makruh orang menempati shaf belakang.

Hal ini dijelaskan oleh Syeikh Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitabnya Tuhfah Al Muhtaj.

" Jika para jemaah mengakhirkan shaf sholatnya karena uzur, seperti melaksanakan sholat pada musim panas di Masjidil Haram, maka hal demikian tidak dihukumi makruh dan tidak dianggap ceroboh. Sama halnya dengan alasan terkena air hujan atau hal-hal semacamnya. Ketidakmakruhan ini memastikan tidak hilangnya keutamaan sholat jamaah."

 

2 dari 5 halaman

Jika Timbulkan Ketidakkhusyukan

Secara rinci, Ibnu Hajar menjelaskan apa saja hal yang membolehkan seorang jemaah sholat tidak menempati shaf di depannya. Salah satunya, yaitu jika dikhawatirkan menempati shaf depan justru menimbulkan ketidakkhusyukan dalam sholat.

" Ibnu Hajar ditanya tentang seseorang yang melaksanakan shalat di shaf awal, tidak dapat melipat tubuhnya pada saat rukuk dan sujud, atau ia akan mencium bau yang tidak sedap, atau ia akan melihat orang yang ia benci, atau ia akan melihat benda yang dapat mengganggu (pikirannya). Apakah dalam keadaan demikian menempati shaf kedua atau shaf yang lain ketika sepi dari hal-hal di atas dianggap lebih baik atau tidak? Ibnu Hajar menjawab, 'Berdasarkan tuntutan redaksi para ulama yang menjelaskan bahwa 'menjaga keutamaan (fadhilah) yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah lebih utama daripada menjaga keutamaan yang berhubungan dengan tempat ibadah'. Redaksi tersebut memastikan bahwa shaf kedua atau shaf yang lain, ketika tidak terdapat hal-hal yang disebutkan dalam soal, maka dinilai lebih utama daripada menempati shaf awal. Hal ini sangatlah jelas selama hal-hal di atas akan menyebabkan hilangnya khusyu’ atau mengurangi kekhusyu’an dalam sholat."

 

3 dari 5 halaman

Shaf Pertama Tetap Paling Utama

Namun demikian, shaf pertama tetap menjadi shaf paling utama dalam mengiringi imam. Meskipun shaf terbentuk sangat panjang hingga keluar masjid.

Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Jamaluddin Muhammad bin 'Abdurrahman Al Ahdal dalam 'Umdah Al Mufti wa Al Mustafti.

" Para ashab kami (murid Imam As-Syafi’i) menegaskan bahwa shaf awal adalah barisan yang mengiringi imam, meskipun panjang dan sampai keluar masjid. Shaf awal ini lebih utama dibandingkan menempati shaf kedua, meskipun dekat dengan imam."

Sumber: NU Online

4 dari 5 halaman

Jerawat Mengeluarkan Darah, Sholat Batal?

Dream - Suci dari hadas dan najis merupakan salah satu syarat sahnya sholat. Baik itu pada badan, pakaian, maupun tempatnya.

Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka sholat menjadi batal. Sholat harus diulang dengan terpenuhinya syarat sah tersebut.

Setiap muslim tentu pernah atau justru sedang mengalami jerawatan di wajahnya. Jika sudah lama, biasanya jerawat akan mengeluarkan darah.

Kapanpun itu, darah bisa keluar. Apalagi saat sedang sholat. Lantas jika terjadi, apakah darah jerawat membatalkan sholat?

Dikutip dari Bincang Syariah, darah termasuk benda najis jika sudah keluar dari dalam tubuh. Rasulullah Muhammad SAW memerintahkan untuk menghilangkan darah itu dengan membasuhnya jika kita hendak sholat.

 

5 dari 5 halaman

Sholat Batal?

Jika darah keluar dari jerawat yang mendadak pecah, Ibnu Hajar Al Haitami membahas masalah ini dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj.

" Sholat tidak batal akibat darah semacam kutu atau jerawat selagi tidak membunuhnya atau memencet jerawat tersebut."

Darah yang muncul akibat pecahnya jerawat tidak membatalkan sholat. Darah seperti ini termasuk najis yang ma'fu atau ditoleransi dan sholat tetap sah.

Sebabnya, jumlah darah yang keluar tidak banyak. Juga tidak mungkin menyebar ke tempat lain.

Sayyid Bakri Syatha dalam kitab I'anath Thalibin menguatkan pandangan tersebut. Dia menyatakan darah sedikit yang keluar dari tubuh seseorang ketika sholat tidak membuatnya sholatnya batal.

(ism, Sumber: Bincangsyariah.com)

Beri Komentar