Ilustrasi (dmi.or.id)
Dream – “ Manusia paling mulia bukan orang penumpuk harta, melainkan mereka yang pandai bersyukur kepada Allah.” Pesan khotib itu menyentuh kalbu. Semua jemaah terdiam. Menyimak petuah sang pendakwah.
Seperti hari yang sudah-sudah. Siang itu jemaah Sholat Jumat berjubel di Masjid Al Ittihad. Tak hanya di dalam. Mereka juga menyemuti halaman masjid di tengah perumahan Tebet Barat, Jakarta Selatan, itu. Bahkan meluber hingga ke jalanan.
Dan khotib pun terus melanjutkan nasihat. Kalimat-kalimat bijak dirangkai dengan santun. Mengajak, tanpa menggurui. Pidato itu memang menyegarkan rohani. “ Berzikir pada Allah tak hanya di dalam masjid, tapi juga di luar,” kata khotib.
Jemaah bersaf-saf itu tak beranjak. Tetap duduk. Berderet, rapi. Mereka terus menyimak isi ceramah. Kalimat perkalimat, kata demi kata. Sampai tuntas. Pidato pada hari itu memang adem. Semua tentang pesan takwa.
Tapi di tempat lain, rupanya sebagian orang tak mendengar khotbah sedamai itu. Ada yang mengaku tak nyaman dengan apa yang mereka dengar. Keluhan terhadap ceramah di tempat ibadah pun berseliweran di media sosial.
Bacalah posting Rumadi Ahmad, 17 Februari silam. Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidatatullah Jakarta itu merekam keresahan lewat media sosial, Facebook.
“ Banyak khotib di Jakarta yang berkhotbah sambil marah-marah,” tulis dia. Posting ini disunting beberapa netizen. Disebar ulang, menjadi viral.
Tak hanya di dunia maya. Keresahan itu juga ditangkap oleh Kementerian Agama. Pak Menteri, Lukman Hakim Saifuddin, bahkan merasa perlu membuat pedoman untuk memberi rambu materi yang boleh dan dilarang dalam ceramah di rumah ibadah.
***
Bukan tanpa alasan. Ide membuat pedoman itu tak mendadak muncul. Lukman mengaku mendapat keluhan dan masukan dari masyarakat yang mendorong rencana pembuatan pedoman ini.
Setidaknya ada empat keluhan. Pertama, soal materi ceramah yang terlalu membesar-besarkan masalah furu'iyah (perbedaan). Padahal tidak prinsipil. Bahkan ada penceramah menjadikan furu’iyah sebagai klaim kebenaran, padahal bukan soal pokok dalam agama.
Tak hanya itu. Materi ceramah yang menyalahkan umat agama lain menjadi keluhan ke dua yang diterima Lukman. Ceramah semacam ini, kata dia, jauh dari nilai luhur agama yang mengarahkan umatnya tidak berkata-kata menyudutkan umat agama lainnya.
“ Di tengah kemajemukan bangsa, ini menjadi sesuatu yang harus dihindari. Jadi tidak perlu menyalah-nyalahkan agama lain untuk mengatakan kita yang paling benar,” tutur Lukman.
Materi ceramah yang masuk wilayah politik menjadi keluhan ke tiga yang masuk ke Menteri Agama. Sehingga perlu kesepakatan terkait materi ceramah bernuansa politik dan mengarahkan ke salah satu calon pemimpin yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah.
Keluhan terakhir, soal materi ceramah yang menyalahkan ideologi negara. “ Ini dalam konteks ke-Indonesiaan, menurut hemat saya harus betul-betul dihindari oleh siapapun ketika dia sedang berceramah, apalagi di rumah ibadah,” ucap Lukman.
Dalam konteks itulah pedoman ceramah ini akan disusun. Tapi Kemenag tak akan sendiri. Mereka akan merangkul para tokoh agama untuk membuat rambu tersebut.
“ Proses penyusunannya akan melibatkan semua kalangan, para pemangku kepentingan,” ujar Lukman. Harus dicatat, pedoman ini akan disepakati oleh para tokoh agama dan akan berlaku pada semua agama.
Pedoman ini diperlukan agar para pemuka agama memiliki pemahaman sama tentang kaidah ceramah di rumah ibadah. Juga menjadi panduan bersama bagi para pengelola rumah ibadah.
Dengan pedoman ini diharapkan kesucian rumah ibadah terjaga, sekaligus menjadikan tempat paling aman dan damai.
“ Kami pemerintah sebatas memfasilitasi apa saja yang menjadi kesepakatan mereka –tokoh agama, lalu kemudian kami wadahi dalam bentuk regulasi,” kata Lukman.
***
Indonesia bukan negara pertama yang mewacanakan pedoman khotbah. Di negeri lain bahkan sudah menerapkan aturan ini.
Sebut saja Bangladesh. Sejak pertengahan tahun lalu, menurut laman dawn.com, mereka telah mengatur khotbah Jumat di 300.000 masjid, saban minggu.
Sementara di Inggris, semua ceramah yang disampaikan imam di masjid-masjid harus menggunakan bahasa negeri ratu Elizabeth itu. Namun menerapkan aturan itu tidaklah mudah.
Laman The Telegraph, pada 11 Maret 2017, melaporkan bahwa perdebatan imam di masjid Inggris harus menyampaikan ceramah dalam Bahasa Inggris telah terjadi selama satu dekade lebih. Sebab, tak semua imam di negeri itu bisa berbahasa Inggris.
Bahkan, dalam survei tahun 2007 yang dikutip The Telegraph menunjukkan hanya 8 persen imam lahir di Inggris. Hanya 6 persen dari mereka berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa utama.
Tak perlu jauh-jauh. Lihat saja di negeri tetangga Indonesia: Malaysia. Menurut laman The Straits Times, para khatib di sana bahkan harus bersertifikat. Diakui oleh otoritas Islam negeri jiran itu.
Setiap ustaz harus dapat izin sebelum diperkenankan berceramah di masjid, perumahan, aula, dan tempat lainnya. Tapi, bukan berarti para ustaz yang tak punya izin dari otoritas Islam Malaysia tidak bisa berceramah, meski secara sembunyi-sembunyi.
***
Meski sudah ada contoh di negeri lain, bukan berarti rencana ini mendapat dukungan semua kalangan. Sejumlah pihak menyorot, bahkan menyatakan tak keberatan.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, bahkan meminta pemerintah tak mengatur urusan dakwah.
“ Saya kira para khotib sudah punya pedomannya sendiri,” kata Din, di Gedung MUI, Jakarta, Selasa 21 Maret 2017.
Pedoman ceramah ulama, kata Din, bersandar pada Alquran dan hadis. Di dalam Alquran, manusia diajak dengan penuh khidmat dan bijaksana melalui nasihat yang baik, yang sudah dipahami para ulama, ustaz, serta para khatib.
“ Saya termasuk yang tidak setuju (pedoman ceramah),” ujar Din. Pengaturan pedoman dakwah semacam itu justru memunculkan masalah sensitif.
Kekhawatiran serupa juga diutarakan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud. Jika pedoman itu benar-benar dibuat, dia harap tidak akan membatasi kebebasan berpendapat.
“ Jangan sampai membunuh kebebasan berpendapat, walapun berpendapat itu sesungguhnya dibatasi oleh norma-norma,” kata Marsudi, saat dihubungi Dream.
Dalam tradisi NU, kata dia, pedoman dakwah sudah menempel erat dalam diri santri lulusan pondok pesantren. Dalam Alquran dan hadis telah diatur cara berdakwah yang baik dan benar.
“ Kita itu boleh berdakwah dengan bil hikmati (kebiijakan yang baik) wal mau'idhotil hasanah (dengan cara yang baik). Kalau mau berdebat (wa jadilhum) (bilyati wal ahsan) dengan cara yang lebih baik,” kata Marsudi.
Muhammadiyah juga bersuara. Sebenarnya mereka tak keberatan. Asal pedoman itu sifatnya hanya guidance alias acuan dalam berdakwah. Tetapi tak setuju bila pedoman itu muncul dalam bentuk regulasi mengikat.
“ Karena Muhammadiyah sendiri juga sudah buat pedoman dakwah, MUI juga,” kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid, Yunahar Ilyas.
Soal pro dan kontra, kata dia, wajar. Sebab, pemerintah hingga saat ini baru mewacanakan. Draf pedoman belum ada, sehingga dia minta dibuat dan disampaikan utuh, bukan sepotong-sepotong yang memancing tanya.
“ Apalagi, dalam suasana politik seperti ini,” kata dia.
***
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Bimbingan Agama Islam (Bimas Islam) Kemenag, Abdul Djamil, menegaskan pedoman ini bukan bersifat mengatur, tapi hanya panduan dan informasi bagi masyarakat tentang dakwah yang sejuk dan damai.
“ Yang mengatur siapa? (Kami) tidak mengatur secara eksplisit aturannya begini. Kami cenderung memberikan rambu-rambu,” kata Abdul.
Pedoman ini juga tak akan dipakai untuk upaya pengawasan. Panduan itu hanya merekomendasikan materi dakwah yang bermutu kepada masyarakat.
“ Kami bukan polisi. Kami tidak akan mengintai orang ceramah. Sebab, itu masa lalu,” ujar Abdul.
Masa lalu yang dia maksud Abdul adalah zaman dulu. Pemerintah saat ini tak akan mengawasi ceramah di semua tempat ibadah. Dia memastikan panduan ini dibuat murni untuk mengembalikan kerukunan masyarakat.
“ Itu bagian dari misi kami untuk mewujudkan masyarakat yang rukun dan damai dalam berbangsa dan bernegara,” ucap Abdul.
Sementara, Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis, mengatakan, pedoman ceramah di rumah ibadah bisa meningkatkan kualitas para da’i.
“ Sehingga para da’i bisa menyampaikan yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan koridor kebangsaan dan keagamaan kita.”
Namun dia tidak berharap nantinya pedoman itu membatasi kreativitas, serta kebebasan menyampaikan ajaran dam berbicara. Bagaimanapun, pedoman ini lebih realistis daripada wacana sertifikasi ulama.
“ Nah, sertifikasi itu saya sampaikan tidak realistis. Yang bisa dilakukan adalah pedoman yang bisa ditaati,” ujar Cholil Nafis.
Para pengurus masjid sebenarnya sudah punya mekanisme kontrol. Dengar saja pengakuan Imam dan Penceramah Masjid Cut Meutia Jakarta, Ustaz Muhammad Dadang Abdullah.
Menurut dia, Masjid Cut Meutia tidak membolehkan ceramah bermuatan politik. “ Karena di sini kalau ada yang terlalu panjang pembahasannya, ngalor-ngidul, biasanya enggak kami panggil lagi,” ungkap Dadang.
Ceramah paling utama, kata dia, mengedepankan nilai akhlakul karimah, yang isinya bersumber dari Alqran dan hadis. Sebagaimana tuntunan Rasulullah.
“ Jadi prinsipnya dakwah itu universal, akhlakul karimah. Bukan yang lain,” ucap dia.
Meski demikian, dia enggan menanggapi wacana pedoman ceramah yang digagas Kementerian Agama. “ No comment,” ujar Dadang.
Laporan: Ilman Nafi'an
Advertisement
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Prabowo Subianto Resmi Lantik 4 Menteri Baru Kabinet Merah Putih, Ini Daftarnya
Menanti Babak Baru Kabinet: Sinyal Menkopolhukam Dirangkap, Akankah Panggung Politik Berubah?