Sholat Jemaah (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Pada umumnya, lantai mihrab atau tempat imam di banyak masjid dibuat rata. Sama tinggi dengan lantai tempat makmum.
Tapi pada sejumlah masjid atau surau, lantai tempat imam sholat dibuat lebih tinggi dari tempat makmum. Bila demikian, bagaimana hukumnya menurut Islam?
Dikutip dari Bincang Syariah, pada dasarnya posisi imam dengan makmum haruslah setara. Posisi imam tidak boleh lebih tinggi dari makmum.
Jika tempat imam lebih tinggi dari makmum, ulama sepakat menghukuminya dengan makruh. Demikian pula halnya dengan tempat makmum yang lebih tinggi dari imam.
Persoalan ini dibahas oleh Syeikh Zainuddin Al Malibari dalam kitabnya Fathul Mu'in.
" Makruh jika posisi salah satu dari imam dan makmum lebih tinggi dari yang lain dengan tanpa ada keperluan, meski itu di dalam masjid."
Hukum makruh berlaku jika tidak ada keperluan atau kebutuhan. Jika ada, misalnya agar suara imam terdengar oleh seluruh makmum atau untuk mengajari cara sholat yang benar maka tidak makruh tempat imam lebih tinggi,
Hal ini bahkan menjadi sunah jika ada maksud di baliknya. Ini seperti diajarkan Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dai Sahl bin Sa'd, dia berkisah demikian.
" Saya pernah melihat Rasulullah SAW mengimami di atas mimbar. Rasulullah takbiratul ihram dan jemaah pun ikut takbir di belakang Rasulullah, sementara Rasulullah di atas mimbar. Kemudian, ketika Rasulullah i'tidal, Rasulullah mundur ke belakang untuk turun, sehingga sujud di tanah. Lalu beliau kembali lagi ke atas mimbar, hingga Rasulullah menyelesaikan sholatnya. Kemudian beliau menghadap kepada para sahabat, dan bersabda, 'Wahai para sahabat, aku lakukan ini agar kalian bisa mengikutiku dan mempelajari sholatku'."
Hadis ini menunjukkan kebolehan tempat imam lebih tinggi dari makmum dengan tujuan untuk mengajarkan cara sholat yang benar. Jika tidak ada tujuan tertentu, maka makruh hukumnya tempat imam lebih tinggi.
Sumber: Bincang Syariah
Dream - Setiap orang tentu butuh tidur untuk mengistirahatkan kinerja tubuh. Dengan tidur, sistem metabolisme tubuh dapat diperbaharui.
Tetapi, meski tidur tetap ada adab yang perlu diperhatikan. Salah satunya mengenai posisi tidur.
Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan posisi tidur yang baik. Posisi tersebut yaitu dengan miring ke kanan dan tangan kanan menopang pipi.
Meski begitu, sering sekali kita tidak tahu posisi ketika tidur. Karena tidak sadar, kadang posisi bisa berubah arah.
Bukan tidak mungkin tidur kita dalam posisi kaki terjulur ke arah kiblat. Apakah posisi ini dibolehkan dalam Islam?
Dikutip dari Bincang Syariah, para ulama menyatakan terdapat beberapa adab terkait kiblat. Adab tersebut untuk menghormati kiblat yang merupakan arah pusat umat Islam menghadap ketika sholat.
Dalam kitab Tabyin Al Haqaiq disebutkan menjulurkan kaki ke arah kiblat dihukumi makruh. Baik itu saat terjaga maupun tidur. Kemakruhan itu sama dengan menjulurkan kaki ke arah Alquran maupun kitab-kitab fikih.
Bahkan ada sebagian ulama yang mengharamkan perbuatan ini. Karena menjulurkan kaki mengandung unsur penghinaan kepada kiblat.
Salah satu ulama yang mengharamkan menjulurkan kaki ke kiblat yaitu Imam Zarkasyi. Pikiran tersebut dituangkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj.
" Bahkan Imam Zarkasyi menegaskan akan keharaman menjulurkan kaki pada mushaf, ada pendapat yang menyatakan menjulurkan kaki ke arah kakbah juga sama, namun perbedaan hukum antara keduanya terdapat perbedaan di berbagai sisi."
Sehingga, hendaknya kita menghindari posisi tidur dengan kaki menjulur ke arah kiblat. Sangat dianjurkan tidur dalam posisi miring ke kanan seperti dicontohkan Rasulullah.
(ism, Sumber: Bincang Syariah)
Dream - Ketika terjadi kekeringan parah, kehadiran hujan sangat diharapkan. Hujan ibarat momen pembangkit energi yang hampir lenyap.
Air merupakan benda yang memiliki fungsi amat vital bagi kehidupan. Setiap makhluk mungkin bisa bertahan dalam waktu lama jika tanpa makanan namun tidak dengan kekurangan air.
Kondisi kekeringan yang terjadi seperti sekarang ini menyebabkan sebagian daerah kekurangan air. Masyarakat harus mengeluarkan upaya lebih demi bisa mengakses air bersih.
Sementara di daerah lain, musim kering menjadi faktor yang mendukung terbakarnya lahan. Sedikit saja api menyala di semak, dengan cepat menyebar dan menimbulkan kebakaran hutan.
Kekeringan juga pernah dialami Rasulullah Muhammad SAW. Agar diturunkan hujan, Rasulullah memanjatkan doa kepada Allah.
Ada beberapa doa Rasulullah meminta hujan kepada Allah. Salah satunya doa berikut, yang diriwayatkan Imam Abu Dawud.
Allahummasqina ghaitsan mughitsan mariam mari'a, nafi'an ghaira dlarrin, 'ajilan ghaira ajilin.
Artinya,
" Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, hujan yang lebat merata, mengairi, menyuburkan, bermanfaat tanpa mencelakakan, segera tanpa ditunda."
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN