Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Puasa di bulan Ramadan wajib bagi seluruh umat Islam yang telah baligh dan sehat jasmani rohani. Selama 30 hari, muslim menjalankan puasanya kecuali bila ada halangan yang diperbolehkan oleh syariat Islam.
Sama dengan puasa Ramadan, sholat lima waktu dalam sehari juga merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Ini hanya boleh ditinggalkan bila hilang akal dan bagi perempuan yang mengalami haid dan nifas.
Semua ulama sepakat, sholat tak boleh ditinggalkan kecuali bila ada halangan seperti tersebut. Bahkan, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, sholat fardlu adalah ibadah yang pertama kali dihisab.
Sholat juga menjadi identitas seorang muslim. Kewajiban sholat bagi umat Islam juga tidak dapat diganti dengan ibadah lain.
Lantas, bagaimana bila ada muslim yang sholatnya masih bolong-bolong tapi sukses puasa Ramadan 30 hari? Apakah puasa tersebut batal?
Terkait hal ini, ada dua kriteria orang meninggalkan sholat yaiu mengingkarinya atau karena malas. Dua kriteria ini mempunyai hukum yang berbeda.
Hasan bin Ahmad Al Kaf dalam kitab Taqritus Sadidah fi Masail Mufidah berpendapat mengenai dua kondisi meninggalkan sholat. Uraiannya sebagai berikut.
Tak sholat karena mengingkari
Orang yang tak sholat karena mengingkarinya maka dihukumi murtad atau keluar dari Islam. Dari penjelasan ini dapat dipahami orang puasa yang meninggalkan sholat karena mengingkari maka hukumnya adalah murtad.
Artinya, puasa orang tersebut secara syariah dinyatakan batal. Orang yang bukan muslim tidak diwajibkan untuk berpuasa.
Tak sholat karena malas
Ada pula orang yang tak sholat karena malas. Ia tak segera menunaikan kewajibannya hingga waktu sholat telah habis.
Dengan demikian, ia tetap muslim dan tak perlu membatalkan puasanya dan me-qadha di bulan lain. Namun, puasa Ramadan orang yang lalai sholat karena malas tidak akan mendapatkan pahala.
Artinya, dia termasuk orang yang merugi karena hanya mendapatkan lapar dan haus saja.
Perbedaan hukum ini sesuai dengan pendapat Hasan bin Ahmad Al Kaf.
" Pembatalan puasa itu dibagi menjadi dua kategori: pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, namun tidak membatalkan puasa itu sendiri. Kategori ini dinamakan muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak diwajibkan qadha. Kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa uzur, maka wajib mengqadha puasa di hari lainnya. Kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa)."
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!